Zhou Shen menatap Sasha, hatinya dilanda kebingungan dan kecemasan. Sasha yang berdiri di depannya kini bukanlah wanita yang ia kenal—auranya terasa begitu berbeda, lebih kuat, lebih mengancam. Namun, di balik perubahan ini, Zhou Shen masih bisa merasakan jejak kasih sayang yang pernah mereka bagi, tersembunyi di balik lapisan kekuatan yang kini menyelimutinya.Naga Tiamat, meski terluka, mengeluarkan raungan rendah yang mengguncang bumi. Naga itu tampak ragu, seolah menyadari bahwa ada ancaman lain selain Zhou Shen. Mata merah Tiamat beralih dari Zhou Shen ke Sasha, seolah-olah naga itu tahu bahwa musuh baru telah muncul. Tanpa peringatan, Tiamat mengepakkan sayapnya, menciptakan badai debu dan angin yang membuat Zhou Shen harus melindungi matanya.Di tengah kekacauan itu, Sasha melangkah maju. Udara di sekelilingnya berubah, suhu tiba-tiba turun drastis, membuat dedaunan beku dalam sekejap. Suara langkahnya terdengar tegas, seperti bunyi lonceng kematian yang menghantam hati Zhou Sh
Zhou Shen berdiri di hadapan Sasha, jantungnya berdebar-debar dalam keheningan yang mencekam. Udara di sekitar mereka membeku, mengkristal dalam kepingan es yang melayang-layang, menciptakan pemandangan yang sekaligus indah dan menakutkan. Di balik sorot mata Sasha yang kini begitu asing, Zhou Shen masih bisa menangkap bayangan wanita yang dulu ia cintai—bayangan yang kini terselubung dalam kekuatan yang tak terbayangkan. Sasha, yang dulu penuh kehangatan, kini memancarkan aura dingin yang meresap hingga ke tulang. Gerakannya lembut namun pasti, seolah tiap langkahnya mengukir takdir yang tak bisa dihindari. Zhou Shen mencoba meraih tangannya, namun sesuatu dalam dirinya menahan—ketakutan bahwa sentuhannya akan merusak keseimbangan rapuh yang kini menghubungkan mereka. "Zhou Shen..." suara Sasha terdengar seperti gema jauh, seperti nyanyian angin di atas pegunungan es. "Dunia ini telah berubah, begitu juga aku. Tapi perasaanku padamu tak pernah pudar." Zhou Shen merasakan hatinya d
Zhou Shen membuka matanya di hamparan padang rumput yang tak berujung, lembut dan hijau di bawah langit biru. Di sampingnya, Serenity terbaring dengan mata setengah terbuka, tampak sama terjaga dari mimpi.“Apakah aku benar-benar bermimpi barusan? Apakah Sasha benar-benar muncul?” Zhou Shen bertanya, kebingungan mendalam di wajahnya. Semua yang terjadi terasa sangat nyata, seperti ilusi yang tak bisa diabaikan.Serenity mulai bergerak, terbangun dengan gerakan lembut yang hampir tak berbunyi. Matanya juga menyiratkan kebingungan saat mendapati dirinya tidur berduaan dengan Zhou Shen di atas padang rumput yang hijau.“Apakah kita ketiduran sepanjang perjalanan?” Zhou Shen bertanya, matanya masih menunjukkan keheranan yang mendalam.“Mungkin kelelahan kita membuat kita tertidur di padang rumput ini,” jawab Serenity dengan nada tenang. “Kenapa kau menanyakan hal ini?”“Masih jauh ya dari istana kerajaan dan hutan tempat Tiamat muncul?” tanya Zhou Shen, suaranya penuh rasa ingin tahu.“Ki
Di bawah langit berwarna ungu keemasan yang memayungi alam Eternity Nirvana, Serenity menatap Zhou Shen dengan kilau mata birunya yang menyimpan rahasia masa depan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma embun pagi dan menyapu rambut panjang Serenity, seolah alam sendiri ingin mengantar pesan penting."Kita kembali ke Dragon City untuk sementara, Zhou Shen," ujarnya, suaranya jernih seperti lonceng kristal yang berdenting di udara. "Aku ingin berbicara dengan Tetua Klan Naga, yang bisa membaca takdir dari angin dan bintang-bintang, tentang apa yang kau katakan tadi."Zhou Shen menatap Serenity, matanya berkilat dengan keingintahuan. "Apakah Tetua Klan Naga mampu mencegah kehancuran yang akan datang, Serenity?"Serenity menggeleng pelan, rambutnya yang hitam sehalus sutra melambai lembut. "Aku tak tahu. Tapi kita harus bertanya. Aku juga ingin meminta izin untuk membunuh Naga Tiamat sebelum ia membangunkan amarahnya dan menghancurkan kerajaan ini."Zhou Shen mengangguk, pandangannya menerawan
Putri Serenity berdiri di tepi balkon istananya, cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan lembut di atas kulitnya yang pucat. Hatinya bergolak dengan harapan dan keraguan yang berbaur. Kehadiran Pendekar Naga Legendaris adalah kesempatan yang tidak akan disia-siakan, namun harga yang harus dibayar begitu tinggi.Sejak lahir, racun mengalir dalam darahnya, membelit hidupnya dalam kesakitan yang tiada henti. Menurut cerita para tetua Klan Naga, hanya energi dari Pendekar Naga Legendaris yang mampu menetralkan racun ini, namun ada syarat yang tak terelakkan: ia harus menyerahkan kesuciannya kepada pendekar tersebut. Energi yang begitu kuat hanya bisa ditransfer melalui hubungan badan, cara satu-satunya yang aman untuk menyembuhkan dirinya."Apakah dia mau melakukannya denganku?" Serenity bergumam pelan, angin malam membawa kata-katanya yang mengambang di udara. "Tubuhku penuh racun. Bagaimana jika dia menolak? Bagaimana jika dia takut?"Pikirannya terombang-ambing di antara harapan d
Sejak pertama kali memulai proses pemurnian racun yang menggerogoti tubuhnya, Putri Serenity tak henti-hentinya mengulang ritual kuno itu, berharap setiap kali melakukannya, ia bisa mempercepat kesembuhannya. Sentuhan energi antara dia dan Zhou Shen semakin dalam, semakin menyatu, namun tetap saja, racun yang bersemayam di dalam tubuhnya terlalu kuat, seakan menolak untuk sepenuhnya lenyap. Racun itu jauh lebih mematikan dibandingkan dengan yang pernah dihadapi Sasha, yang bisa diusir hanya dengan sekali pemurnian.Minggu-minggu berlalu dalam ketenangan yang langka di Eternity Nirvana. Angin sejuk berhembus membawa kedamaian, sementara Naga Tiamat, makhluk raksasa yang dulu mengancam kerajaan, seolah-olah lenyap, kekuatan destruktifnya mereda seperti badai yang sudah berlalu. Di tengah ketenangan ini, Zhou Shen mulai merencanakan kepulangannya, menyadari bahwa pelaku pembunuhan orang tuanya tampaknya tidak berada di masa ini.Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Panglima Kalandra t
Di bawah langit yang suram, di tengah dataran luas yang dipenuhi reruntuhan pertempuran, Panglima Adheswara berdiri tegap dengan mata tajam menatap sosok yang berdiri di depannya. "Siapa sebenarnya dirimu, Pendekar Naga?" tanyanya, suaranya menggema seperti guntur yang menggelegar di pegunungan.Zhou Shen, dengan tatapan yang tenang namun penuh kewaspadaan, membalas pandangannya. "Aku bukan siapa-siapa, Panglima. Tapi mengapa Panglima menyerang negeri yang damai ini hanya karena masalah Nagarium?" suaranya mengalir seperti sungai yang tenang, namun penuh dengan kekuatan tersembunyi.Adheswara mengepalkan tangannya, wajahnya menegang dengan tekanan yang mendalam. "Pendekar Naga, kau tidak mengerti betapa pentingnya Nagarium ini bagi Dunia Naga. Tanpa Nagarium, kami semua akan mati di Heaven Eden!" jawabnya dengan nada penuh kepedihan, seolah mengungkap beban yang telah lama dipikulnya.Zhou Shen memiringkan kepalanya, matanya menyelidik. "Kenapa bisa begitu? Apa fungsi Nagarium ini bag
Debu tipis berputar pelan di udara saat langkah Zhou Shen menyusuri jalan menuju Istana Kerajaan Eternity Nirvana, meninggalkan tambang Nagarium di Dragon City. Gemuruh perang di kejauhan masih terasa, namun hatinya kini hanya tertuju pada satu tujuan—perdamaian antara Kerajaan Heaven Eden dan Eternity Nirvana. Di balik kabut tipis yang menyelimuti jalan, istana berdiri megah, menjulang di pusat kota, bagaikan menantang langit dengan kekuatannya.Tatapan Zhou Shen tajam ketika ia berbicara pada Panglima Adheswara sebelum berangkat. “Aku akan membujuk Raja Asoka untuk memberi kalian cukup Nagarium agar Heaven Eden bisa hidup damai. Tapi beri aku waktu untuk bicara dulu. Jangan serang Dragon City lagi!” Suaranya tegas, penuh keyakinan, sementara Panglima Adheswara hanya bisa mengangguk. “Kami menunggu kabar darimu, Zhou Shen. Semoga kau berhasil.”Menyusuri jalan berbatu menuju istana, pikiran Zhou Shen dipenuhi kecemasan. Raja Asoka terkenal bukan sebagai pemimpin yang murah hati, apal