Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.
Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringas Cologne yang menyakiti dirinya sendiri karena rata-rata semua orang yang berada tidak jauh dari sana memandang ke arah Cologne dengan pandangan yang terlihat ketakutan. Mereka mengira bahwa pemuda tersebut baru saja mengalami kerasukan.
Kira-kira apa setelah ini, aku harus memanggil paranormal kemari? tanya Eden dalam hatinya.***
“Jadi apa kau sudah merasa lebih baik?” tanya Eden memastikan keadaan Cologne.
“Ya,” jawab Cologne berusaha setenang mungkin setelah mengalami insiden memalukan tadi.Eden tersenyum tipis. “Ah sebaiknya kau tidak usah terlalu memikirkan yang tadi itu. Hm … kau bisa meminum kopimu lebih dulu sebelum kita berbicara lebih jauh,” kata Eden dengan hangat.“Terima kasih,” jawab Cologne yang lagi-lagi masih berusaha menjaga image dirinya.Eden sebenarnya tahu betul rasa malu seperti apa yang dirasakan oleh Cologne. Dia sebenarnya sangat ingin tertawa namun berusaha untuk menjaga etikanya untuk menghargai perasaan pemuda itu. Meskipun kejadian telah berlalu, Eden masih bisa melihat sisa-sisa kegugupan yang dimiliki oleh Cologne terlihat begitu jelas, saat pemuda tersebut memegang cangkir kopi miliknya dengan tangan bergetar. Kata-kata pemuda itu memang terlihat tenang namun gerak-gerik bahasa tubuhnya sama sekali tidak bisa berbohong.“Anu, kau tidak perlu segugup itu, kau bisa merasa sedikit tenang di sini,” ucap Eden berusaha menenangkan Cologne.“Tidak-tidak aku sama sekali tidak merasa gugup,” bohong Cologne dengan wajah memerah menahan malu. Sialan kenapa aku terlihat jadi memalukan seperti ini, setelah sekian lama tidak masuk kantor, keluhnya dalam hati.Eden tersenyum tipis. Diam-diam dia merasa sedikit lega melihat respon Cologne yang seperti itu. Sudah cukup lama dia tidak melihat ekspresi malu seperti itu dari Cologne. Yang terakhir kali ia ingat, Cologne selalu berwajah murung semenjak kematian sahabatnya sekaligus pasangan kerjanya tersebut.“Hahaha … ya kau tampak baik-baik saja. Tidak usah gugup seperti itu,” gurau Eden dengan santai. Eden kemudian merogoh ke dalam laci meja kerjanya mengeluarkan selembar kertas dari sana. Yang langsung ia serahkan pada Cologne.Cologne yang melihat selembar kertas tersebut diserahkan padanya. Langsung mengambil kertas tersebut dan membaca isinya. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk mencerna isi informasi yang dijabarkan dalam kertas tersebut.“Kau ingin aku menyelidiki kasus penculikan anak?” tanya pemuda tersebut dengan raut wajah terlihat malas.Eden tersenyum kecut. “Hmm … ya aku pikir itu adalah kasus yang bagus untukmu. Lagi pula kau sudah lama tidak bekerja. Jadi yah aku pikir, tidak ada salahnya untuk memulai pekerjaanmu itu dengan kasus semacam ini,” kata Eden berusaha memberi penjelasan pada Cologne.Cologne kembali berdecak kesal. Dalam hatinya dia tidak habis-habisnya mengumpati Berlin yang telah mengirimkan dirinya ke kantor setelah dirinya sempat berpikir untuk resign dari pekerjaannya.“Jadi apa kau mau menerima tugas kali ini?” tanya Eden mencoba memastikan.Cologne menunjuk wajahnya sendiri dan memberikan tatapan tidak suka yang mengarah pada laki-laki berusia 30 tahun di depannya saat ini. “Lihat wajahku! Apa aku terlihat sudi untuk melakukan pekerjaan ini?”Eden langsung merasa kecewa begitu mendengar pertanyaannya tidak dijawab dengan benar oleh Cologne. “Jadi kau menolaknya?”Cologne mendecih lalu membalas seperti ini, “Cih. Sudah jauh-jauh datang ke sini, kenapa harus menolak tugas pertama yang telah kau berikan padaku? Meskipun aku tidak suka, aku akan tetap mengerjakannya. Hanya saja kau tidak perlu terlalu berharap lebih dariku. Kalau aku gagal dalam tugas ini, tolong rekomendasikan saja aku untuk segera keluar dari kantor ini,” katanya tanpa rasa bersalah sama sekali.Eden menghela nafas. Lalu menepuk-nepuk bahu juniornya yang terkenal berprestasi tersebut. “Aku selalu percaya padamu. Dan bahkan, aku tidak akan pernah membiarkanmu keluar begitu saja dari pekerjaanmu.”“Kau memang seniorku tapi bukan atasanku. Jadi kau tidak berhak dalam urusan pemberhentian masa kerjaku,” cibir Cologne.Berlin yang diam-diam mengamati dari kejauhan melihat sifat pesimis dari Cologne, benar-benar merasa jengkel dibuatnya. Ingin sekali iblis itu memukul kepala dari pemuda berambut pirang tersebut dengan sangat keras.***
Di Dalam Mobil
“Kau harus melakukan pekerjaanmu dengan baik,” tegur Berlin dalam wujud asapnya.“Apa pedulimu soal itu,” sahut Cologne dengan acuhnya.Jika saja Berlin tidak terikat janji dengan seseorang. Mungkin saja sedari tadi ia sudah membuat mobil yang tengah dikendarai oleh pemuda berambut pirang ini menabrak truk besar yang berada di depannya“Turuti saja perkataanku itu,” balas Berlin dengan malas. Iblis itu sudah bertekad untuk membuat Cologne berhasil menyelesaikan tugasnya tersebut.***
Saat ini Cologne tengah bertemu dengan ibu dari korban penculikan untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai si korban.
“Maaf apakah Anda tahu di manakah, anak Anda terakhir kali terlihat?” tanya Cologne dengan sangat hati-hati.Wanita itu menggeleng lemah. “Tidak, aku tidak tahu dia berada di mana. Karena sebelumnya ia tidak berada di dekatku. Sepertinya dia pergi bermain tanpa seizinku,” ucap wanita itu dengan suara lemah. Terlihat jelas bahwa wanita itu tampak sangat menderita. Kantung matanya bengkak dan suaranya terdengar lemah dan serak. Dia seperti terlihat seperti sudah tidak mampu menangis lagi.“Ah begitu. Baiklah maaf karena sudah mengganggu Anda. Saya harap Anda bisa sedikit lebih bersabar karena saya akan mengusahakan yang terbaik untuk kasus ini.” Cologne kemudian pamit dan meninggalkan wanita tersebut.Setelah meninggalkan wanita itu. Dan berjalan menuju mobilnya. Pemuda itu mendapati Berlin kembali mengusik dirinya dalam wujud asap.“Heh, apa kau tidak berpikir bahwa anak itu bisa saja akan dijual?” goda Berlin.Cologne mendesah dan mengibas-ngibaskan tangannya. Seolah-olah mencoba menghilangkan asap tersebut dari dirinya. “Mana aku tahu soal itu. Sebaiknya kau diam saja!” sahut Cologne kesal.***
Kembali Ke Kantor
“Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Eden penuh harap.Cologne mendengus dan langsung melemparkan tubuhnya sendiri jatuh ke atas sofa kantor.“Tidak menghasilkan apa-apa,” jawabnya sekenanya.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak niat untuk bekerja.Tidak,” jawabnya dengan singkat.Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau p
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber
Pada mulanya Cologne ingin membiarkan saja kucing tersebut. Cologne melihat pria yang tengah membawa kucing itu memiliki tubuh yang sangat kekar. Namun di satu sisi hatinya terasa tidak enak jika dia membiarkan kucing tersebut begitu saja. Cologne menjadi selalu teringat akan Jo. Dan pada akhirnya pemuda tersebut memutuskan untuk tetap menyapa orang asing tesebut.“Permi .... “ Ketika Cologne ingin menyapa orang asing tersebut tiba-tiba saja dirinya mendapatkan serangan dari sosok tersebut. Cologn menyadari hidungnya telah mengeluarkan darah setelah mendapat tinjuan di wajahnya.“Sialan kau!” seru Cologne yang tidak terima mendapat tinjuan di wajahnya.DUAKTendangan itu berhasil mengenai tubuh pria kekar tersebut dan berhasil membuat kucing yang berada di tangannya meloncat turun ke bawah. Menyadari pria itu lengah dengan cepat Cologne mengambil kucing tersebut dan segera melarikan diri. Bisa mati aku, kalau sampai
Berlin yang sudah mengamankan Cologne kemudian dengan cepat bergerak maju ke arah kucing tersebut. Dan langsung menjatuhkan kucing tersebut dengan membuatnya tertidur setelah ia meletakkan tangannya di kening kucing jadi-jadian tersebut. “Kau benar-benar ingin membuatku terluka! Sialan kau ini, benar-benar berhati iblis!” Cologne benar-benar marah saat dirinya dibiarkan terluka begitu saja oleh Berlin. Berlin menoleh ke arah Cologne kemudia segera membalas omelan Cologne, “Anggap saja kita impas karena kau sudah mengerjaiku sebelumnya,” katanya acuh. Iblis itu kemudian kembali mendekat ke arah kucing tersebut lalu mulai menelitinya dengan saksama. Dia tampak sangat jeli saat melakukan pekerjaan yang satu ini. "Apa kau sudah mengetahui jenis siluman ini, wahai Pakar Ilmu Neraka?" cibir Cologne yang sudah tak sabar. "Mul
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK
Terima kasih karena sudah membantuku,” ucap Xiao tulus. Dia benar-benar merasa beruntung bertemu dengan Cologne. “Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa kau sudah lama bekerja di sana? Maksudku mengenai agensi itu,” tanya Cologne penasaran. " ... lumayan, tapi tetap saja aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga dengan gajiku dari bekerja di sana," keluh Xiao yang anehnya "Budaya kapitalis, aku paham itu," sahut Cologne dengan cepat. Berlin bisa merasakan bagaimana, kedua manusia yang berada di dekatnya saat ini adalah contoh nyata dari budak korporat. "Tumben sekali kau tidak berkomentar?" sindir Cologne melihat Berlin hanya diam saja tidak menanggapi seperti biasanya. "Tidak tertarik untuk merendahkan suatu hal yang sudah terlihat rendah sejak semula," kata Berlin dengan santainya. Dan dia tahu kata-kata ini terlihat seperti tanggapan bagus untuk Cologne. "Lihat aku baru saja bertanya dan kau langsung menanggapinya, luar
Dan mendengar perkataan Eden, Cologne dan Berlin langsung saling memandang satu sama lain dan tampaknya keduanya memiliki pikiran yang sama. "Kenapa mulutmu tidak kami robek saja?" ucap Cologne dan Berlin serempak. Keduanya merasa setuju bahwa perkataan Eden terdengar sangat menjijikkan di telinga keduanya. "Apa aku mengatakan suatu hal yang salah?" tanya Eden yang tidak memahami situasinya saat ini. *** "Jadi apa kasus kali ini? Oh, jangan katakan aku harus menyelidiki kasus kematian kawanan anjing atau menyelamatkan anak anggota dewan dari penculikan?" cerocos Cologne dengan maksud menyindir atas kasus-kasus sebelumnya yang telah ia tangani. Eden menghela nafas kemudian menyerahkan selembar foto pada Cologne. Setelah itu dia berkata seperti ini, "Misimu kali ini adalah menyelidiki seorang wanita yang sudah cukup lama menghilang," katanya. Cologne mengambil foto tersebut dari tangan Eden. Pada awalnya, Cologne merasa tidak terlalu ter
"Tolong ... tolong ... tolong aku ...." jerit seorang wanita asing yang tengah berusaha meminta pertolongan. Wanita itu terlihat tampak kesakitan, terdapat luka di perutnya dan darah segar merembes dari sana mengotori gaun putih sederhana yang ia gunakan. Cologne yang tidak mengerti dengan keadaan yang saat ini terjadi hanya bisa diam dalam kebingungan. Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu terlihat seperti ingin meminta tolong padaku? pikir Cologne kalut. Meskipun tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada saat ini. Pemuda tersebut tetap berusaha untuk menolong wanita tersebut. Dengan cepat, Cologne berlari menuju ke arah wanita asing tersebut untuk menyelamatkannya. Namun langkahnya tersebut, harus terhenti begitu dirinya menyadari bahwa sosok wanita asing yang ingin ia selamatkan tersebut mendadak menghilang begitu saja. Kemana ... kemana ... kemana dia pergi? tanya Cologne dalam hatinya. Pemuda itu tidak habis pikir men
"Boleh kucekik lehermu?" Berlin tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang terlihat seperti taring hiu.Bukannya merasa takut, Cologne malah dengan santainya membalas seperti ini, "Kalau begitu lepaskan pakaian yang tengah kau pakai tersebut. Kau harus sadar bahwa pakaian tersebut adalah milikku," balasnya dengan acuh. Pemuda itu mencoba mengingatkan bahwa pakaian yang tengah dipakai oleh Berlin merupakan pinjaman yang berasal dari dirinya."Cih. Jujur saja pakaianmu rasanya tidak terlalu nyaman. Sayapku terasa seakan-akan mau patah hanya karena memakai pakaian sempitmu ini. Kau juga tampaknya tidak ikhlas meminjamkannya padaku," kata Berlin yang masih sempat-sempatnya melangsungkan aksi protes. Iblis itu memang tengah menggunakan pakaian hasil pinjaman dari Cologne."Aku yakin tidak akan pernah ada manusia selain aku yang mau meminjamkan pakaiannya pada sosok iblis. Ah berhentilah membahas soal pakaian dan bisakah kau jawab pertanyaanku sebelumnya!" sahut
Begitu membuka pintu rumahnya, Cologne merasa amat terkejut begitu mendapati seorang pria necis dengan jas serta kacamata hitam yang terbingkai di wajahnya berdiri di depannya.Baru saja Cologne ingin bertanya mengenai perihal identitas pria tersebut. Pria tersebut langsung mengeluarkan sayap hitamnya yang terlihat seperti sayap kelelawar namun memiliki ukuran yang sangat begitu besar. Melihat hal tersebut, Cologne langsung menyadari bahwa pria yang berada di depannya saat ini tak lain tak bukan adalah perwujudan dari sosok iblis. Dan tentu saja tak ada iblis lain yang Cologne kenal selain Berlin dalam hidupnya."BERLIN!" jerit Cologne dengan suara bak penyanyi sopran.***SREK SREK SREK"Cih, kenapa iblis itu sama sekali tidak mau membantuku!" gumam Cologne kesal.Cologne sendiri sibuk menyiapkan makan malam sementara Berlin sibuk memainkan konsol permainan miliknya di ruang keluarga.Satu Jam BerlaluCologne telah menyelesaik
“Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa
“Ya. Dan karena aku tahu bahwa masalah itu bukanlah sekedar rumor belaka, makanya aku menyerahkan tugas ini padamu. Lagi pula laporan itu sudah kudapatkan satu bulan yang lalu. Hanya saja aku tidak sempat untuk menyelesaikannya. Dan bukankah di masa-masa itu kau juga masih mengurung dirimu di dalam rumah?” Dan entah mengapa Eden malah terlihat seperti berusaha menyindir Cologne.“Tolong jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang sudah terlewat. Senior harusnya memberi dukungan untukku jika ingin melihatku menyelesaikan masalah ini dengan baik,” kata Cologne mencoba memperingatkan.Eden mengangkat bahunya lalu tersenyum usil. “Itu kesalahanmu sendiri,” ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali.Cologne terdiam dia sadar tidak akan ada gunanya jika dia terus berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terserah,” tanggap Cologne dengan singkat. Dia memilih untuk tidak terlibat lebih jauh dengan percakapan yan
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK