Sejak pertama kali memulai proses pemurnian racun yang menggerogoti tubuhnya, Putri Serenity tak henti-hentinya mengulang ritual kuno itu, berharap setiap kali melakukannya, ia bisa mempercepat kesembuhannya. Sentuhan energi antara dia dan Zhou Shen semakin dalam, semakin menyatu, namun tetap saja, racun yang bersemayam di dalam tubuhnya terlalu kuat, seakan menolak untuk sepenuhnya lenyap. Racun itu jauh lebih mematikan dibandingkan dengan yang pernah dihadapi Sasha, yang bisa diusir hanya dengan sekali pemurnian.Minggu-minggu berlalu dalam ketenangan yang langka di Eternity Nirvana. Angin sejuk berhembus membawa kedamaian, sementara Naga Tiamat, makhluk raksasa yang dulu mengancam kerajaan, seolah-olah lenyap, kekuatan destruktifnya mereda seperti badai yang sudah berlalu. Di tengah ketenangan ini, Zhou Shen mulai merencanakan kepulangannya, menyadari bahwa pelaku pembunuhan orang tuanya tampaknya tidak berada di masa ini.Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Panglima Kalandra t
Di bawah langit yang suram, di tengah dataran luas yang dipenuhi reruntuhan pertempuran, Panglima Adheswara berdiri tegap dengan mata tajam menatap sosok yang berdiri di depannya. "Siapa sebenarnya dirimu, Pendekar Naga?" tanyanya, suaranya menggema seperti guntur yang menggelegar di pegunungan.Zhou Shen, dengan tatapan yang tenang namun penuh kewaspadaan, membalas pandangannya. "Aku bukan siapa-siapa, Panglima. Tapi mengapa Panglima menyerang negeri yang damai ini hanya karena masalah Nagarium?" suaranya mengalir seperti sungai yang tenang, namun penuh dengan kekuatan tersembunyi.Adheswara mengepalkan tangannya, wajahnya menegang dengan tekanan yang mendalam. "Pendekar Naga, kau tidak mengerti betapa pentingnya Nagarium ini bagi Dunia Naga. Tanpa Nagarium, kami semua akan mati di Heaven Eden!" jawabnya dengan nada penuh kepedihan, seolah mengungkap beban yang telah lama dipikulnya.Zhou Shen memiringkan kepalanya, matanya menyelidik. "Kenapa bisa begitu? Apa fungsi Nagarium ini bag
Debu tipis berputar pelan di udara saat langkah Zhou Shen menyusuri jalan menuju Istana Kerajaan Eternity Nirvana, meninggalkan tambang Nagarium di Dragon City. Gemuruh perang di kejauhan masih terasa, namun hatinya kini hanya tertuju pada satu tujuan—perdamaian antara Kerajaan Heaven Eden dan Eternity Nirvana. Di balik kabut tipis yang menyelimuti jalan, istana berdiri megah, menjulang di pusat kota, bagaikan menantang langit dengan kekuatannya.Tatapan Zhou Shen tajam ketika ia berbicara pada Panglima Adheswara sebelum berangkat. “Aku akan membujuk Raja Asoka untuk memberi kalian cukup Nagarium agar Heaven Eden bisa hidup damai. Tapi beri aku waktu untuk bicara dulu. Jangan serang Dragon City lagi!” Suaranya tegas, penuh keyakinan, sementara Panglima Adheswara hanya bisa mengangguk. “Kami menunggu kabar darimu, Zhou Shen. Semoga kau berhasil.”Menyusuri jalan berbatu menuju istana, pikiran Zhou Shen dipenuhi kecemasan. Raja Asoka terkenal bukan sebagai pemimpin yang murah hati, apal
Di tengah senja yang memerah, angin berembus kencang di puncak tebing Dragon City, membawa hawa tegang di antara dua pendekar. Panglima Adheswara berdiri gagah, tubuhnya tegap dengan jubah perang yang berkibar liar di bawah cahaya matahari terbenam. Matanya memancarkan kemarahan yang nyaris tak terbendung saat ia menatap Zhou Shen dengan kilatan dendam.“Kamu sudah mencoba menyadarkan raja sombong itu, Zhou Shen. Aku menghargai usahamu,” suaranya berat dan penuh penekanan, seakan tiap kata adalah pukulan keras. “Tapi sekarang, minggirlah! Biar aku yang menyelesaikan apa yang seharusnya menjadi tugasku sejak awal!”Zhou Shen, dengan tatapan tenang namun penuh determinasi, tidak bergeming. Udara di sekelilingnya terasa lebih berat, seakan energi langit dan bumi sedang berkumpul di tubuhnya. “Maafkan aku, Panglima, tapi aku tidak bisa membiarkan Dragon City hancur lagi. Aku telah melihat kehancuran di masa depan. Naga Tiamat telah meluluhlantakkan kota ini sekali, dan aku tidak akan memb
Adheswara tersentak, tubuhnya terguncang keras oleh kekuatan serangan Zhou Shen. Ia terlempar jauh ke belakang, menghantam tebing dengan keras hingga batu-batu besar runtuh menimpa tubuhnya. Untuk sesaat, hening mencekam memenuhi tempat itu, hanya terdengar suara batu yang bergulir ke dalam jurang.Zhou Shen berdiri, napasnya teratur, namun ia tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Dari balik reruntuhan batu, sebuah tawa pelan terdengar. Adheswara, meski terluka, bangkit kembali. Matanya memancarkan tekad yang sama, bahkan mungkin lebih kuat dari sebelumnya."Pertarungan ini belum selesai, Zhou Shen. Aku akan bertarung sampai akhir demi rakyatku!"Zhou Shen menatap Adheswara yang perlahan bangkit dari balik reruntuhan batu. Tubuh panglima itu tampak berdarah, namun semangat juangnya tidak berkurang sedikit pun. Aura hitam yang mengelilinginya semakin pekat, seakan kemarahan dan tekadnya memberi kekuatan tambahan. Bahkan tanah di bawah kaki Adheswara bergetar hebat, seolah-olah alam
Di bawah sinar bulan yang lembut, Zhou Shen berdiri di hadapan Serenity, angin malam menyapu rambut panjangnya, membawa wangi lembut bunga-bunga kerajaan. Matanya menatap dalam-dalam ke arah sang putri, yang tampak muram di bawah sinar purnama. Kecantikan eksotiknya bagai mimpi, tetapi di balik mata indahnya tersirat kesedihan."Kau benar-benar akan pergi ke Eternity Eden, Zhou Shen?" suara Serenity lirih, hampir pecah. Tangannya sedikit gemetar saat ia menggenggam lengan Zhou Shen.Zhou Shen menarik napas dalam, merasa berat meninggalkan tempat ini. "Aku hanya ingin melihat kondisi mereka. Mungkin ada jalan menghadapi Naga Tiamat." Suaranya tegas, namun ada keraguan tipis yang terpantul di matanya.Serenity memalingkan wajahnya sejenak, sebelum kembali menatapnya. "Kau benar-benar percaya pada Panglima Adheswara itu?""Ya," Zhou Shen menjawab tanpa ragu. "Mereka kekurangan Nagarium, dan di sini kita memilikinya berlimpah. Tidak adil jika kita menutup mata atas penderitaan mereka."Se
Mata Zhou Shen menelusuri pemandangan di bawahnya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Negeri Heaven Eden, yang ia bayangkan sebagai tanah gersang yang dilanda kemiskinan, justru menyuguhkan hamparan subur dengan pepohonan hijau yang menjulang tinggi. Udara segar menyusup lembut ke dalam paru-parunya, sementara angin yang sejuk membelai wajahnya. Di bawah sana, ladang-ladang terbentang luas dengan kilau dedaunan yang memantulkan cahaya matahari seperti zamrud. Seolah-olah, setiap sudut negeri ini dipenuhi kehidupan.Zhou Shen mengerutkan dahi, bingung. "Aku tidak mengerti, Panglima. Kau bilang Heaven Eden sedang dilanda krisis, tapi tidak ada tanda-tanda krisis di sini. Tidak ada kekurangan energi atau kehancuran seperti yang kubayangkan."Panglima Adheswara tersenyum tipis, matanya menyiratkan kebijaksanaan yang mendalam. "Belum, Tuan Zhou. Belum. Kau baru melihat permukaannya saja. Nanti, ketika kita masuk lebih dalam ke jantung Heaven Eden, semua akan terungkap."Kata-kata sa
Zhou Shen berdiri mematung di hadapan gerbang istana megah Kerajaan Heaven Eden, matanya terpaku pada pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bayangan seorang penguasa tua, bijaksana, dan penuh wibawa seketika pudar saat sosok yang keluar dari istana menyambutnya dengan anggun. Ratu Savitri. Udara pagi terasa hangat, namun entah kenapa dingin menjalari punggung Zhou Shen, seolah waktu berhenti sejenak ketika ia menatap wanita muda di depannya.Ratu Naga itu baru berumur delapan belas tahun, jauh dari yang ia kira. Cahaya matahari pagi menari di tiara berlian yang bertengger di rambut hitam pekatnya, memancarkan kilau lembut di antara untaian rambut yang berkibar halus ditiup angin. Gaun peraknya, dihiasi berlian yang berkilauan seperti bintang, memantulkan cahaya dengan setiap gerakannya, menciptakan ilusi seolah ia tak menginjak tanah, melainkan melayang di atasnya. Senyum Savitri, meski lembut, mengandung kekuatan tak kasatmata yang menggetarkan hati Zhou Shen."Selamat
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur