Di bawah langit yang suram, di tengah dataran luas yang dipenuhi reruntuhan pertempuran, Panglima Adheswara berdiri tegap dengan mata tajam menatap sosok yang berdiri di depannya. "Siapa sebenarnya dirimu, Pendekar Naga?" tanyanya, suaranya menggema seperti guntur yang menggelegar di pegunungan.Zhou Shen, dengan tatapan yang tenang namun penuh kewaspadaan, membalas pandangannya. "Aku bukan siapa-siapa, Panglima. Tapi mengapa Panglima menyerang negeri yang damai ini hanya karena masalah Nagarium?" suaranya mengalir seperti sungai yang tenang, namun penuh dengan kekuatan tersembunyi.Adheswara mengepalkan tangannya, wajahnya menegang dengan tekanan yang mendalam. "Pendekar Naga, kau tidak mengerti betapa pentingnya Nagarium ini bagi Dunia Naga. Tanpa Nagarium, kami semua akan mati di Heaven Eden!" jawabnya dengan nada penuh kepedihan, seolah mengungkap beban yang telah lama dipikulnya.Zhou Shen memiringkan kepalanya, matanya menyelidik. "Kenapa bisa begitu? Apa fungsi Nagarium ini bag
Debu tipis berputar pelan di udara saat langkah Zhou Shen menyusuri jalan menuju Istana Kerajaan Eternity Nirvana, meninggalkan tambang Nagarium di Dragon City. Gemuruh perang di kejauhan masih terasa, namun hatinya kini hanya tertuju pada satu tujuan—perdamaian antara Kerajaan Heaven Eden dan Eternity Nirvana. Di balik kabut tipis yang menyelimuti jalan, istana berdiri megah, menjulang di pusat kota, bagaikan menantang langit dengan kekuatannya.Tatapan Zhou Shen tajam ketika ia berbicara pada Panglima Adheswara sebelum berangkat. “Aku akan membujuk Raja Asoka untuk memberi kalian cukup Nagarium agar Heaven Eden bisa hidup damai. Tapi beri aku waktu untuk bicara dulu. Jangan serang Dragon City lagi!” Suaranya tegas, penuh keyakinan, sementara Panglima Adheswara hanya bisa mengangguk. “Kami menunggu kabar darimu, Zhou Shen. Semoga kau berhasil.”Menyusuri jalan berbatu menuju istana, pikiran Zhou Shen dipenuhi kecemasan. Raja Asoka terkenal bukan sebagai pemimpin yang murah hati, apal
Di tengah senja yang memerah, angin berembus kencang di puncak tebing Dragon City, membawa hawa tegang di antara dua pendekar. Panglima Adheswara berdiri gagah, tubuhnya tegap dengan jubah perang yang berkibar liar di bawah cahaya matahari terbenam. Matanya memancarkan kemarahan yang nyaris tak terbendung saat ia menatap Zhou Shen dengan kilatan dendam.“Kamu sudah mencoba menyadarkan raja sombong itu, Zhou Shen. Aku menghargai usahamu,” suaranya berat dan penuh penekanan, seakan tiap kata adalah pukulan keras. “Tapi sekarang, minggirlah! Biar aku yang menyelesaikan apa yang seharusnya menjadi tugasku sejak awal!”Zhou Shen, dengan tatapan tenang namun penuh determinasi, tidak bergeming. Udara di sekelilingnya terasa lebih berat, seakan energi langit dan bumi sedang berkumpul di tubuhnya. “Maafkan aku, Panglima, tapi aku tidak bisa membiarkan Dragon City hancur lagi. Aku telah melihat kehancuran di masa depan. Naga Tiamat telah meluluhlantakkan kota ini sekali, dan aku tidak akan memb
Adheswara tersentak, tubuhnya terguncang keras oleh kekuatan serangan Zhou Shen. Ia terlempar jauh ke belakang, menghantam tebing dengan keras hingga batu-batu besar runtuh menimpa tubuhnya. Untuk sesaat, hening mencekam memenuhi tempat itu, hanya terdengar suara batu yang bergulir ke dalam jurang.Zhou Shen berdiri, napasnya teratur, namun ia tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Dari balik reruntuhan batu, sebuah tawa pelan terdengar. Adheswara, meski terluka, bangkit kembali. Matanya memancarkan tekad yang sama, bahkan mungkin lebih kuat dari sebelumnya."Pertarungan ini belum selesai, Zhou Shen. Aku akan bertarung sampai akhir demi rakyatku!"Zhou Shen menatap Adheswara yang perlahan bangkit dari balik reruntuhan batu. Tubuh panglima itu tampak berdarah, namun semangat juangnya tidak berkurang sedikit pun. Aura hitam yang mengelilinginya semakin pekat, seakan kemarahan dan tekadnya memberi kekuatan tambahan. Bahkan tanah di bawah kaki Adheswara bergetar hebat, seolah-olah alam
Di bawah sinar bulan yang lembut, Zhou Shen berdiri di hadapan Serenity, angin malam menyapu rambut panjangnya, membawa wangi lembut bunga-bunga kerajaan. Matanya menatap dalam-dalam ke arah sang putri, yang tampak muram di bawah sinar purnama. Kecantikan eksotiknya bagai mimpi, tetapi di balik mata indahnya tersirat kesedihan."Kau benar-benar akan pergi ke Eternity Eden, Zhou Shen?" suara Serenity lirih, hampir pecah. Tangannya sedikit gemetar saat ia menggenggam lengan Zhou Shen.Zhou Shen menarik napas dalam, merasa berat meninggalkan tempat ini. "Aku hanya ingin melihat kondisi mereka. Mungkin ada jalan menghadapi Naga Tiamat." Suaranya tegas, namun ada keraguan tipis yang terpantul di matanya.Serenity memalingkan wajahnya sejenak, sebelum kembali menatapnya. "Kau benar-benar percaya pada Panglima Adheswara itu?""Ya," Zhou Shen menjawab tanpa ragu. "Mereka kekurangan Nagarium, dan di sini kita memilikinya berlimpah. Tidak adil jika kita menutup mata atas penderitaan mereka."Se
Mata Zhou Shen menelusuri pemandangan di bawahnya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Negeri Heaven Eden, yang ia bayangkan sebagai tanah gersang yang dilanda kemiskinan, justru menyuguhkan hamparan subur dengan pepohonan hijau yang menjulang tinggi. Udara segar menyusup lembut ke dalam paru-parunya, sementara angin yang sejuk membelai wajahnya. Di bawah sana, ladang-ladang terbentang luas dengan kilau dedaunan yang memantulkan cahaya matahari seperti zamrud. Seolah-olah, setiap sudut negeri ini dipenuhi kehidupan.Zhou Shen mengerutkan dahi, bingung. "Aku tidak mengerti, Panglima. Kau bilang Heaven Eden sedang dilanda krisis, tapi tidak ada tanda-tanda krisis di sini. Tidak ada kekurangan energi atau kehancuran seperti yang kubayangkan."Panglima Adheswara tersenyum tipis, matanya menyiratkan kebijaksanaan yang mendalam. "Belum, Tuan Zhou. Belum. Kau baru melihat permukaannya saja. Nanti, ketika kita masuk lebih dalam ke jantung Heaven Eden, semua akan terungkap."Kata-kata sa
Zhou Shen berdiri mematung di hadapan gerbang istana megah Kerajaan Heaven Eden, matanya terpaku pada pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bayangan seorang penguasa tua, bijaksana, dan penuh wibawa seketika pudar saat sosok yang keluar dari istana menyambutnya dengan anggun. Ratu Savitri. Udara pagi terasa hangat, namun entah kenapa dingin menjalari punggung Zhou Shen, seolah waktu berhenti sejenak ketika ia menatap wanita muda di depannya.Ratu Naga itu baru berumur delapan belas tahun, jauh dari yang ia kira. Cahaya matahari pagi menari di tiara berlian yang bertengger di rambut hitam pekatnya, memancarkan kilau lembut di antara untaian rambut yang berkibar halus ditiup angin. Gaun peraknya, dihiasi berlian yang berkilauan seperti bintang, memantulkan cahaya dengan setiap gerakannya, menciptakan ilusi seolah ia tak menginjak tanah, melainkan melayang di atasnya. Senyum Savitri, meski lembut, mengandung kekuatan tak kasatmata yang menggetarkan hati Zhou Shen."Selamat
"BERHENTI ...!"Terdengar teriakan beberapa pendekar yang mengejar tiga bayangan putih yang melesat sangat cepat di lembah yang sangat indah.Lembah yang sangat terkenal di Dunia Persilatan Negeri Ming.Kejar-kejaran ini berlangsung di sepanjang jalan yang ditumbuhi pohon maple dan pohon pear yang indah, tapi keindahan pemandangan ini hancur oleh lesatan kekuatan energi tiga bayangan putih ini.Tiga bayangan putih ini juga tidak menghiraukan teriakan tiga pendekar yang mengejar mereka. Bahkan sebenarnya mereka menganggap remeh ketiga pendekar ini dan mempermainkannya."BERHENTI ATAU MATI!"Teriakan ancaman dari salah satu pendekar tidak membuat tiga bayangan putih ini gentar dan berhenti untuk menyerah.Bahkan ....BLAST!Salah satu bayangan putih ini berbalik dan memukul jarak jauh yang mengeluarkan sinar putih ke arah tiga pendekar ini."Kurang ajar! Mereka menggunakan ilmu iblis untuk melawan kita!" seru salah satu pendekar yang mengejar tiga bayangan putih ini."Sayang sekali, Ket