“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”
Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang akhir-akhir ini sering berkeliaran di sekitar kafe kami. Kami tahu bahwa pria tersebut memang bekerja sebagai seorang penculik anak. Pria itu sempat menawarkan kerja sama dengan kami, jika kami bisa membantunya dalam mendapatkan seorang anak yang datang ke kafe kami, maka dia berjanji akan memberikan jatah kompensasi pada kami,” jawab Tuan Margot berusaha untuk berkata jujur.“Lalu?” Masih dengan wajah seramnya Cologne kembali mengancam dalam diam.“Ergh … ada seorang anak yang akhir-akhir ini sering bermain di sekitaran wilayah kami. Dan kami pikir karena kami kesulitan untuk mendapatkan korban penculikan dari kafe kami yang jarang dikunjungi maka akhirnya kami memutuskan untuk menyekap anak itu di kafe kami. Dan langsung menghubungi pria tersebut. Setelah menghubungi pria tersebut, pria itu datang ke kafe kami dan membawa anak itu pergi bersamanya untuk dijual ke perdagangan manusia. Dan … kami mendapatkan bayaran kami,” cerita Tuan Margot.“Dan aku pastikan kau masih belum mengatakan semuanya dengan JELAS!” Cologne menguatkan kata terakhirnya.Tuan Margot meringis dia nyaris mengeluarkan air kemihnya di dalam celana. Pemuda di hadapannya saat ini benar-benar terlihat mengerikan.“Baiklah, sejujurnya pria itu baru saja berencana untuk membawa anak itu untuk dibawa ke kota lain. Kalau kau ingin mengejarnya kau masih sempat untuk mencegahnya. Aku bisa berikan alamatnya. Tapi tolong ampuni aku, setelah semua ini terjadi,” pinta laki-laki berkepala plontos tersebut dengan wajah meminta belas kasihan.“Kalau begitu cepat berikan alamatnya!” gertak Cologne.
Tuan Margot kemudian mengeluarkan ponsel pintar miliknya lalu menunjukkan sebuah aplikasi yang terlihat seperti menunjukkan suatu lokasi tempat.“Ikuti saja arahan dari aplikasi ini dan kau tidak akan kesusahan untuk mencarinya,” katanya berusaha meyakinkan Cologne.
Cologne menggeram. Sejujurnya ia tidak terlalu mempercayai pria ini. Namun dia tahu jika dia sedikit saja terlambat untuk bergerak maka semuanya akan berakhir kacau dan menjadi sia-sia. Cologne mengambil ponsel pintar milik Tuan Margot lalu dia segera berbalik. Dengan langkah besar pemuda itu kemudian melewati Eden begitu saja. Saat ini dia benar-benar menjadi mengacuhkan seniornya tersebut dan tampak terlihat sangat terburu-buru.“COLOGNE TUNGGU AKU!” teriak Eden begitu dirinya ditinggalkan begitu saja oleh juniornya tersebut.***
Di Dalam Mobil
Cologne yang seorang diri menyetir mobil tampak serius mengikuti arahan dari aplikasi yang diberikan oleh Tuan Margot. Bahkan saking seriusnya pemuda tersebut sampai tega meninggalkan seniornya sendiri yaitu Eden. Bisa dibayangkan betapa marahnya Eden begitu mendapatkan perlakuan kurang ajar dari juniornya tersebut. Namun mengingat situasi yang amat mendesak membuat Cologne berpikir tidak ada gunanya mengkhawatirkan Eden. Dia pikir, Eden bisa saja ikut menumpang dengan mobil dari timnya sendiri.Dan ditengah keseriusannya tersebut. Cologne mulai menyadari adanya pergerakan aneh dari aplikasi yang tengah ia gunakan tersebut. Dia melihat entah mengapa titik merah yang merupakan patokannya kini mulai bergerak menjauh. Padahal sedari tadi titik merah tersebut sama sekali tidak bergerak. Tunggu … mengapa titik merah tiba-tiba bergerak? Bukankah sebelumnya titik ini tidak pernah bergerak? tanya pemuda tersebut dalam hatinya. Jangan-jangan titik ini bukanlah penunjuk alamat, melainkan penunjuk dari gerakan objek. Bisa saja ini seperti alat pemantau dari jauh, terka Cologne dalam pikirannya.“Heh kenapa begini saja kau tidak sadar?” ejek Berlin yang tiba-tiba saja muncul dalam wujud bayangan hitamnya.“Berisik! Jangan menggangguku!” seru Cologne dengan suara keras.“Ops, aku kemari bukan untuk mengganggumu, justru aku ingin membantumu. Bagaimana?” tawar Berlin setengah menggoda lawan bicaranya tersebut.“Tidak butuh!” tukas Cologne dengan cepat. Pemuda tersebut masih berusaha mempertahankan kosentrasinya saat menyetir mobil.“Oh ayolah ini sama sekali tidak menyenangkan. Kau itu payah dalam menangani kasus. Yang selama ini membuatmu selalu sukses mendapat pujian hanya karena kau beruntung telah menjadi rekan kerja Jo. Ayolah tugasmu akan cepat berakhir kalau kau mengandalkanku. Bukankah di pikiranmu saat ini kau hanya ingin cepat pulang dan berendam?” Lagi dan lagi Berlin tidak henti-hentinya menggoda Cologne untuk mencoba meminta bantuan pada dirinya.“Seandainya aku meminta bantuan padamu, apakah aku akan mendapatkan risikonya?” tanya Cologne. Pemuda itu tidak berniat untuk meminta tolong melainkan mencoba mendengarkan imbalan seperti apa yang diharapkan oleh iblis tersebut.“Hmm … umurmu akan menjadi semakin pendek, bukankah itu sederhana?” jawab Berlin sekenanya. Tidak jelas apakah ia mengatakan hal tersebut dengan benar atau malah sebaliknya.“Cih. Tidak sudi aku bekerja sama denganmu. Bahkan sampai peti kematianku tertutup rapat, aku tidak akan pernah sudi meminta bantuanmu!” ujar Cologne dengan tegas.“Kalau begitu kau sebut dengan apa, permintaanmu saat itu yang memintaku untuk menyembuhkan lukamu?” goda Berlin lagi. Iblis itu benar-benar tidak ada habis-habisnya berusaha untuk mencobai domba malang tersebut.“Arrghh ... sialan berhenti kau mencobaiku terus!” erang Cologne frustasi. Cologne tahu dirinya tidak akan berakhir dengan baik jika terus-terusan bergantung pada Berlin. Lagi pula, dirinya teringat betul dengan sosok Jo yang selalu bersikap jujur dan rela mempertaruhkan nyawanya sendiri saat melaksanakan tugas tanpa bantuan yang sekiranya ia anggap curang.“Aku selalu percaya pada keadilan dan kejujuran karena kedua hal tersebut tidak akan pernah mengkhianati dirimu sendiri,” ucap Cologne tanpa sadar mengulangi ucapan yang sering digunakan oleh almarhum sahabatnya yaitu Jo.“Keras kepala sekali, kalau begitu buktikan kata-kata murahan tersebut dapat bekerja dengan baik untukmu,” sindir Berlin begitu merasa bantuannya tidak diperlukan.“Akan aku buktikan!” balas Cologne dengan mantap. Pemuda itu kemudian mempercepat laju mobilnya dan terlihat seolah-olah seperti mengejar sesuatu di depannya.
Dan Berlin yang mendapati aksi nekat dari pemuda tersebut tersenyum sinis. “Dasar bodoh. Baiklah aku akan membantumu atas kemauanku sendiri,” ujar Berlin yang bergerak atas kemauannya sendiri untuk membantu Cologne.***
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil si penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber
Pada mulanya Cologne ingin membiarkan saja kucing tersebut. Cologne melihat pria yang tengah membawa kucing itu memiliki tubuh yang sangat kekar. Namun di satu sisi hatinya terasa tidak enak jika dia membiarkan kucing tersebut begitu saja. Cologne menjadi selalu teringat akan Jo. Dan pada akhirnya pemuda tersebut memutuskan untuk tetap menyapa orang asing tesebut.“Permi .... “ Ketika Cologne ingin menyapa orang asing tersebut tiba-tiba saja dirinya mendapatkan serangan dari sosok tersebut. Cologn menyadari hidungnya telah mengeluarkan darah setelah mendapat tinjuan di wajahnya.“Sialan kau!” seru Cologne yang tidak terima mendapat tinjuan di wajahnya.DUAKTendangan itu berhasil mengenai tubuh pria kekar tersebut dan berhasil membuat kucing yang berada di tangannya meloncat turun ke bawah. Menyadari pria itu lengah dengan cepat Cologne mengambil kucing tersebut dan segera melarikan diri. Bisa mati aku, kalau sampai
Berlin yang sudah mengamankan Cologne kemudian dengan cepat bergerak maju ke arah kucing tersebut. Dan langsung menjatuhkan kucing tersebut dengan membuatnya tertidur setelah ia meletakkan tangannya di kening kucing jadi-jadian tersebut. “Kau benar-benar ingin membuatku terluka! Sialan kau ini, benar-benar berhati iblis!” Cologne benar-benar marah saat dirinya dibiarkan terluka begitu saja oleh Berlin. Berlin menoleh ke arah Cologne kemudia segera membalas omelan Cologne, “Anggap saja kita impas karena kau sudah mengerjaiku sebelumnya,” katanya acuh. Iblis itu kemudian kembali mendekat ke arah kucing tersebut lalu mulai menelitinya dengan saksama. Dia tampak sangat jeli saat melakukan pekerjaan yang satu ini. "Apa kau sudah mengetahui jenis siluman ini, wahai Pakar Ilmu Neraka?" cibir Cologne yang sudah tak sabar. "Mul
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
Terima kasih karena sudah membantuku,” ucap Xiao tulus. Dia benar-benar merasa beruntung bertemu dengan Cologne. “Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa kau sudah lama bekerja di sana? Maksudku mengenai agensi itu,” tanya Cologne penasaran. " ... lumayan, tapi tetap saja aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga dengan gajiku dari bekerja di sana," keluh Xiao yang anehnya "Budaya kapitalis, aku paham itu," sahut Cologne dengan cepat. Berlin bisa merasakan bagaimana, kedua manusia yang berada di dekatnya saat ini adalah contoh nyata dari budak korporat. "Tumben sekali kau tidak berkomentar?" sindir Cologne melihat Berlin hanya diam saja tidak menanggapi seperti biasanya. "Tidak tertarik untuk merendahkan suatu hal yang sudah terlihat rendah sejak semula," kata Berlin dengan santainya. Dan dia tahu kata-kata ini terlihat seperti tanggapan bagus untuk Cologne. "Lihat aku baru saja bertanya dan kau langsung menanggapinya, luar
Dan mendengar perkataan Eden, Cologne dan Berlin langsung saling memandang satu sama lain dan tampaknya keduanya memiliki pikiran yang sama. "Kenapa mulutmu tidak kami robek saja?" ucap Cologne dan Berlin serempak. Keduanya merasa setuju bahwa perkataan Eden terdengar sangat menjijikkan di telinga keduanya. "Apa aku mengatakan suatu hal yang salah?" tanya Eden yang tidak memahami situasinya saat ini. *** "Jadi apa kasus kali ini? Oh, jangan katakan aku harus menyelidiki kasus kematian kawanan anjing atau menyelamatkan anak anggota dewan dari penculikan?" cerocos Cologne dengan maksud menyindir atas kasus-kasus sebelumnya yang telah ia tangani. Eden menghela nafas kemudian menyerahkan selembar foto pada Cologne. Setelah itu dia berkata seperti ini, "Misimu kali ini adalah menyelidiki seorang wanita yang sudah cukup lama menghilang," katanya. Cologne mengambil foto tersebut dari tangan Eden. Pada awalnya, Cologne merasa tidak terlalu ter
"Tolong ... tolong ... tolong aku ...." jerit seorang wanita asing yang tengah berusaha meminta pertolongan. Wanita itu terlihat tampak kesakitan, terdapat luka di perutnya dan darah segar merembes dari sana mengotori gaun putih sederhana yang ia gunakan. Cologne yang tidak mengerti dengan keadaan yang saat ini terjadi hanya bisa diam dalam kebingungan. Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu terlihat seperti ingin meminta tolong padaku? pikir Cologne kalut. Meskipun tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada saat ini. Pemuda tersebut tetap berusaha untuk menolong wanita tersebut. Dengan cepat, Cologne berlari menuju ke arah wanita asing tersebut untuk menyelamatkannya. Namun langkahnya tersebut, harus terhenti begitu dirinya menyadari bahwa sosok wanita asing yang ingin ia selamatkan tersebut mendadak menghilang begitu saja. Kemana ... kemana ... kemana dia pergi? tanya Cologne dalam hatinya. Pemuda itu tidak habis pikir men
"Boleh kucekik lehermu?" Berlin tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang terlihat seperti taring hiu.Bukannya merasa takut, Cologne malah dengan santainya membalas seperti ini, "Kalau begitu lepaskan pakaian yang tengah kau pakai tersebut. Kau harus sadar bahwa pakaian tersebut adalah milikku," balasnya dengan acuh. Pemuda itu mencoba mengingatkan bahwa pakaian yang tengah dipakai oleh Berlin merupakan pinjaman yang berasal dari dirinya."Cih. Jujur saja pakaianmu rasanya tidak terlalu nyaman. Sayapku terasa seakan-akan mau patah hanya karena memakai pakaian sempitmu ini. Kau juga tampaknya tidak ikhlas meminjamkannya padaku," kata Berlin yang masih sempat-sempatnya melangsungkan aksi protes. Iblis itu memang tengah menggunakan pakaian hasil pinjaman dari Cologne."Aku yakin tidak akan pernah ada manusia selain aku yang mau meminjamkan pakaiannya pada sosok iblis. Ah berhentilah membahas soal pakaian dan bisakah kau jawab pertanyaanku sebelumnya!" sahut
Begitu membuka pintu rumahnya, Cologne merasa amat terkejut begitu mendapati seorang pria necis dengan jas serta kacamata hitam yang terbingkai di wajahnya berdiri di depannya.Baru saja Cologne ingin bertanya mengenai perihal identitas pria tersebut. Pria tersebut langsung mengeluarkan sayap hitamnya yang terlihat seperti sayap kelelawar namun memiliki ukuran yang sangat begitu besar. Melihat hal tersebut, Cologne langsung menyadari bahwa pria yang berada di depannya saat ini tak lain tak bukan adalah perwujudan dari sosok iblis. Dan tentu saja tak ada iblis lain yang Cologne kenal selain Berlin dalam hidupnya."BERLIN!" jerit Cologne dengan suara bak penyanyi sopran.***SREK SREK SREK"Cih, kenapa iblis itu sama sekali tidak mau membantuku!" gumam Cologne kesal.Cologne sendiri sibuk menyiapkan makan malam sementara Berlin sibuk memainkan konsol permainan miliknya di ruang keluarga.Satu Jam BerlaluCologne telah menyelesaik
“Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK