Tantangan Kedua: Ujian JiwaBegitu Kui Long melangkahkan kaki ke dalam ruangan berikutnya, suhu udara seolah turun drastis. Kehangatan sebelumnya lenyap, digantikan oleh hawa dingin yang menusuk tulang. Tidak ada kilatan petir yang menyambar, tidak ada penjaga dengan senjata terhunus. Hanya kegelapan pekat yang merayap dari segala arah, seperti jaring laba-laba yang siap membelenggu.Kemudian, dari dalam bayang-bayang yang berkelindan, suara-suara itu muncul—menggema, mengiris sanubari."Kau membiarkan kami mati, Kui Long..."Suara itu, rendah dan parau, menusuk dadanya seperti belati. Matanya membelalak ketika melihat sosok ayahnya muncul dari kegelapan, wajahnya tirus dan penuh guratan duka. Mata pria tua itu dipenuhi kesedihan yang begitu dalam, membuat jantung Kui Long berdebar keras."Kau meninggalkan kami..."Kini suara lain bergema, lebih lembut tapi tak kalah menyakitkan. Sosok ibunya muncul dengan wajah sendu, sorot matanya penuh luka. Bibirnya bergetar, seolah ingin mengatak
Raja Dewa Petir berdiri dari singgasananya dengan gerakan anggun, namun setiap langkahnya mengguncang ruang singgasana seakan seluruh dimensi tunduk padanya. Dengan tombak petir raksasa di tangannya, ia mengarahkan ujung tombak itu ke Kui Long, dan seketika, langit-langit ruangan yang penuh dengan awan gelap menyala oleh kilatan petir merah menyilaukan."Ayo, Kui Long. Tunjukkan apakah tekadmu cukup kuat untuk menanggung beban ini," ujar Raja Dewa Petir. Suaranya menggema seperti halilintar, memenuhi ruangan dengan getaran energi yang menusuk.Kui Long tidak menjawab. Sebaliknya, ia langsung melesat maju dengan kecepatan luar biasa, tombaknya bersinar dengan cahaya biru pekat. Ia menebaskan tombaknya, menciptakan gelombang petir bercampur energi kegelapan yang berputar bagaikan badai. Suara ledakan menggema, memenuhi ruangan.Namun Raja Dewa Petir hanya mengangkat tangannya. Gelombang petir Kui Long terpecah sebelum mencapai tubuhnya, seperti air yang terbagi oleh karang besar. Ia ber
"Menyerahlah, Dewa Iblis Gerbang Neraka!" teriak beberapa Immortal yang sedang mengepungnya di atas puncak pagoda di Negeri Han yang disebut Dunia Kultivator. Dewa Iblis Gerbang Neraka ini tampak tenang menghadapi puluhan Immortal yang sedang mengeroyoknya ini. Walaupun tampak kelelahan di wajahnya, namun staminanya masih kuat untuk meladeni beberapa Immortal lagi. "Aku salah apa terhadap kalian? Tiba-tiba kalian menyerangku tanpa alasan!" gerutu Dewa Iblis Gerbang Neraka ini. Tampak di bawah pagoda, ribuan mayat bergelimpangan dari berbagai tingkatan Cultivator yang berusaha melenyapkan dirinya. Semua dunia bersatu melawannya, padahal dia tidak melakukan kesalahan dan kejahatan. Hanya karena kekhawatiran yang tidak beralasan membuat lima dunia ini memusuhinya. "Tidak ada tempat lagi buatmu di Nirvana Surgawi ... kami tidak membutuhkan dirimu di sini!" kata Immortal ini sambil menyerangnya. "Aku juga tidak memilih untuk berada di semesta ini ... terlalu banyak yang ambisius di sem
Shin Kui Long alias Dewa Super Sakti alias Dewa Iblis Gerbang Neraka terkepung di puncak pagoda, lambang Kekaisaran Han. Semua jalan keluar baginya telah dikepung oleh Immortal dari dunia kultivator ini. Mereka memang tidak menyerangnya karena khawatir bernasib sama seperti Immortal lainnya yang tewas, tapi mereka tidak membiarkan Dewa Iblis Gerbang Neraka ini untuk leluasa bergerak dan meloloskan diri. Jadi Shin Kui Long benar-benar terjebak di puncak pagoda ini. Beruntung Shin Kui Long sudah mencapai tingkatan Dewa Kaisar sehingga dia bisa menahan lapar berhari-hari. Tapi dikepung terus menerus juga membuatnya jenuh dan merasa lelah di tubuhnya. Jika para Immortal ini tidak menyingkir setelah kekuatannya pulih kembali, maka dia akan melumpuhkan semua Immortal dan Kultivator ini. Tidak ada pilihan lagi untuknya selain bertarung habis-habisan dengan para Immortal ini. "Aku harap kalian menyingkir dari hadapanku! Aku tidak ingin mencelakai kalian, tapi akan kulakukan apabila diperluk
Shin Kui Long yang dikeroyok oleh Immortal dan Pendekar akhirnya tidak kuasa bertahan lagi. Betapapun dia berusaha, tetap saja jumlah Immortal dan Pendekar ini tidak berubah. Semakin lama semakin banyak saja yang mengeroyok dirinya. Mati satu tumbuh seribu. Immortal dan Pendekar tiada habisnya terus menggempur dirinya yang sudah kelelahan. Kekuatan Shin Kui Long juga terbatas, yang akhirnya membuat dirinya menderita kelelahan dan tidak sanggup bertahan lagi dari serangan Immortal dan Pendekar. Dewa Super Sakti ini akhirnya tewas di tangan Immortal Lin Feng. Tapi Shin Kui Long sudah mencapai tahap keabadian yaitu Dewa Kaisar, sehingga setelah mati dia akan inkarnasi di dunia kembali, baik dunia yang sama ataupun dunia yang berbeda. Sayangnya, kematian Shin Kui Long ini terjadi bersamaan dengan terbukanya dimensi waktu akibat fenomena alam yang tidak biasanya terjadi di dunia.. Shin Kui Long tidak terlahir baru menjadi manusia dari bayi, tapi memasuki tubuh pendekar dari dunia fan
Pertarungan besar antara Iblis Tanpa Batas dengan Zhang Sing di perbatasan antara dunia tanpa keabadian dengan Nirvana Surgawi membuat Iblis Tanpa Batas berhasil melarikan diri ke Semesta Nirvana Surgawi yang terbuka akibat ledakan besar yang ditimbulkan Zhang Sing ini.Shin Kui Long yang kembali ke Nirvana Surgawi berada di dalam tubuh Pendekar Tanpa Tanding yang sudah meninggal, sehingga kondisi tubuh yang ditempatinya ini tidak maksimal.Hanya saja, Kui Long yang kembali ke Nirvana Surgawi bukanlah dewa yang sakti lagi seperti semula, bahkan mendekati kultivator tingkat bawah juga tidak. Tubuh Kui Long di dalam tubuh Pendekar Tanpa Tanding ini sangat lemah.Seharusnya dia inkarnasi untuk mulai dari awal, bukan menumpang di tubuh manusia fana yang sudah mati.Kesalahan fatal alam semesta ini mengakibatkan dirinya menjadi lemah. Kui Long ingat dengan masa lalunya saat masih menjadi Dewa Iblis Gerbang Neraka, tapi dia tidak mengingat tindakannya yang kejam saat menjadi Iblis Tanpa Bat
"Bagaimana dengan Dewa Iblis Gerbang Neraka, Nona? Apa dia tewas dalam pertempuran akbar ini?" tanya Kui Long."Kamu ini banyak bertanya tentang kejadian di Pagoda ini. Apa kamu ini kerabat dari Dewa Iblis Gerbang Neraka?" tanya Immortal Qian Ling penuh rasa curiga."Aku hanya penasaran dengan Ahli Bela Diri Terhebat ini ... kenapa bisa tewas oleh Immortal dan Pendekar Saja! Begitulah rumor yang kudengar, Nona!' ujar Kui Long."Ribuan Immortal dan Kultivator tewas dalam usaha melenyapkan Dewa Iblis Gerbang Neraka ini, jadi perbuatan dia tidak bisa dibenarkan!""Kenapa Dewa Iblis Gerbang Neraka sampai tega membantai ribuan Immortal dan Kultivator ini?" tanya Kui Long.Sekarang Kui Long bebas bertanya kepada Immortal Qian Ling yang tidak mengenalinya."Dewa Iblis Gerbang Neraka telah dituduh melakukan kejahatan sehingga Kaisar Han memerintahkan seluruh Immortal dan Kultivator melenyapkan dia dari Dunia Kultivator!""Kejahatan seperti apa yang telah dilakukannya?" tanya Kui Long.Qian Li
"Kami tahu kalau kamu di dalam! Keluar sekarang maka kami akan mengampunimu!' seru anak-anak muda ini.Belum pernah Kui Long merasa terpojok seperti ini, apalagi oleh anak-anak muda yang paling tinggi hanya mencapai ranah manusia saja.Sekali kibas saja dia akan merobohkan mereka semua di masa lalu, tapi di masa kini dia hanyalah pecundang yang tidak punya kemampuan apa-apa.'Gembel! Kesabaran kami sudah habis terhadapmu! Keluar sekarang atau kami akan mencarimu sampai dapat!""Aku tidak boleh mati lagi. Aku harus mencari tubuh asliku yang disimpan Kaisar Qing! Kalau masih belum lama, aku bisa hidup kembali menjadi Shin Kui Long dengan kemampuan di atas semua Immortal yang ada."Sekarang, Kui Long harus memeras otak untuk keluar dari tempat persembunyiannya ini tanpa ketahuan oleh anak-anak muda kejam yang hendak memukulinya sampai mati hanya karena penampilannya menyedihkan dan tidak mirip kultivator sama sekali?"Kamu tidak akan bisa bersembunyi dari kami, gembel!" Cepat keluar atau
Raja Dewa Petir berdiri dari singgasananya dengan gerakan anggun, namun setiap langkahnya mengguncang ruang singgasana seakan seluruh dimensi tunduk padanya. Dengan tombak petir raksasa di tangannya, ia mengarahkan ujung tombak itu ke Kui Long, dan seketika, langit-langit ruangan yang penuh dengan awan gelap menyala oleh kilatan petir merah menyilaukan."Ayo, Kui Long. Tunjukkan apakah tekadmu cukup kuat untuk menanggung beban ini," ujar Raja Dewa Petir. Suaranya menggema seperti halilintar, memenuhi ruangan dengan getaran energi yang menusuk.Kui Long tidak menjawab. Sebaliknya, ia langsung melesat maju dengan kecepatan luar biasa, tombaknya bersinar dengan cahaya biru pekat. Ia menebaskan tombaknya, menciptakan gelombang petir bercampur energi kegelapan yang berputar bagaikan badai. Suara ledakan menggema, memenuhi ruangan.Namun Raja Dewa Petir hanya mengangkat tangannya. Gelombang petir Kui Long terpecah sebelum mencapai tubuhnya, seperti air yang terbagi oleh karang besar. Ia ber
Tantangan Kedua: Ujian JiwaBegitu Kui Long melangkahkan kaki ke dalam ruangan berikutnya, suhu udara seolah turun drastis. Kehangatan sebelumnya lenyap, digantikan oleh hawa dingin yang menusuk tulang. Tidak ada kilatan petir yang menyambar, tidak ada penjaga dengan senjata terhunus. Hanya kegelapan pekat yang merayap dari segala arah, seperti jaring laba-laba yang siap membelenggu.Kemudian, dari dalam bayang-bayang yang berkelindan, suara-suara itu muncul—menggema, mengiris sanubari."Kau membiarkan kami mati, Kui Long..."Suara itu, rendah dan parau, menusuk dadanya seperti belati. Matanya membelalak ketika melihat sosok ayahnya muncul dari kegelapan, wajahnya tirus dan penuh guratan duka. Mata pria tua itu dipenuhi kesedihan yang begitu dalam, membuat jantung Kui Long berdebar keras."Kau meninggalkan kami..."Kini suara lain bergema, lebih lembut tapi tak kalah menyakitkan. Sosok ibunya muncul dengan wajah sendu, sorot matanya penuh luka. Bibirnya bergetar, seolah ingin mengatak
Pintu istana raksasa itu menjulang megah di hadapan Kui Long, seperti gerbang ke dunia lain yang tersembunyi dalam mitos. Relief emas di permukaannya dipenuhi ukiran petir yang tampak hidup, membentuk siluet naga-naga kecil yang berkelok-kelok di antara kilauan cahaya yang terpantul dari permukaannya. Setiap guratan di pintu itu seolah berdenyut, seakan-akan menunggu kehadiran seseorang yang cukup layak untuk melewatinya.Kui Long melangkah mendekat, dan begitu ujung kakinya menyentuh ambang batu hitam, tombak di tangannya bergetar hebat. Pancaran cahaya biru dari pusaka itu semakin terang, membentuk pola listrik yang menjalari batangnya hingga ke ujung. Sensasi panas menjalar ke telapak tangannya, menembus hingga ke tulang, memacu aliran darahnya dengan semangat yang liar. Tiba-tiba, suara Shen Wu Tian bergema di benaknya, suaranya dalam dan penuh wibawa."Untuk memasuki istana ini, kau harus membuktikan kelayakanmu, Kui Long. Ada tiga tantangan yang menunggu. Setiap ujian akan mengu
Kui Long menoleh dengan cepat, dan benar saja, sosok transparan Shen Wu Tian muncul di atas altar. Namun kali ini, auranya lebih gelap, lebih dingin. Ada sesuatu yang berbeda."Shen Wu Tian? Kau belum sepenuhnya hilang?" tanya Kui Long, tombaknya terangkat, siap menghadapi kemungkinan terburuk.Shen Wu Tian tersenyum tipis. "Aku adalah bagian dari pusaka ini, Kui Long. Selama kau memegangnya, aku tidak akan pernah benar-benar menghilang. Namun, kau harus tahu satu hal penting. Pusaka ini bukanlah tujuan akhir."Kui Long mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Pintu di depanmu itu adalah kunci menuju rahasia sejati dari Pusaka Dewa Petir," jelas Shen Wu Tian. "Tapi aku harus memperingatkanmu. Begitu kau melewatinya, tidak ada jalan untuk kembali. Dan dunia yang kau kenal akan berubah selamanya."Sebelum Kui Long bisa menjawab, suara langkah berat terdengar dari belakang. Ia berbalik dan melihat para petinggi sekte yang berhasil menyusulnya. Zhao Tianfang Mu Qingxue, dan Han Jue tiba hampi
Kilatan petir membelah langit kelam di atas Hutan Seribu Petir, menyingkap sekilas kekacauan yang melanda medan pertempuran. Suara gemuruhnya mengguncang bumi, membuat dedaunan yang basah oleh hujan bergetar ketakutan. Kui Long berdiri di tengah lingkaran, napasnya memburu, tubuhnya bersimbah darah—sebagian miliknya, sebagian lagi bukan. Tombak Dewa Petir dalam genggamannya berpendar seperti bintang yang bersinar sendirian di tengah malam tergelap. Mata Kui Long masih menyala dengan api perjuangan yang tak kunjung padam, meski tubuhnya kian terbebani luka.Di sekelilingnya, para kultivator dari Sekte Langit Mentari dan Sekte Teratai Ungu terus saling serang, suara logam beradu berpadu dengan jeritan perih. Sementara itu, di balik bayangan yang bergerak cepat, para kultivator dari Sekte Bayangan Naga merayap di kegelapan, mencoba mencuri pusaka tanpa menarik perhatian. Aroma besi dari darah bercampur dengan udara yang penuh listrik, menciptakan suasana yang membuat bulu kuduk meremang.
Kilatan petir membelah langit, menggetarkan udara dengan suara gemuruh yang menggetarkan dada. Hutan Seribu Petir bersinar dalam cahaya biru dan ungu, menciptakan bayangan bergerak di antara pepohonan yang hitam legam akibat terbakar petir berkali-kali. Udara di sekitar begitu tebal dengan energi listrik hingga bulu kuduk berdiri, dan setiap tarikan napas terasa seperti menyedot api ke dalam paru-paru. Kui Long berdiri di atas batu besar, matanya tajam menatap ke kedalaman hutan yang penuh kilatan cahaya. Di tangannya, tombak pusaka itu bergetar halus, seolah hidup dan merespons setiap guntur yang meledak di angkasa. Ia menggerakkan jari-jarinya di sepanjang gagang tombak, merasakan aliran energi yang mendesir di dalamnya. "Semakin kita melangkah ke dalam, semakin kuat tarikan pusaka ini," gumamnya, suaranya serak oleh udara yang dipenuhi listrik. Di sampingnya, Song Lien Hwa mengangkat kepala, mata elangnya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan. "Aku tidak suka perasaan ini,"
Malam semakin larut, dan angin dingin berembus menerpa puncak-puncak berbatu di Negeri Song. Di langit yang kelam, awan petir menggantung berat, seolah menahan kilatan cahaya yang siap meledak kapan saja. Aroma tanah basah bercampur dengan kepekatan malam, sementara di dataran tinggi Lembah Petir, dua sosok berdiri di bawah sinar rembulan yang meredup.Kui Long merasakan riak energi dari pusaka yang tergenggam di tangannya—sebuah kehadiran yang berdenyut, nyaris hidup, seakan menuntut untuk dilepaskan. Song Lien Hwa berdiri tak jauh darinya, mata elangnya mengamati cakrawala. Keduanya menyadari bahwa mereka bukan satu-satunya yang merasakan keberadaan pusaka itu. Sekte-sekte besar Negeri Song telah lama mengintai, dan kini, saat senjata legendaris itu kembali ke dunia, badai baru tak terelakkan.Di puncak tertinggi, aula megah Sekte Langit Mentari memancarkan cahaya keemasan dari lentera-lentera besar yang tergantung di balok kayu raksasa. Ruangan itu luas, namun udara di dalamnya ter
Angin malam menampar wajah Kui Long saat ia berdiri di tepi jurang. Pusaka Dewa Petir di tangannya berdenyut pelan, seolah menyesuaikan dengan ritme jantungnya. Kilatan petir yang jauh di cakrawala tampak seperti pandangan penuh amarah dari langit yang gelisah, namun Kui Long hanya mendengus kecil, merasakan energi yang bergolak di dalam tubuhnya.Song Lien Hwa berdiri di belakangnya, matanya penuh kecemasan. "Kui Long," panggilnya dengan suara berat, "kau sadar kan, kekuatan itu tidak hanya memberi. Ia juga akan menuntut sesuatu darimu."Kui Long tidak segera menjawab. Ia mengangkat tombak itu, memperhatikan kilau biru yang bergerak seperti aliran sungai, hidup dan bertenaga. "Kalau memang menuntut, biarkan dia menuntut," gumamnya pelan, namun penuh tekad. Ia memutar tubuh, menatap Song Lien Hwa dengan senyum yang tidak sepenuhnya santai. "Tapi aku yang akan memutuskan apa yang layak diberikan."Sebelum Song Lien Hwa sempat membalas, bumi di bawah kaki mereka bergetar hebat. Sebuah g
Petir biru memancar lembut dari Pusaka Dewa Petir, seperti napas kehidupan yang baru saja dibangkitkan. Namun, aroma pekat masih tersisa di udara, bercampur dengan bau debu dan batu yang hancur. Kui Long menarik napas dalam-dalam, dadanya naik turun seiring adrenalin yang perlahan memudar. Jemarinya sedikit gemetar saat ia menggenggam erat gagang tombak itu. Sentuhan logam dingin terasa seperti bara panas, menyengat kulitnya dengan denyut energi yang seolah menuntut penyesuaian segera.Song Lien Hwa berdiri tak jauh darinya, rambut panjangnya yang hitam legam berantakan, sebagian menempel di wajahnya yang berkeringat. Napasnya berat, tapi ia tetap tegak, tatapannya tak beralih dari Kui Long. "Energi petir itu..." suaranya pelan, hampir berbisik, namun penuh makna, "...ia bukan sekadar kekuatan. Itu adalah keinginan langit yang tak dapat kau tolak."Kui Long mengalihkan pandangannya ke Song Lien Hwa, matanya yang keemasan bersinar lembut, tapi di balik itu ada badai emosi yang berkecam