Mata Zhou Shen menelusuri pemandangan di bawahnya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Negeri Heaven Eden, yang ia bayangkan sebagai tanah gersang yang dilanda kemiskinan, justru menyuguhkan hamparan subur dengan pepohonan hijau yang menjulang tinggi. Udara segar menyusup lembut ke dalam paru-parunya, sementara angin yang sejuk membelai wajahnya. Di bawah sana, ladang-ladang terbentang luas dengan kilau dedaunan yang memantulkan cahaya matahari seperti zamrud. Seolah-olah, setiap sudut negeri ini dipenuhi kehidupan.Zhou Shen mengerutkan dahi, bingung. "Aku tidak mengerti, Panglima. Kau bilang Heaven Eden sedang dilanda krisis, tapi tidak ada tanda-tanda krisis di sini. Tidak ada kekurangan energi atau kehancuran seperti yang kubayangkan."Panglima Adheswara tersenyum tipis, matanya menyiratkan kebijaksanaan yang mendalam. "Belum, Tuan Zhou. Belum. Kau baru melihat permukaannya saja. Nanti, ketika kita masuk lebih dalam ke jantung Heaven Eden, semua akan terungkap."Kata-kata sa
Zhou Shen berdiri mematung di hadapan gerbang istana megah Kerajaan Heaven Eden, matanya terpaku pada pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bayangan seorang penguasa tua, bijaksana, dan penuh wibawa seketika pudar saat sosok yang keluar dari istana menyambutnya dengan anggun. Ratu Savitri. Udara pagi terasa hangat, namun entah kenapa dingin menjalari punggung Zhou Shen, seolah waktu berhenti sejenak ketika ia menatap wanita muda di depannya.Ratu Naga itu baru berumur delapan belas tahun, jauh dari yang ia kira. Cahaya matahari pagi menari di tiara berlian yang bertengger di rambut hitam pekatnya, memancarkan kilau lembut di antara untaian rambut yang berkibar halus ditiup angin. Gaun peraknya, dihiasi berlian yang berkilauan seperti bintang, memantulkan cahaya dengan setiap gerakannya, menciptakan ilusi seolah ia tak menginjak tanah, melainkan melayang di atasnya. Senyum Savitri, meski lembut, mengandung kekuatan tak kasatmata yang menggetarkan hati Zhou Shen."Selamat
Dewi Naga Emas sudah terlalu lama menunda pencariannya, dan hari ini dia bertekad melanjutkan perjalanannya. Tujuannya jelas: menemukan Master Zhuge Liang, Sang Ahli Peta, yang dapat menggambarkan jalur menuju Negeri Assassin. Restoran Mutiara Samudra, tempat di mana mereka berhenti untuk makan, menyajikan makanan yang begitu lezat hingga Tiga Pendekar Lembah Naga Emas yang mengawal Dewi Naga Emas, enggan beranjak. Aroma saus tiram yang menggugah selera, bercampur dengan uap hangat ikan kerapu yang disiram ramuan herbal, memenuhi udara di sekitar mereka. Setiap gigitan memberi rasa yang lembut namun kuat, membuat keputusan mereka mengabdi kepada Dewi Naga Emas terasa sangat tepat. Namun, Dewi Naga Emas mengamati mereka dengan tegas. "Cukup untuk hari ini," perintahnya dengan nada datar, meski kilatannya memperingatkan mereka untuk segera berhenti makan. “Besok kita harus berangkat pagi.” Ketiganya melirik Dewi Naga Emas, mulut mereka masih penuh dengan makanan. Namun godaan lebih b
Kapten Yan mengangguk, meski dengan enggan. Dia tahu, melawan Dewi Naga Emas sama seperti melawan takdir. Bayaran besar sudah diterimanya dan sudah diserahkan ke keluarganya dan juga keluarga anak buah kapal. Tidak ada kata mundur sekarang. Dia menggerakkan tangannya, memberi perintah pada anak buahnya untuk mempersiapkan kapal. "Angkat jangkar! Siapkan layar! Kita berangkat!" Suma Hai, Zhang Yi, dan Wei Tian berdiri di dek, menatap ke arah lautan yang dipenuhi ombak liar dan kabut tebal. Perasaan was-was semakin menguat, namun keberanian mereka mengatasi rasa takut. Mereka siap menghadapi apapun demi menjalankan tugas dan mendampingi Dewi Naga Emas.Walau ada perasaan lega karena kapal dijalankan oleh awak kapal yang berpengalaman, tetap saja cuaca buruk membuat mereka merasa khawatir dengan keselamatan mereka. Mereka boleh hebat di daratan, tapi di lautan lepas mereka bukanlah siapa-siapa. Saat kapal mulai berlayar meninggalkan pelabuhan, badai seolah semakin menggila. Ombak rak
Setelah kapal mendarat di tepi Pulau Teka-Teki, Dewi Naga Emas dan ketiga pendekarnya—Suma Hai, Wei Tian, dan Zhang Yi—melangkah turun. Kabut tebal masih menyelimuti pulau, memberikan nuansa misterius yang menegangkan. Namun, jalan di depan mereka terlihat jelas ... sebuah jalan berbatu yang menuju ke dalam hutan yang gelap."Aku merasakan kehadiran jebakan di sini," bisik Dewi Naga Emas. "Tetap waspada."Tak butuh waktu lama, jalan mereka segera terhalang oleh sebuah dinding batu besar yang tiba-tiba muncul dari tanah. Di hadapannya terdapat patung berwujud manusia dengan mata yang tampak hidup, memandangi mereka. Patung itu membuka mulutnya dan berkata dengan suara serak:"Teka-Teki Pertama: Aku adalah sesuatu yang lebih lembut dari udara, lebih tajam dari pedang. Aku bisa membelah gunung, namun tidak bisa terlihat. Apakah aku?"Suma Hai, Pendekar Golok Naga, mengernyit sambil berpikir. "Benda apa yang tidak terlihat tetapi lebih tajam dari pedang?"Dewi Naga Emas menatap Suma Hai,
Dewi Naga Emas mulai merasakan kejanggalan saat Zhuge Liang meminta mereka menginap begitu saja. “Semua hanyalah ilusi? Apa Ahli Peta Zhuge Liang juga merupakan Master Teka-Teki?”Tiba-tiba semuanya lenyap dari hadapan mereka. Hanya tertinggal gerbang kayu besar di depan mereka. “Apa ini? Kemana perkampungan yang kita masuki?” ucap Zhang Yi.“Semua itu hanyalah ilusi dari Master Zhuge Liang. Aku sudah curiga kalau ia tidak akan mudah untuk ditemui.”Setelah gerbang kayu besar terbuka, Dewi Naga Emas dan ketiga pendekarnya—Suma Hai, Wei Tian, dan Zhang Yi—memasuki perkampungan kecil di Pulau Teka-Teki. Kali ini desa yang mereka masuki bukanlah ilusi.Desa ini jauh dari kesan biasa. Rumah-rumahnya terbuat dari kayu berusia ratusan tahun, berdiri di atas panggung-panggung tinggi dengan atap berlapis jerami, terlihat lebih seperti benteng daripada tempat tinggal. Angin laut yang dingin berhembus, membawa suara-suara samar yang menggema di tengah keheningan.Di tengah-tengah desa, sebuah b
Kobaran api melahap tubuh Qian Feng dengan panas yang begitu menyengat, membuat napasnya tercekat. Kulitnya terasa seperti terbakar, setiap pori-pori memuntahkan gelombang panas yang menyiksa."Apa yang terjadi? Kenapa tubuhku terasa seperti terbakar dari dalam?" pikirnya panik, keringat bercucuran di wajahnya, hanya untuk segera menguap di udara yang mendidih di sekelilingnya.Suara Ryu Zhen, samar dan berjarak, seperti ilusi yang terpantul dari kabut panas, menggelegar dalam kesadarannya. "Anggap ini hadiahku! Aku telah membuka segel phoenix di dalam tubuhmu, Tuan Putri. Simpan kekuatan itu... gunakan untuk membalas dendammu padaku."Kemarahan menyala di matanya, seiring kobaran api yang makin membesar di sekelilingnya. "Kurang ajar!" Qian Feng menggeram, suaranya nyaris tertelan oleh gemuruh api. "Aku tidak pernah meminta bantuanmu, pembunuh! Apa yang kau lakukan membuka segel itu?!" Tangan gemetarnya mengibaskan api yang menjalari tubuhnya, namun tak ada yang bisa dia lakukan sela
Sementara di kejauhan, jauh dari Negeri Assassin, Ryu Zhen melangkah dengan langkah berat. Meskipun sudah lama meninggalkan tempat itu, pikiran tentang kehancuran yang ditinggalkannya masih menghantui setiap langkahnya. Wajahnya suram, seolah bayangan masa lalu terus menghantui.Ia bertindak brutal tanpa berpikir panjang dan menghabisi hampir seluruh penduduk ibukota di Negeri Assassin termasuk ayah Qian Feng yang tewas seketika oleh kekuatan Immortal Penghancur darinya.Bayangan Qian Feng tiba-tiba muncul dalam benaknya, diselimuti kobaran api yang dia ciptakan. Phoenix itu.... Ia dapat merasakan kemarahan dan kebingungan yang melingkupi gadis itu, meski hanya melalui ilusi yang ia tinggalkan. Kemampuannya menciptakan proyeksi mirip dirinya memungkinkan komunikasi jarak jauh dengan sang Putri Assassin, tapi setiap percakapan hanya memperparah luka yang menganga di hatinya.“Seandainya saja kau tidak membohongiku, Tuan Putri...” gumam Ryu Zhen, suaranya tenggelam dalam angin malam yan
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur