Bab Reguler Weekend : 3/3 Selesai Bab Bonus Weekend : 0/3 Tergantung Gems Bab Extra Weekend : 0/1 Tergantung Hadiah Selamat beraktivitas dan Happy Weekend ...
Langit yang berwarna kelabu di atas Hutan Hantu perlahan berubah, memberikan semburat jingga saat matahari mulai terbenam di cakrawala. Xian Ling berjalan dengan langkah tegas, namun wajahnya menyiratkan ketegangan yang sulit disembunyikan. Selir Song Yin, yang sejak tadi berjalan di sampingnya, memiringkan kepala, mencoba membaca kegelisahan di balik sorot mata sang putri. “Kita kembali ke istana!” suara Xian Ling terdengar lantang, menggema di antara pepohonan yang mulai tertutup bayangan malam. Ia berhenti sejenak, menatap Selir Song Yin yang tampak terkejut. “Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Ayah dan Paman Heng. Kalau kau mau ikut mendengarnya, aku tidak keberatan.” Selir Song Yin menaikkan alis, bibirnya mengerucut, mencerminkan rasa penasarannya. “Masalah apa sampai kau terlihat begitu serius?” tanyanya, nada suaranya setengah menggoda, tapi matanya penuh perhatian. “Nanti kau dengar sendiri,” Xian Ling menjawab tanpa ragu, melanjutkan langkahnya yang penuh seman
Suasana ruang sidang istana Kekaisaran Benua Timur pagi itu tegang. Para menteri dan pejabat istana duduk berderet dengan ekspresi serius, beberapa di antaranya berbisik pelan di antara gemuruh spekulasi. Di tengah ruangan, berdiri Putri Mahkota Xian Ling, anggun dalam balutan jubah ungu kerajaannya, namun tatapan matanya menyiratkan ketegangan yang tidak bisa ia sembunyikan."Ayahanda Kaisar," Xian Ling memulai, suaranya tenang meski bergetar halus, "Aku mendapat peringatan bahwa seorang Necromancer telah kembali ke wilayah Kekaisaran Benua Timur. Kita harus berhati-hati."Kata "Necromancer" membuat ruangan itu mendadak sunyi. Para menteri saling pandang, sebagian mengangkat alis dengan ekspresi tak percaya.Seorang menteri tua, Menteri Kang, mengangkat suaranya. "Putri Mahkota, dengan segala hormat, ini adalah klaim yang sangat serius. Necromancer sudah lama menjadi bagian dari legenda gelap Kekaisaran. Tidak ada bukti konkret bahwa mereka benar-benar ada di masa kini.""Benar," samb
Langit senja mengalirkan warna oranye keemasan yang melukis West City dengan kehangatan yang lembut. Jalan-jalan berbatu tampak seperti permadani waktu, mengantar siapa pun ke kejayaan masa lalu yang terukir pada menara-menara tinggi dengan detail rumit—kisah legenda yang seolah berbisik dari dinding-dindingnya. Di pasar yang ramai, aroma rempah beradu dengan suara pedagang yang tak henti menawarkan dagangan. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, langkah anggun seorang wanita muda mengundang perhatian. Matanya, tajam dan penuh tujuan, menyusuri setiap sudut jalan.Xian Ling menjadi pusat perhatian karena ia dikawal oleh beberapa pengawal istana sehingga beerapa penduduk menunduk hormat pada dirinya. Pamannya yang memaksakan pengawalan ke West City karena Xian ling belum pernah mengunjungi kota ini. Panglima Xian Heng harus kembali mengatasi pemberontakan bangsa Barbar yang pernah ditaklukannya sehingga tugas pembuatan senjata diserahkan kepada Putri Xian Ling.Panglima Xian Heng tidak mau
Langit membara dengan semburat merah dan oranye di atas West City, Sementara itu di dalam bengkel Sun Wu Long, suara dentingan logam masih bergema, beradu dengan desis tungku yang menyala terang. Xian Ling baru saja melangkah menuju pintu ketika suara Sun Wu Long menghentikannya.“TUNGGU!”Langkahnya terhenti. Ia menoleh, menatap pria itu yang masih sibuk membersihkan tangannya dengan kain kotor. Wajah Sun Wu Long tetap dingin, tapi ada ketegasan dalam suaranya yang tak bisa diabaikan.“Aku tidak punya bahan dasarnya,” katanya tanpa menoleh, pandangannya tetap tertuju pada logam yang tadi ia tempa. “Satu-satunya bahan yang bisa menahan tusukan senjata Necromancer adalah Nagarium.”Xian Ling mengerutkan kening. Nama itu asing di telinganya. “Nagarium?” tanyanya, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. “Aku belum pernah mendengar tentang itu. Kita harus mencarinya di mana?”Sun Wu Long tertawa pendek, namun nadanya getir. “Kamu pasti tidak akan percaya kalau aku ceritakan.”Xian Ling mel
Cahaya redup dari lilin-lilin besar menerangi aula istana yang penuh dengan aroma dupa dan suara langkah kaki yang bergema di lantai batu. Xian Ling berdiri di hadapan pamannya, Panglima Xian Heng, dengan ekspresi tegas meski hatinya bergejolak.“Terlalu lama apabila harus berlayar ke Nusantara!” seru Xian Heng, suaranya menggelegar seperti petir, memantul di dinding aula. Sorot matanya tajam, memperlihatkan ketidakpuasan.Xian Ling mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, menahan perasaan tidak puas yang mendesak. “Jadi, rencana baru apa yang akan Paman lakukan untuk menghadapi Necromancer?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang.Xian Heng mengusap dagunya, seperti merenung, sebelum akhirnya menjawab. “Aku pernah mendengar tentang Seruling Sakti—sebuah senjata legendaris yang dapat menghancurkan apa saja. Seruling itu dimiliki oleh seorang pendekar dari Negeri Ming. Kemungkinan besar, itu bisa menghancurkan Necromancer.”Mata Xian Ling menyipit, pikirannya memutar cepat. “
Xian Ling menunggang kuda secepat angin, mantel perangnya berkibar di belakang. Pasukan kecil yang ia pimpin mengikuti dengan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Wajah mereka dipenuhi tekad, meskipun ketakutan membayang di mata mereka. Di depan, Desa Fenghuang sudah tampak dari kejauhan, dikelilingi oleh kabut tipis yang mencurigakan.“Kita hampir sampai,” gumam Xian Ling, matanya tajam mengawasi cakrawala. Ia merasakan ada sesuatu yang salah. Udara terlalu dingin, terlalu sunyi. Bahkan burung-burung seakan enggan berkicau di atas tanah yang akan menjadi medan pertempuran.“Putri Mahkota, kita mendekati perbatasan,” lapor seorang prajurit yang berlari mendekat, suaranya gemetar. “Kabarnya, pasukan Necromancer membawa makhluk-makhluk kegelapan bersama mereka.”Xian Ling menarik napas panjang, menenangkan dirinya. “Kita akan menghentikan mereka di sini. Tidak ada yang boleh melewati Desa Fenghuang.”Saat mereka memasuki desa, bau kematian memenuhi udara. Rumah-rumah kosong, pintu-pintu yang
Xian Ling berdiri terpaku, tatapannya tertuju pada Zhang Long, pria muda dengan tatapan tenang dan kehadiran yang memancarkan aura kekuatan luar biasa. Seruling Hitam kini berada di tangannya, tampak menyatu dengan kepercayaan dirinya yang menggetarkan jiwa.“Apa kau benar-benar bisa menggunakan Seruling Hitam ini?” tanya Xian Ling, masih merasakan arus energi yang baru saja ia alami saat memegang seruling itu.Zhang Long hanya tersenyum tipis. “Aku telah lama berlatih dengan senjata ini. Jangan khawatir, Tuan Putri. Kegelapan tidak akan menang hari ini.”Panglima Xian Heng yang berdiri di sampingnya menepuk bahu keponakannya. “Ling’er, ini adalah hasil dari perjalanan panjangku. Zhang Long adalah pendekar terbaik dari Negeri Ming, seorang kultivator yang mampu mengendalikan kekuatan Seruling Hitam. Dengan bantuannya, kita punya harapan untuk menang.”Necromancer, yang tubuhnya diselimuti api gelap yang meliuk-liuk seperti ular, tertawa dingin. “Pendekar baru? Seruling itu tidak akan c
Makhluk lava bersayap kegelapan itu melayang di udara, tubuhnya memancarkan panas yang membakar tanah di bawahnya. Suaranya menggelegar, seperti ribuan petir yang saling bersahutan. Naga Hitam mengeluarkan raungan balasan, menegaskan keberadaannya di tengah kegelapan yang menyesakkan.Zhang Long berdiri tegak di atas punggung Naga Hitam, Seruling Hitam di tangannya berkilauan dengan aura magis. Dengan ketenangan yang tidak biasa, ia kembali meniupkan nada, kali ini dengan irama yang mengguncang udara di sekelilingnya.“Ling’er, mundurlah sekarang juga! Ini bukan medan untukmu!” teriak Panglima Xian Heng sambil melindungi Xian Ling dengan auranya.Namun, Xian Ling menggeleng keras. “Tidak, aku tidak akan meninggalkan kalian! Jika kita kalah, tidak ada tempat untuk mundur lagi!”Di langit, makhluk lava itu meluncurkan serangan mematikan—sebuah gelombang api hitam yang berputar seperti tornado, mengarah langsung ke Naga Hitam. Zhang Long tidak gentar. Ia meniupkan serulingnya dengan inte
Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah
Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang
Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga
Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena
Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu
Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima
Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k
Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar
Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi