DOR
Cipratan darah mengenai wajah Cologne. Dengan tubuh bergetar hebat, Cologne mencoba untuk menatap ke arah depan."Tidak ... tidak ... mungkin .... " Cologne langsung terjatuh begitu mendapati sahabatnya telah merengang nyawa di depan matanya.Cologne yang masih belum bisa menerima kematian sahabatnya terus mengguncang-guncang tubuh sahabatnya tersebut. "HEILIGE POTSDAM! BANGUN … BANGUN … BANGUN!" raungnya. Dia terus mencoba membangunkan sahabatnya yang telah tiada tersebut."Mau dibangunkan, berapa kali pun juga dia tidak akan pernah bangun," bisik seseorang di telinga Cologne.Cologne langsung merinding. Begitu ia mendengarkan suara bisikan tersebut."Lihatlah sahabatmu sudah meninggal dan semua itu berkat ulahmu, kau harus menebusnya," ujar suara misterius itu terdengar semakin nyaring.Cologne yang merasa ketakutan sekaligus kacau benar-benar merasa frustasi. Pada akhirnya dia hanya bisa, meneriaki suara misterius tersebut, "Siapa kau? Keluarlah sekarang juga!" teriak Cologne.Setelah Cologne berteriak. Tiba-tiba saja, muncul sosok ular raksasa dengan sayap seperti seekor naga.Cologne ketakutan setengah mati begitu ia melihat sosok dari suara misterius tersebut."Tidak ingin melarikan diri?" goda monster tersebut sembari menyeringai lebar.Cologne tidak tahu harus berbuat apa. Pada akhirnya ia memutuskan untuk membawa tubuh Heilige bersamanya. Dan ketika, ia akan mencoba membawa tubuh sahabatnya tersebut. Cologne amat terkejut, begitu mendapati tubuh Heilige, kini hanya tersisa bagian tengkoraknya saja."Heiligeeee!" jerit Cologne lemas. Kini semua tenaganya telah lenyap begitu saja, ketika mendapati tubuh sahabatnya tersebut hanya tersisa tulang-belulang saja.Monster itu tertawa puas. Dia lalu turun ke bawah, menapakkan kakinya yang mirip seperti kaki milik manusia normal pada umumnya."Neraka sudah menunggumu. Ikutlah bersama denganku ke neraka!" Monster itu kemudian menangkap Cologne sekaligus mencekiknya dengan menggunakan ekor miliknya.Cologne tidak bisa bergerak dan hanya bisa pasrah. Sebentar lagi, monster itu benar-benar akan membawa jiwanya ke neraka.***"Hei, Manusia Sialan cepat bangun!" sosok bayangan hitam itu melayang-layang di atas tubuh Cologne.Tidak ada balasan dan tampaknya pemuda bernama Cologne itu masih belum terbangun juga. Bahkan laki-laki itu terus meracau tidak jelas dalam tidurnya."Cih. Pantas saja manusia, mudah sekali terkena godaan 'Si Pemalas' itu." Bayangan itu menjentikkan jarinya sekali. Dan tiba-tiba saja muncul kobaran api, membakar selimut milik Cologne."Verdammt, du Teufel!" umpat Cologne. Dia langsung bangun dan melemparkan selimutnya ke sembarang arah."Bangun juga akhirnya, kau pemalas," ujar Bayangan tersebut dengan lega.Cologne menunjukkan jari tengahnya, pada bayangan tersebut. "Kau ingin membangunkanku di neraka! Itu maksudmu, bukan?" Cologne kemudian mengambil selimutnya. Selimut itu tidak benar-benar terbakar. Namun efek panas dan kobaran tadi bukanlah ilusi semata karena dirinya bisa benar-benar merasakan sensasi panas terbakar oleh api."Kalau kau berpikiran seperti itu, aku benar-benar senang. Tapi untuk sementara, aku akan menahan diri." Bayangan tersebut kemudian terbang melewati Cologne. Lalu ia membuka pintu kamar Cologne.Cologne yang melihat aksinya itu, lalu lantas berkata seperti ini padanya, "Cih, makhluk halus sepertimu bisa-bisanya membuka pintu," ledek Cologne.Bayangan itu tampak acuh saja. Dia lalu mendorong tubuh Cologne untuk segera keluar dari kamarnya. "Cepat siapkan sarapan untukku!" perintahnya.Cologne mendecak sebal, "Ck. Pakai saja sihirmu itu!" Dia menunjuk ke arah bayangan tersebut dengan perasaan kesal sekaligus tidak terima.Bayangan itu berputar-putar, lalu mendarat tepat di hadapan Cologne. "Dagingmu itu tampaknya terlihat enak juga, meskipun aku lebih suka menyantap jiwa manusia tapi tampaknya, aku sama sekali tidak bisa membiarkan daging sedap sepertimu untuk tetap terus mengoceh di depanku."Cologne menelan air liurnya sendiri dengan paksa. Ia lalu berbalik dan segera pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Melihat Cologne telah pergi. Bayangan tersebut tertawa puas, "Hahaha … senang sekali rasanya, mengerjai Manusia Sialan itu, hahahaha .... " Setelah puas mentertawakan Cologne, bayangan tersebut lantas menghilang begitu saja.***Di Ruang Makan
“Begini-begini juga, aku itu sangat membantumu rupanya,” ujar Bayangan itu sembari melayang-layang di depan mata Cologne. Dia memainkan sebuah apel busuk di tangannya.“Kau selalu membuatku merasa rugi,” keluh Cologne sembari mengoleskan mentega ke atas roti tawar miliknya.“Rugi? Kenapa? Hei aku sudah berbaik hati, mau membantumu,” katanya tidak merasa bersalah sama sekali. Bayangan itu masih melayang-layang di atas sana dan sesekali tersenyum nakal. Dia sama sekali tidak mau memikirkan, mengenai kesulitan yang dialami oleh lawan bicaranya tersebut.BRUAK“Inilah alasan mengapa aku tidak mau, bernegosiasi dengan iblis! Kepalaku itu hampir pecah karena ulahmu!” Pria itu benar-benar merasa marah. Dia mengomel sembari mengacung-acungkan pisau roti miliknya.“Santai saja. Hei, kau terlalu berlebihan! Buktinya kepalamu tidak bocor.” Bayangan itu tampak santai dan tidak mempermasalahkan kejadian tempo hari.Mendengar ucapan lawan bicaranya seperti itu, benar-benar membuat Cologne naik pitam. “Kau buta?! Lihat kepalaku ini!” tunjuk Cologne ke arah kepalanya sendiri yang kini tengah terbalut dengan perban.“Santai … toh buktinya, kau tidak mati juga.” Bayangan itu kemudian, merubah apel busuk yang berada di tangannya menjadi segar kembali. Setelah merubah apel itu menjadi segar kembali, ia lalu memakannya dengan sangat lahap.“Cih dasar, makhluk asal neraka,” sarkas Cologne. Setelah melontarkan bahasa sarkasnya Cologne melirik sebentar ke arah bayangan. “Hei Pembuat Onar! Sebaiknya aku memanggilmu dengan nama panggilan apa?” Cologne merasa penasaran dengan panggilan apa yang bisa ia berikan untuk bayangan yang merupakan jelmaan iblis di depannya saat ini. Lagi pula sudah tidak terasa ia tinggal bersama iblis ini selama dua minggu lebih. Dan sampai sekarang juga, dirinya tidak pernah memanggil dengan jelas nama dari si iblis.Bayangan itu memandang datar ke arah manusia yang tengah bertanya nama panggilan dirinya tersebut. “Panggil saja aku Berlin,” katanya dengan acuh.Cologne mengerutkan dahinya. “Kenapa, kau memilih nama seperti itu? Seharusnya kau bisa, menggunakan nama yang lebih merujuk pada eksistensimu saat ini. Kau bisa menggunakan panggilan seperti Lucifer, Devil, atau semacamnya?""Karena sekarang aku tinggal di Jerman. Dan kebetulan juga sekarang aku tinggal di Berlin. Jadi aku mau, kau memanggilku dengan nama panggilan Berlin," ucap iblis itu santai.Cologne benar-benar tidak menyangka, bahwa iblis memiliki pemikiran seperti itu. Dia pikir, iblis yang satu ini akan menamai dirinya dengan nama yang sangat menyeramkan. Namun yang ia dapatkan malah justru kebalikannya. Apakah iblis yang satu ini adalah tipekal iblis yang tidak mau repot atau semacamnya Cologne benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirnya yang terkesan sederhana tersebut. Dengan malas dirinya menatap ke arah iblis tersebut. "Terserah kau saja," ujarnya malas. Cologne kemudian menyodorkan sepiring Pretzel untuk Berlin. "Makanlah ini, aku lihat kau sangat menyukai kue ini bukan?" katanya menawarkan kue tersebut pada Berlin.Berlin tersenyum senang. Memang benar bahwa kue ini merupakan kue terenak yang pernah ia santap karena itu ia terlihat sangat gembira. "Hei manusia, ternyata kaum kalian juga cukup pandai untuk membuat makanan dengan rasa yang pas untuk iblis," puji Berlin kesenangan mendapatkan Pretzel dari Cologne.“Bukankah biasanya makhluk seperti kalian, tidak bisa menyantap makanan buatan manusia?” tanya Cologne yang merasa heran melihat Berlin menyukai makanan buatan manusia.“Kau hanya dipengaruhi oleh cerita novel. Kami ini pemakan segalanya, bahkan kami bisa memakan satu sama lain,” jelas Berlin.Cologne melirik ngeri ke arah Berlin.Berlin yang mengerti maksud lirikan mata dari Cologne langsung mengoceh, “Kenapa baru merasa takut sekarang? Bukankah sebelumnya kau tampak meremehkan diriku?” cibirnya.Cologne mendesah menatap Berlin dengan datar kemudian membalas cibirannya, “Sejak awal kehadiranmu itu sangat tidak kuharapkan,” keluhnya kecewa. Setelah mengeluh ia kembali fokus pada menu sarapannya.“Dan dari awal juga aku sangat tidak ingin bertemu dengan manusia bodoh sepertimu!” kata Berlin tidak mau kalah juga. Iblis itu kemudian merampas roti dari piring Cologne dan membua
Setelah mengobrol hampir selama dua jam, Cologne ingin pamit untuk pulang ke rumahnya.“Ah, benar-benar sangat menyenangkan setiap kali mengobrol dengan Anda. Rasanya sedikit beban di hatiku ini telah terangkat,” ucap Cologne dengan jujur.Tuan Ash tersenyum. “Kalau begitu sering-seringlah datang kemari. Aku juga sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk mengunjungi orang tua yang kesepian ini,” kata Tuan Ash yang menyelipkan sedikit candaan di sana.“Akan aku usahakan.” Cologne bangkit berdiri dari sofa yang diikuti juga oleh Tuan Ash yang mengetahui bahwa pemuda itu sebentar lagi akan pulang. “Terima kasih, Tuan Ash untuk jamuannya. Aku akan pulang,” ucap Cologne sembari meraih jaketnya yang ia sampirkan di sofa milik Tuan Ash.Tuan Ash mengangguk dan mengantarkan pemuda tersebut sampai di depan pintu rumahnya. Namun sebelum melihat pemuda itu benar-benar p
Berlin yang mendengarkan suara tersebut langsung mendongkak. Dan setelah berhasil melihat sosok tersebut lebih jelas, Berlin merasa semakin kesal. "Kenapa baru muncul sekarang?" tanyanya ketus. Sosok tersebut yang tak lain tak bukan adalah arwah dari Heilige Potsdam atau Jo yang merupakan sahabat Cologne yang telah tiada. "Hahaha ... kau terlihat sangat frustasi hanya karena berbicara dengannya." Jo tidak bisa menahan tawanya saat mendapati Berlin terlihat begitu frustasi hanya karena menghadapi sahabatnya tersebut. "Sialan kau!" maki Berlin. Jo menghentikan tawanya lalu menatap Berlin dengan tatapan sendu khas miliknya. "Kau, apakah kau bisa menyanggupi janjimu untuk menjaga Cologne?" tanyanya dengan suara yang kecil. Tentu saja dia tahu ini merupakan pilihan buruk ketika menitipkan sahabatmu pada sesosok iblis. Berlin mendengus,
Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringa
Tidak,” jawabnya dengan singkat.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau p
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Terima kasih karena sudah membantuku,” ucap Xiao tulus. Dia benar-benar merasa beruntung bertemu dengan Cologne. “Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa kau sudah lama bekerja di sana? Maksudku mengenai agensi itu,” tanya Cologne penasaran. " ... lumayan, tapi tetap saja aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga dengan gajiku dari bekerja di sana," keluh Xiao yang anehnya "Budaya kapitalis, aku paham itu," sahut Cologne dengan cepat. Berlin bisa merasakan bagaimana, kedua manusia yang berada di dekatnya saat ini adalah contoh nyata dari budak korporat. "Tumben sekali kau tidak berkomentar?" sindir Cologne melihat Berlin hanya diam saja tidak menanggapi seperti biasanya. "Tidak tertarik untuk merendahkan suatu hal yang sudah terlihat rendah sejak semula," kata Berlin dengan santainya. Dan dia tahu kata-kata ini terlihat seperti tanggapan bagus untuk Cologne. "Lihat aku baru saja bertanya dan kau langsung menanggapinya, luar
Dan mendengar perkataan Eden, Cologne dan Berlin langsung saling memandang satu sama lain dan tampaknya keduanya memiliki pikiran yang sama. "Kenapa mulutmu tidak kami robek saja?" ucap Cologne dan Berlin serempak. Keduanya merasa setuju bahwa perkataan Eden terdengar sangat menjijikkan di telinga keduanya. "Apa aku mengatakan suatu hal yang salah?" tanya Eden yang tidak memahami situasinya saat ini. *** "Jadi apa kasus kali ini? Oh, jangan katakan aku harus menyelidiki kasus kematian kawanan anjing atau menyelamatkan anak anggota dewan dari penculikan?" cerocos Cologne dengan maksud menyindir atas kasus-kasus sebelumnya yang telah ia tangani. Eden menghela nafas kemudian menyerahkan selembar foto pada Cologne. Setelah itu dia berkata seperti ini, "Misimu kali ini adalah menyelidiki seorang wanita yang sudah cukup lama menghilang," katanya. Cologne mengambil foto tersebut dari tangan Eden. Pada awalnya, Cologne merasa tidak terlalu ter
"Tolong ... tolong ... tolong aku ...." jerit seorang wanita asing yang tengah berusaha meminta pertolongan. Wanita itu terlihat tampak kesakitan, terdapat luka di perutnya dan darah segar merembes dari sana mengotori gaun putih sederhana yang ia gunakan. Cologne yang tidak mengerti dengan keadaan yang saat ini terjadi hanya bisa diam dalam kebingungan. Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu terlihat seperti ingin meminta tolong padaku? pikir Cologne kalut. Meskipun tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada saat ini. Pemuda tersebut tetap berusaha untuk menolong wanita tersebut. Dengan cepat, Cologne berlari menuju ke arah wanita asing tersebut untuk menyelamatkannya. Namun langkahnya tersebut, harus terhenti begitu dirinya menyadari bahwa sosok wanita asing yang ingin ia selamatkan tersebut mendadak menghilang begitu saja. Kemana ... kemana ... kemana dia pergi? tanya Cologne dalam hatinya. Pemuda itu tidak habis pikir men
"Boleh kucekik lehermu?" Berlin tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang terlihat seperti taring hiu.Bukannya merasa takut, Cologne malah dengan santainya membalas seperti ini, "Kalau begitu lepaskan pakaian yang tengah kau pakai tersebut. Kau harus sadar bahwa pakaian tersebut adalah milikku," balasnya dengan acuh. Pemuda itu mencoba mengingatkan bahwa pakaian yang tengah dipakai oleh Berlin merupakan pinjaman yang berasal dari dirinya."Cih. Jujur saja pakaianmu rasanya tidak terlalu nyaman. Sayapku terasa seakan-akan mau patah hanya karena memakai pakaian sempitmu ini. Kau juga tampaknya tidak ikhlas meminjamkannya padaku," kata Berlin yang masih sempat-sempatnya melangsungkan aksi protes. Iblis itu memang tengah menggunakan pakaian hasil pinjaman dari Cologne."Aku yakin tidak akan pernah ada manusia selain aku yang mau meminjamkan pakaiannya pada sosok iblis. Ah berhentilah membahas soal pakaian dan bisakah kau jawab pertanyaanku sebelumnya!" sahut
Begitu membuka pintu rumahnya, Cologne merasa amat terkejut begitu mendapati seorang pria necis dengan jas serta kacamata hitam yang terbingkai di wajahnya berdiri di depannya.Baru saja Cologne ingin bertanya mengenai perihal identitas pria tersebut. Pria tersebut langsung mengeluarkan sayap hitamnya yang terlihat seperti sayap kelelawar namun memiliki ukuran yang sangat begitu besar. Melihat hal tersebut, Cologne langsung menyadari bahwa pria yang berada di depannya saat ini tak lain tak bukan adalah perwujudan dari sosok iblis. Dan tentu saja tak ada iblis lain yang Cologne kenal selain Berlin dalam hidupnya."BERLIN!" jerit Cologne dengan suara bak penyanyi sopran.***SREK SREK SREK"Cih, kenapa iblis itu sama sekali tidak mau membantuku!" gumam Cologne kesal.Cologne sendiri sibuk menyiapkan makan malam sementara Berlin sibuk memainkan konsol permainan miliknya di ruang keluarga.Satu Jam BerlaluCologne telah menyelesaik
“Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK