Di Dalam Mobil Penculik
Cologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren,” keluhnya.“Sialan kau tidak perlu berkata seperti itu!” geram Cologne sembari menunjukkan jari tengahnya ke udara.Pemuda itu masih belum menyadari bahwa rem dari mobil yang ia kendarai sudah blong.“Kakak perhatikan di depanmu!” teriak anak kecil yang menjadi korban dari Si Penculik.Cologne terkejut begitu mendapati anak kecil tersebut rupanya tidak pingsan. Dan ditambah pula ia berteriak dan mencoba memperingatkan dirinya.GREK GREK GREKBerkali-kali Cologne mencoba untuk menarik rem yang sudah tidak berfungsi tersebut secara paksa.“Sial!” desisnya hampir putus asa.“Tidak berniat meminta bantuan dariku lagi?” Berlin berbisik di telinga Cologne.“Tidak sama sekali. Sudah lebih dari cukup kau membantuku!” jawab Cologne dengan tenang namun terdengar sangat tegas.“Kau bisa mati, aku sedang mencoba memperingatkan dirimu,” tegur Berlin.“Dan aku tidak membutuhkan bantuanmu itu!” balas Cologne penuh dengan rasa percaya diri. Meskipun usahanya gagal untuk menghentikan mobil pemuda tersebut masih belum ingin menyerah. Hal itu dibuktikan dengan dirinya yang memilih untuk menabrakan mobil yang tidak bisa dikendalikan tersebut ke arah pohon. Cara ekstrim yang ia lakukan tersebut sangat berpotensi membahayakan dirinya serta penumpang lainnya.“Huft ... ah .... ” Pemuda tersebut membuang nafas lega begitu mendapati dirinya serta anak kecil yang ia coba selamatkan masih dalam keadaan baik-baik saja.Mobil yang ia kendarai kini telah hancur bagian depannya akibat menabrak sebuah pohon besar di depan. Setelah mencoba membanting stir dan mengarahkan mobilnya dengan sengaja kea rah pohon, Cologne berhasil mengentikan laju mobilnya secara paksa.“Hiks … hiks … hiks … kupikir… aku … tidak … akan … pernah … bisa … bertemu … Mama … lagi … hiks …. ” Anak kecil itu menangis ketakutan. Tentu saja dirinya pasti sempat berpikir akan mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan sama sekali. Bocah itu bisa saja mengira dalam beberapa hitungan menit sebelumnya dirinya akan masuk ke dalam rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri.“Ah. Tenang-tenang kau sudah aman sekarang. Sebentar lagi kau bisa bertemu dengan Ibumu,” kata Cologne sembari memeluk anak kecil tersebut dengan erat. Dia mencoba untuk menenangkan bocah itu. Tentu saja kejadian seperti ini pasti membuatnya merasa syok.“Wow, bisa-bisanya kau melakukan hal berbahaya seperti itu tadi. Hm, meskipun aku merasa sedikit kecewa karena jiwamu tidak jadi dijemput oleh malaikat kematian. Padahal aku sudah tidak sabar melihatmu masuk ke neraka,” oceh Berlin dengan seenaknya. Iblis itu tampak santai dan tidak terlalu mempedulikan peristiwa mengerikan yang baru saja dialami oleh Cologne.“Diam kau!” gertak Cologne frustasi. Oh pemuda itu benar-benar malang seharian ini ia telah berurusan dengan berbagai macam hal menyebalkan yang disebabkan oleh iblis bernama Berlin tersebut.Anak kecil yang melihat Cologne tampak berbicara seorang diri langsung menegur pemuda tersebut dengan ragu, “Kenapa, Kakak berbicara sendiri?” tanya anak itu dengan polosnya.Cologne yang menyadari tingkah lakunya mulai dicurigai oleh anak kecil langsung berpura-pura tidak mengetahui hal tersebut. “Ah tidak hm, Kakak hanya sedang mencoba berbicara dengan diri Kakak sendiri. Tenang saja, kau tidak perlu terlalu memikirkan hal itu,” ujarnya berusaha menutupi.Anak itu mengangguk dan masih mengeratkan pelukannya di tubuh Cologne.Cologne menghela nafas dia melirik ke arah Berlin dan mendapati iblis itu mencoba untuk membuatnya kembali merasa kesal. Dan hampir saja terpancing, Cologne kembali teringat akan ponselnya dan dia harus segera menghubungi Eden serta beberapa rekan polisi lainnya untuk mendatangi tempatnya. Lagi pula dia sadar betul bahwa pelaku penculikan masih berada di dalam satu mobil yang sama dengannya meski dalam keadaan tidak sadarkan diri.***“Kau baik-baik saja?” tanya Eden memastikan keadaan juniornya tersebut.
“Tidak,” jawab Cologne singkat.Setelah memanggil Eden serta beberapa rekan polisinya, Cologne mendapat bala bantuan datang dengan sangat begitu cepat. Bersyukurlah polisi sudah menangkap Si Penculik dan mengamankan korban.“Mau pulang bersamaku?” tawar Eden merasa tidak enak pada juniornya tersebut. Seharusnya laki-laki itu bisa saja marah atas perilaku tidak sopan yang telah diberikan oleh Cologne pada dirinya sebelumnya. Namun mengingat, Cologne sudah berhasil menyelesaikan tugasnya dengan benar maka laki-laki pemaaf itu lebih memilih untuk melupakan rasa kekesalannya itu sebelumnya.“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,” tolaknya. Pemuda itu diam-diam merasa tidak nyaman jika dirinya berdekatan terlalu lama dengan seniornya tersebut. Ditambah pula aksi kurang ajarnya sebelumnya berhasil membuat perasaannya semakin tidak nyaman.Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***
Halte Bis
Setelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.“Diamlah. Sudah kubilang aku tidak sudi menerima bantuan dari makhluk kotor sepertimu!” ketus Cologne.“Dasar bodoh!” Berlin dengan sengaja mendorong tubuh Cologne dan membuat pemuda tersebut terjatuh ke samping mengenai bahu seorang pria bertubuh kekar dengan banyak tato di lengannya.Cologne melotot tajam ke arah Berlin namun iblis itu menghilang begitu saja dan sama sekali tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut.***
Dua Hari KemudianSetelah menyelesaikan kasus penculikan, Cologne kembali ke kehidupannya yang seperti semula. Bekerja sampai sore lalu pulang ke rumah jika tidak lembur.“Langsung ingin pulang?” tanya Berlin yang seharian ini masih saja terus mengikuti dirinya. Tampak iblis itu semakin dekat berusaha untuk menempeli Cologne yang malang.“Iya. Tolong antarkan aku ke akhirat sekarang,” racau Cologne yang sudah kelelahan bekerja seharian.Berlin dalam wujud bayangan langsung memukul kepala Cologne dengan keras. “Tidak usah sok berbicara seperti itu, nanti kau pasti berderai air mata kalau kejadian itu sampai benar-benar terjadi menimpamu.”Cologne mendecak kesal lalu membuang nafasnya kasar.“Aku hanya berharap kau itu dapat menutup mulutmu sedikit saja.”Berlin menggoyangkan jarinya yang tampak terlihat seperti bayangan hitam polos.“Tidak. Kau itu sangat menyenangkan untuk digoda. Lagi pula tugas iblis itu memang mengganggu manusia. Jadi aku harus melaksanakan pekerjaanku dengan baik,” katanya ceria.Cologne memutar bola matanya malas. “Terserahmu sajalah,” balasnya acuh.***
Di Depan Pintu Rumah
Cologne terdiam saat mendapati seorang wanita paruh baya berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Dia tidak mengenali wanita tersebut sampai akhirnya wanita itu berbalik dan menampakkan wajahnya.“Ah rupanya itu Anda ya?” tanya Cologne memastikan wanita tersebut merupakan Nyonya Wish yang merupakan ibu dari korban penculikan anak yang kasusnya baru-baru saja ia tangani.Nyonya Wish tersenyum. Menyapa secara singkat pada pemuda tersebut.Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber
Pada mulanya Cologne ingin membiarkan saja kucing tersebut. Cologne melihat pria yang tengah membawa kucing itu memiliki tubuh yang sangat kekar. Namun di satu sisi hatinya terasa tidak enak jika dia membiarkan kucing tersebut begitu saja. Cologne menjadi selalu teringat akan Jo. Dan pada akhirnya pemuda tersebut memutuskan untuk tetap menyapa orang asing tesebut.“Permi .... “ Ketika Cologne ingin menyapa orang asing tersebut tiba-tiba saja dirinya mendapatkan serangan dari sosok tersebut. Cologn menyadari hidungnya telah mengeluarkan darah setelah mendapat tinjuan di wajahnya.“Sialan kau!” seru Cologne yang tidak terima mendapat tinjuan di wajahnya.DUAKTendangan itu berhasil mengenai tubuh pria kekar tersebut dan berhasil membuat kucing yang berada di tangannya meloncat turun ke bawah. Menyadari pria itu lengah dengan cepat Cologne mengambil kucing tersebut dan segera melarikan diri. Bisa mati aku, kalau sampai
Berlin yang sudah mengamankan Cologne kemudian dengan cepat bergerak maju ke arah kucing tersebut. Dan langsung menjatuhkan kucing tersebut dengan membuatnya tertidur setelah ia meletakkan tangannya di kening kucing jadi-jadian tersebut. “Kau benar-benar ingin membuatku terluka! Sialan kau ini, benar-benar berhati iblis!” Cologne benar-benar marah saat dirinya dibiarkan terluka begitu saja oleh Berlin. Berlin menoleh ke arah Cologne kemudia segera membalas omelan Cologne, “Anggap saja kita impas karena kau sudah mengerjaiku sebelumnya,” katanya acuh. Iblis itu kemudian kembali mendekat ke arah kucing tersebut lalu mulai menelitinya dengan saksama. Dia tampak sangat jeli saat melakukan pekerjaan yang satu ini. "Apa kau sudah mengetahui jenis siluman ini, wahai Pakar Ilmu Neraka?" cibir Cologne yang sudah tak sabar. "Mul
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
“Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa
Terima kasih karena sudah membantuku,” ucap Xiao tulus. Dia benar-benar merasa beruntung bertemu dengan Cologne. “Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa kau sudah lama bekerja di sana? Maksudku mengenai agensi itu,” tanya Cologne penasaran. " ... lumayan, tapi tetap saja aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga dengan gajiku dari bekerja di sana," keluh Xiao yang anehnya "Budaya kapitalis, aku paham itu," sahut Cologne dengan cepat. Berlin bisa merasakan bagaimana, kedua manusia yang berada di dekatnya saat ini adalah contoh nyata dari budak korporat. "Tumben sekali kau tidak berkomentar?" sindir Cologne melihat Berlin hanya diam saja tidak menanggapi seperti biasanya. "Tidak tertarik untuk merendahkan suatu hal yang sudah terlihat rendah sejak semula," kata Berlin dengan santainya. Dan dia tahu kata-kata ini terlihat seperti tanggapan bagus untuk Cologne. "Lihat aku baru saja bertanya dan kau langsung menanggapinya, luar
Dan mendengar perkataan Eden, Cologne dan Berlin langsung saling memandang satu sama lain dan tampaknya keduanya memiliki pikiran yang sama. "Kenapa mulutmu tidak kami robek saja?" ucap Cologne dan Berlin serempak. Keduanya merasa setuju bahwa perkataan Eden terdengar sangat menjijikkan di telinga keduanya. "Apa aku mengatakan suatu hal yang salah?" tanya Eden yang tidak memahami situasinya saat ini. *** "Jadi apa kasus kali ini? Oh, jangan katakan aku harus menyelidiki kasus kematian kawanan anjing atau menyelamatkan anak anggota dewan dari penculikan?" cerocos Cologne dengan maksud menyindir atas kasus-kasus sebelumnya yang telah ia tangani. Eden menghela nafas kemudian menyerahkan selembar foto pada Cologne. Setelah itu dia berkata seperti ini, "Misimu kali ini adalah menyelidiki seorang wanita yang sudah cukup lama menghilang," katanya. Cologne mengambil foto tersebut dari tangan Eden. Pada awalnya, Cologne merasa tidak terlalu ter
"Tolong ... tolong ... tolong aku ...." jerit seorang wanita asing yang tengah berusaha meminta pertolongan. Wanita itu terlihat tampak kesakitan, terdapat luka di perutnya dan darah segar merembes dari sana mengotori gaun putih sederhana yang ia gunakan. Cologne yang tidak mengerti dengan keadaan yang saat ini terjadi hanya bisa diam dalam kebingungan. Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu terlihat seperti ingin meminta tolong padaku? pikir Cologne kalut. Meskipun tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada saat ini. Pemuda tersebut tetap berusaha untuk menolong wanita tersebut. Dengan cepat, Cologne berlari menuju ke arah wanita asing tersebut untuk menyelamatkannya. Namun langkahnya tersebut, harus terhenti begitu dirinya menyadari bahwa sosok wanita asing yang ingin ia selamatkan tersebut mendadak menghilang begitu saja. Kemana ... kemana ... kemana dia pergi? tanya Cologne dalam hatinya. Pemuda itu tidak habis pikir men
"Boleh kucekik lehermu?" Berlin tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang terlihat seperti taring hiu.Bukannya merasa takut, Cologne malah dengan santainya membalas seperti ini, "Kalau begitu lepaskan pakaian yang tengah kau pakai tersebut. Kau harus sadar bahwa pakaian tersebut adalah milikku," balasnya dengan acuh. Pemuda itu mencoba mengingatkan bahwa pakaian yang tengah dipakai oleh Berlin merupakan pinjaman yang berasal dari dirinya."Cih. Jujur saja pakaianmu rasanya tidak terlalu nyaman. Sayapku terasa seakan-akan mau patah hanya karena memakai pakaian sempitmu ini. Kau juga tampaknya tidak ikhlas meminjamkannya padaku," kata Berlin yang masih sempat-sempatnya melangsungkan aksi protes. Iblis itu memang tengah menggunakan pakaian hasil pinjaman dari Cologne."Aku yakin tidak akan pernah ada manusia selain aku yang mau meminjamkan pakaiannya pada sosok iblis. Ah berhentilah membahas soal pakaian dan bisakah kau jawab pertanyaanku sebelumnya!" sahut
Begitu membuka pintu rumahnya, Cologne merasa amat terkejut begitu mendapati seorang pria necis dengan jas serta kacamata hitam yang terbingkai di wajahnya berdiri di depannya.Baru saja Cologne ingin bertanya mengenai perihal identitas pria tersebut. Pria tersebut langsung mengeluarkan sayap hitamnya yang terlihat seperti sayap kelelawar namun memiliki ukuran yang sangat begitu besar. Melihat hal tersebut, Cologne langsung menyadari bahwa pria yang berada di depannya saat ini tak lain tak bukan adalah perwujudan dari sosok iblis. Dan tentu saja tak ada iblis lain yang Cologne kenal selain Berlin dalam hidupnya."BERLIN!" jerit Cologne dengan suara bak penyanyi sopran.***SREK SREK SREK"Cih, kenapa iblis itu sama sekali tidak mau membantuku!" gumam Cologne kesal.Cologne sendiri sibuk menyiapkan makan malam sementara Berlin sibuk memainkan konsol permainan miliknya di ruang keluarga.Satu Jam BerlaluCologne telah menyelesaik
“Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK