Shiu Ling berdiri dari tempatnya dengan gerakan anggun, lantas melangkah mendekati Bai Ling. Udara di sekitar mereka seolah berubah, menebarkan aura yang menegangkan sekaligus penuh misteri. Bai Ling, naga putih agung itu, memandang Shin Kui Long dengan mata cemerlang yang memancarkan kebijaksanaan berabad-abad. Ada sejumput ketegangan di udara, seolah-olah sesuatu yang besar tengah bersiap terjadi."Siap-siaplah, Long Shin," ujar Shiu Ling dengan nada yang penuh peringatan, suaranya lembut namun kuat, seolah memecah ketenangan di ruangan itu. "Sisik naga bukan sekadar benda biasa. Proses untuk mengambilnya bisa lebih berat dari apa yang kau bayangkan."Shin Kui Long menelan ludah. Ia mengira sisik itu hanya sesuatu yang bisa ia ambil begitu saja—seperti memetik buah dari pohon. Tapi kini, ia mulai merasakan bahwa permintaannya bukan sekadar soal keberanian. Bai Ling mendekatkan tubuh besarnya, bulu-bulu putihnya yang berkilauan seperti salju di bawah sinar matahari menari di udara.
Pandangan Shin Kui Long kembali fokus saat Shiu Ling berdiri di hadapannya, wajahnya yang lembut kini terlihat lebih serius, namun tetap memancarkan kecantikan yang hampir tak terlukiskan. Senyum misterius yang selalu menghiasi wajah Shiu Ling kini perlahan memudar, tergantikan oleh ekspresi yang lebih dalam, seolah-olah ada sesuatu yang besar yang akan ia ungkapkan."Long Shin," Shiu Ling mulai berbicara dengan nada yang lebih rendah, seakan setiap kata yang keluar membawa bobot perasaan yang dalam, "sebenarnya, aku bukan sekadar pelayan Dewi Naga. Aku... adalah Dewi Naga itu sendiri."Shin Kui Long terdiam, terkejut oleh pengakuan itu. Wajahnya menampakkan ketidakpercayaan, namun seketika itu juga, ia merasa seolah-olah semuanya mulai masuk akal—keanggunan, kekuatan, dan aura luar biasa yang selalu mengelilingi Shiu Ling. Ia tidak sekadar wanita biasa. Ia adalah dewi yang selama ini dicari."Shiu Ling... Kau adalah...?" Shin Kui Long tergagap.Shiu Ling tersenyum lembut, kali ini ta
Dewi Naga Shiu Ling telah mengagumi kehebatan Dewa Iblis Gerbang Neraka. Jadi, saat Dewa Iblis Gerbang Neraka tewas dikeroyok ribuan Immortal dan Pendekar, hatinya sangat terluka. Saat Shin Kui Long menyinggung Dewa Bandit yang menghina Dewa Ibis Neraka, hati Shiu Ling sangat senang. Sekarang ia baru teringat pemuda yang bersama Dewa Mabuk saat pertemuan Dewa Persilatan di Kota Pendekar."Ternyata yng menentang Dewa Bandit saat itu adalah kamu? Pantas aku tidak asing dengan wajahmu," ujar Dewi Naga sambil terkekeh pelan."Benar sekali, Ling'er ... sayang sekali Teratai Biru dan Mata Air Racun hilang saat kapalku hancur oleh kekuatan Kraken. Apa kamu bisa mengantarkanku ke Lembah Seribu Pedang dan Lembah Racun Surgawi?" tanya Shin Kui Long."Hihihi ... aku tidak akan mengantarkanmu ke sana melainkan langsung ke Pulau Arak!" "Kenapa? Tanpa dua bahan tersebut tidak akan bisa meracik ramuan untuk penawar racun Hidup yang sekarang meracuni Dewa Mabuk," ucap Shin Kui Long terheran-heran."
Malam itu terus berlalu. Bai Ling terus melesat melalui langit, membawa mereka semakin dekat ke Pulau Arak. Shin Kui Long tak bisa menghitung waktu dengan pasti, tapi rasanya baru beberapa jam saja mereka terbang, dan ia sudah bisa melihat siluet Pulau Arak yang mendekat di kejauhan. Cahaya samar dari pantai dan pepohonan mulai terlihat, memberi isyarat bahwa tujuan mereka sudah dekat.Saat mereka mendekati pulau, Bai Ling melambat, turun dengan anggun menuju pantai berpasir putih. Hembusan angin malam yang sejuk membawa aroma laut yang kuat, membaur dengan wangi tanah basah di daratan. Dengan satu gerakan halus, Bai Ling mendarat tanpa suara, menjejakkan kaki besarnya di pasir dengan lembut. Shin Kui Long merasakan tanah keras di bawah kakinya saat ia melompat turun, disusul oleh Shiu Ling yang turun dengan lincah."Ini dia, Pulau Arak," kata Shiu Ling, suaranya penuh keyakinan. "Dewa Mabuk pasti ada di tempatnya. Kita tak boleh menyia-nyiakan waktu."Shin Kui Long mengangguk. Dengan
Shin Kui Long menyaksikan perubahan luar biasa pada Dewa Mabuk, tubuh yang semula lemah kini kembali bugar seiring ramuan ajaib yang Shiu Ling racik bekerja dengan cepat. Perasaan lega membanjiri hatinya, tapi di tengah rasa lega itu, muncul pertanyaan yang tak terhindarkan—apa yang akan terjadi selanjutnya?Dewa Mabuk bangkit perlahan dari dipan bambu, meregangkan otot-ototnya yang terasa baru mendapatkan kekuatan kembali. Matanya memandang Dewi Naga dengan penuh rasa terima kasih. "Shiu Ling, kau telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya nyawaku yang kau selamatkan, tapi mungkin seluruh pulau ini dari bencana yang tak terbayangkan. Racun Hidup itu sangat berbahaya, dan aku khawatir dampaknya akan menyebar lebih jauh jika tidak segera ditangani."Shiu Ling tersenyum simpul, mencoba merendah, "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Kong Ming! Tanpa bantuan Bai Ling dan Long Shin, aku tak mungkin bisa sampai tepat waktu."Dewa Mabuk mengangguk, menyadari kebenaran itu. "Ya, Dew
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, meski angin laut berhembus lembut, hati Shin Kui Long bergejolak tak menentu. Di dalam pondok sederhana tempat ia beristirahat, bayangan perjalanan menuju Kuil Naga Tua menghantui pikirannya. Kuil yang terletak di puncak Gunung Arak bukan sekadar kuil biasa—tempat itu penuh misteri, dikelilingi oleh kisah-kisah menakutkan tentang arwah-arwah penjaga yang tidak segan membunuh siapa pun yang dianggap tak layak.Shin Kui Long menatap langit-langit, suaranya dalam pikirannya terpecah antara keraguan dan rasa tanggung jawab. Jika ia gagal, tidak hanya hidupnya yang akan hilang, tapi mungkin pula masa depan yang telah ia perjuangkan. Namun, di balik rasa cemas itu, ada suara lain yang menguatkan, suara keberanian yang selalu mendorongnya maju dalam setiap ujian hidup."Tak ada jalan lain selain terus melangkah," gumamnya pelan.Tiba-tiba, suara ketukan lembut terdengar dari pintu pondok. Shin Kui Long duduk dan segera bangkit untuk membukanya. D
Perjalanan menuju puncak Gunung Arak terasa semakin mendebarkan. Bai Ling, sang naga putih, melesat cepat melalui kabut tebal, membawa Shiu Ling dan Shin Kui Long melintasi jurang-jurang dan hutan-hutan yang menakutkan. Mereka sedang dalam misi mencari Ilmu Jiwa Sutra, sebuah ilmu rahasia yang telah lama hilang. Ilmu ini dipercaya memiliki kemampuan luar biasa yaitu dapat menghidupkan kembali kultivasi dalam tubuh yang rusak, memperbaiki meridian, dan memulihkan dantian yang hancur—ilmu yang tak ternilai bagi Shin Kui Long, yang harus segera menghadapi Dewa Bandit yang sangat kuat.Shin Kui Long bisa memanfaatkan ilmu di dalam Kitab Ilmu Jiwa Sutra untuk meningkatkan kultivasi di dalam tubuh pemuda yang lemah dan rusak ini.Bai Ling turun perlahan di dekat sebuah kuil kuno yang tersembunyi di puncak Gunung Arak. Tempat ini dijaga oleh berbagai arwah penjaga dan dihuni oleh kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng. Shiu Ling turun lebih dulu, lalu menoleh ke arah Shin Kui Long yang ten
Namun sebelum ia bisa menyentuh kitab itu, sebuah sosok besar muncul di hadapannya—penjaga terakhir, naga raksasa yang terbuat dari energi murni, matanya bersinar dengan kebencian yang mendalam. Naga ini bukanlah makhluk biasa. Ia adalah penjaga terakhir dari ilmu tersebut, dan hanya yang benar-benar layak yang bisa mengambilnya.Shin Kui Long tahu bahwa ini adalah ujian terakhirnya. Dengan tekad yang membara dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersiap untuk menghadapi naga raksasa itu, dengan satu tujuan di pikirannya: untuk menguasai Ilmu Jiwa Sutra dan mengalahkan Dewa Bandit demi keselamatan dunia persilatan.Naga energi murni yang muncul di hadapan Shin Kui Long berdiri dengan kemegahan dan keangkeran luar biasa. Sisiknya berkilauan, dan setiap hembusan napasnya memancarkan kekuatan yang dapat menghancurkan pegunungan. Shin Kui Long dapat merasakan aura naga tersebut, yang jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya.Di sisi lain, kitab Ilmu Jiwa Sutra berki
Di bawah sinar rembulan yang pucat, Kui Long melangkah dengan penuh keyakinan. Angin malam berdesir lembut, membawa aroma tanah lembab dan dedaunan yang berguguran di sepanjang jalan setapak. Matanya yang tajam menyala dengan semangat yang tak tergoyahkan, mencerminkan tekadnya untuk mencapai Negeri Ming, tanah yang diyakini menyimpan rahasia naga.“Aku bisa merasakan kehadirannya,” gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh suara dedaunan yang berbisik diterpa angin.Di Negeri Ming, menurut legenda yang selama ini dikumpulkannya, bersemayam Naga Azteca—makhluk mitos purba yang diyakini memiliki kekuatan regenerasi dan energi primordial. Kekuatan itu konon dapat memulihkan kondisi tubuh ke puncak kultivasi, sesuatu yang sangat ia butuhkan sejak kehilangan sebagian besar energinya. Tubuhnya yang dulu gagah kini mulai melemah, dan ia tidak bisa membiarkan kelemahan itu menjadi penghalang dalam perjalanannya menuju kejayaan.Di sampingnya, Song Lien Hwa berjalan dengan langkah mantap
Kui Long melompat mundur, tubuhnya bergetar akibat hantaman energi yang menggetarkan udara. Namun, Jian Guozhi tidak memberinya ruang untuk bernapas. Dengan tatapan tajam bak kilat yang membelah cakrawala, ia mengayunkan tombaknya. Petir ungu menyambar dari ujung senjata itu, melesat turun seperti hujan kematian, menghantam tanah dengan ledakan yang mengguncang bumi.Kui Long merasakan aliran listrik yang menyengat di kulitnya, tetapi ia tetap teguh. Dengan satu gerakan cepat, ia mengayunkan Pusaka Dewa Petir. Aura biru menyala dari bilah senjata itu, membentuk perisai energi yang berputar liar mengelilinginya. Hujan petir menabrak perisai itu, menimbulkan letupan beruntun yang menggema ke seluruh dataran, menyilaukan langit malam dengan kilatan api biru dan ungu."Kau kuat, Jian Guozhi," ujar Kui Long dengan nada penuh tantangan. Napasnya sedikit memburu, tetapi matanya tetap bersinar dengan percaya diri. "Tapi kekuatan petirmu tidak akan cukup untuk menjatuhkanku."Jian Guozhi menye
Langit di atas dataran tandus Negeri Dewa menghitam seketika, seolah malam telah melahap siang tanpa peringatan. Awan-awan tebal menggulung, membentuk pusaran yang mengerikan di angkasa, sementara kilatan petir ungu merobek kegelapan dengan cahaya menyilaukan. Suara gemuruhnya menggema, bergetar di udara seperti peringatan ilahi bagi siapa saja yang berani menantang kekuatan tertinggi. Kui Long berdiri tegap di tepi tebing curam. Pusaka Dewa Petir di tangannya bergetar hebat, seakan bereaksi terhadap energi dahsyat yang baru saja menyelimuti tempat itu. Angin kencang menerpa wajahnya, membawa aroma udara yang pekat dan menusuk hidung. Di belakangnya, Song Lien Hwa berdiri dengan tatapan tajam, tombak emasnya berkilauan samar di tengah gelap yang merayap.Fenomena alam ini seakan menunjukkan adanya kekuatan Dewa yang mengendalikannya. Dari balik kabut pekat yang melayang di atas tanah, sesosok bayangan perlahan muncul. Langkah-langkahnya mantap, setiap gerakannya membawa aura mendomi
Guntur menggelegar di langit kelam, menciptakan gema yang mengguncang udara. Angin bertiup kencang, membawa debu dan serpihan batu beterbangan di antara reruntuhan benteng. Lao Shi adalah yang pertama bergerak. Otot-otot lengannya menegang saat ia mengangkat palu raksasanya tinggi ke udara, wajahnya penuh tekad. Dengan raungan menggema, ia menghantam tanah sekuat tenaga. "Haaah!" Tanah bergetar dahsyat. Retakan-retakan besar terbentuk, dan dari dalamnya, gelombang batu runcing bermunculan, melesat seperti tombak yang diarahkan tepat ke tubuh Kui Long. Namun, pria itu hanya menyeringai tipis. Dengan satu ayunan tombaknya yang berselimut petir, batu-batu itu hancur seketika menjadi serpihan kecil yang beterbangan di udara, menghilang dalam kilatan cahaya. Dari sisi lain, Qiang Chen tidak tinggal diam. Ia menggenggam guci berukir naga dengan erat, lalu menuangkan isinya ke tanah. Air yang keluar berpendar kebiruan, berputar dan membentuk sesosok naga raksasa yang berkelebat ke arah Ku
Langit di atas Benteng Gunung Langit terbakar merah, seolah api dari dunia lain tengah mengamuk di cakrawala. Kabut tipis yang bergelayut di puncak gunung berputar pelan, seperti tarian hantu yang menyambut malapetaka. Hawa di tempat itu berubah; lebih berat, lebih suram, seolah alam pun menahan napas di hadapan sesuatu yang tak terelakkan.Kui Long berdiri di tepi tebing, jubahnya yang hitam keunguan berkibar diterpa angin yang mengandung jejak petir. Dari keempat penjuru, ia bisa merasakan tekanan energi yang mendekat, masing-masing membawa kekuatan yang mampu menghancurkan dunia. Udara dipenuhi dengan getaran aneh, seolah tanah sendiri gentar menyambut kedatangan mereka."Dewa Tanah Lao Shi, Dewa Air Qiang Chen, Dewa Es Chao Duyi, dan Dewa Naga Jiao Long." Suara Kui Long rendah, tapi penuh kepastian. Matanya yang tajam berkilat menembus kegelapan, menangkap bayangan samar yang mulai muncul dari gerbang besar benteng. "Mereka akhirnya datang."Di sisinya, Song Lien Hwa menggenggam t
Langit di atas Kota Nirvana memancarkan warna ungu tua, pertanda senja telah tiba. Di atas menara tertinggi kota, Kui Long berdiri mengamati hamparan luas cakrawala, tubuhnya berselimut kilatan petir samar yang menyisakan keheningan tegang di udara. Luka-luka di tubuhnya belum sepenuhnya sembuh setelah pertarungan melawan Han Zhu, namun tatapan matanya tetap penuh dengan tekad.Song Lien Hwa berdiri di belakangnya, diam namun waspada. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi jemarinya yang dengan lembut menggenggam gagang tombak menunjukkan bahwa ia bersiap untuk apa pun yang akan datang.Angin dingin berembus, membawa aroma darah dan asap dari reruntuhan yang masih mengepul di Kota Nirvana. Suara gemerisik langkah kaki membuyarkan keheningan. Dari bawah, seorang pria tua berjubah abu-abu muncul, membawa kabar buruk yang segera mengubah atmosfer menjadi tegang."Kui Long," katanya dengan suara rendah, penuh kecemasan. "Han Zhu mungkin telah kalah, tetapi Enam Dewa Langit lainnya kini berku
Kota Nirvana berdiri megah di puncak dataran tinggi, dihiasi menara-menara emas yang memancarkan cahaya keemasan di bawah langit senja. Namun, di balik keindahannya, suasana mencekam menyelimuti seluruh kota. Penduduk setempat telah mendengar desas-desus bahwa salah satu Dewa dari Tujuh Dewa Langit, Han Zhu, telah tiba di kota tersebut. Kedatangannya bukan tanpa alasan—ia datang untuk memburu Dewa Iblis Gerbang Neraka, sosok yang kini dikenal sebagai Kui Long.Kui Long berdiri di tengah alun-alun kota yang kini kosong, hanya ditemani oleh Song Lien Hwa yang bersiap siaga di sisinya. Angin berhembus pelan, membawa aroma kematian yang samar. Di hadapan mereka, sosok Han Zhu melayang anggun, tubuhnya diselimuti nyala api emas yang berderak seperti lautan magma."Dewa Iblis Gerbang Neraka," suara Han Zhu menggema, berat namun penuh ketenangan yang mematikan. "Aku telah mencarimu selama bertahun-tahun. Akhirnya, kita bertemu. Hari ini, aku akan menuntaskan tanggung jawabku sebagai salah sa
Hei Mo berdiri di atas reruntuhan kuil tua, matanya menyala dengan kebencian yang mendidih. Ia menyadari bahwa Kui Long bukan lawan sembarangan—serangan biasa tak akan cukup untuk menjatuhkannya. Nafasnya menghangatkan udara dingin di sekelilingnya saat ia mengangkat kedua tangannya perlahan, menciptakan bayangan yang merayap dari kegelapan malam. Bayangan-bayangan itu menggumpal, berubah menjadi monster iblis berwujud mengerikan. Mata mereka menyala merah seperti bara api, dan cakar besar mereka berkilauan, dipenuhi aura kematian yang menyengat seperti racun. "Kui Long, kau tidak akan mampu melawan ini semua!" Hei Mo berseru, suaranya menggema di antara puing-puing. Angin berdesir kencang, membawa aroma besi yang pekat—bau darah dari pertempuran sebelumnya. Namun, Kui Long tetap tegap. Ia memutar Pusaka Dewa Petir di tangannya, dan dari senjata itu, energi listrik mulai mengalir deras, menari-nari di udara seperti ular-ular cahaya yang berdesis marah. Langit di atas mereka bergetar
Cahaya bulan yang biasanya menerangi Kota Nirvana kini tampak meredup, seolah-olah ditelan kabut hitam yang merambat perlahan dari tubuh Hei Mo. Udara yang tadinya sejuk mendadak terasa berat, dipenuhi aroma besi dan tanah lembap. Sosok berjubah hitam itu melangkah maju, dan dengan setiap langkahnya, bayangan seakan menggeliat, hidup, dan menyebar seperti tinta dalam air. Senyumnya merekah, namun bukan kehangatan yang terpancar darinya, melainkan kegelapan yang mencekam. Sepasang matanya berkilat seperti bara api yang tertutup abu hitam, penuh dengan rasa percaya diri yang mengerikan. "Kui Long," suaranya bergema, dalam dan dingin seperti angin yang berembus dari lorong-lorong kematian. "Kau bisa mencoba melarikan diri dari masa lalu, tapi bayang-bayang kegelapanmu akan selalu menemukanmu. Hari ini, aku akan mengingatkanmu siapa kau sebenarnya!" Kui Long berdiri tegak, tidak ada keraguan sedikit pun dalam posturnya. Pusaka Dewa Petir tergenggam erat di tangannya, dan saat ia menghe