Hardian pulang lebih awal. Hari ini ia diminta Shirya untuk berkemas dan tinggal di apartemen pribadi milik Shirya yang nantinya akan menjadi tempat istirahat Hardian jika lelah dengan aktivitasnya. Shirya memberikan apartemen itu sebagai fasilitas darinya dan hal itu membuatnya senang.Hardian merasa kesel karena saat pulang ia tidak mendapati Silvia yang ada di rumahnya. Ia menelpon Silvia dan memintanya pulang, namun jawabannya membuat Hardian emosi."Aku akan pergi bekerja dan tidak akan pulang dalam beberapa hari. Jika kamu tidak pulang sekarang juga, kamu nggak akan lagi liat aku ada di rumah," ancamnya.Hardian sengaja meminta Silvia tinggal di rumah. Ia tak ingin Silvia berada di luar terlalu sering dan yang pastinya akan membuatnya cemas dengan aktivitas di luar karena Silvia dalam keadaan hamil.Silvia yang harus mengalah, akhirnya pulang ke rumah setelah setengah jam perjalanan dari tempat karaoke ke rumah."Kenapa sih, Mas? Ini masih sore," sungut Silvia. "Kamu gak pulang
Iseng"Yan, Mama nanti mau ke rumah Al. Kamu sama Cahya nyusul ya?" titah sang Ibu pada anaknya yang sedang menikmati sarapannya."Mau nginap emangnya?" Arfan justru menyahuti sedang yang ditanya diam tak menjawab."Ya iya. Kalau nggak nginap, sudah pasti gak akan izin juga. Ya, nanti kamu ikut Hasbi aja ke kantornya. Naura saya yang jagain.""Yakin, Mam?" tanya Hasbi setengah tidak percaya."Yakinlah. Memangnya kenapa kalau Mama nggak ngajak Cahya? Mama tahu kamu sedang sibuk dan butuh banyak bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan- pekerjaanmu itu?" sahut Ratri dengan nada tak enak."Mama marah?" tanya Hasbi yang nampak tahu perubahan mood ibunya."Marah? Buat apa marah. Kamu memang selalu sibuk. Nau aja sampai nggak mau ngajak Cahya buat ikut karena takut kamu nggak bisa main besok.""Memangnya besok Naura mau ke mana?" tanya Arfan."Papa lupa? Papah kan dah janji ajak Nau ke Ancol?" sungut Naura."Oh. Iya. Papa lupa," ujar Hasbi sambil menggosok tengkuknya yang tidak gatal dan merin
26CemasHasbi merasa tidak tenang mempercayakan pekerjaan kantor pada anak-anak itu selalu tidak pernah serius dalam bekerja. Panggilan ponselnya yang sudah berulang kali Arfan abaikan, menambah deretan angka keresahan bagi Hasbi mengenai tender besar yang ia berikan itu."Bi, ngapain berdiri di situ? Ibunya Mey datang. Kamu nggak mau ketemu mertuamu?" tanya Ratri mengagetkan Hasbi yang sedang tidak fokus akibat pekerjaannya."Iya, Mam."Hasbi segera turun dan dia menyambut kedatangan seorang mertua yang merupakan ibu dari mendiang istrinya yang sudah tiada."Nak Hasbi. Sudah lupa sama Ibu atau bagaimana? Kenapa tidak pernah datang ke Palembang? pada hari ibu selalu kangen sama cucu Ibu ini," ucap Meyga--Bibi dari mendiang istrinya."Nggak. Saya tidak pernah lupa. Tapi saja sibuk!" jawab Hasbi dingin."Hasbi, gimana kabar, Nak?" tanya Gina--ibu Isma."Alhamdulillah, baik, Bu. Ibu sehat?" sambut Hasbi ramah, berbeda dengan pada keluarga Isma yang lain.Jujur ia tidak menyukai pertemua
28Timbal Balik"Suamimu gak tahu, kamu datang ke sini?" tanya Ilona--teman Silvia yang bekerja di tempat karaoke."Nggak. Sudah 2 bulan dia tidak pulang. Kerja di luar kota," jawab Silvia santai."Di luar kota? Kok kamu kelihatannya malah happy ditinggal kerja jauh? Ngabarin nggak, tuh?" tanya Ilona."Jarang. Yang penting transferan aman.""Dih, kalau gitu ngapain kamu kerja kalau suami sudah kasih uang. Cari penyakit aja," ucap Ilona."Bete nggak ada hiburan di rumah. mertua juga tampak sibuk dengan pekerjaan yang mengurus kontrakan. Tinggal di rumah seorang diri tanpa pekerjaan dan hanya menunggu kepulangan suami yang entah kapan, bukankah membosankan?""Tapi kerjaan kamu ini beresiko, Sil. Bahaya kalau sampai dia tahu kamu kerja open BO kayak gini. Cari yang lain gih?"Silvia tertawa pelan, lalu ia menyeruput kembali minuman yang ada di depannya."Kenapa? kamu takut kalau kamu tersaingi kerja sama aku? Tenang saja. Aku hanya kerja tidak lebih dari lima jam. Hanya buat senang-senan
29Jangan Protes"Assalamualaikum, Bu," salam Hardian. Mereka sudah sampai di rumah Marta. Rumah itu nampak sepi karena memang hanya Marta yang tinggal di sana."Waalaikumsalam. Loh, anak Lanang sudah sampai toh. Kangennya Ibu sama kamu, Yan. Dua bulan nggak pulang, rasanya Ibu kangen berat."Marta memeluk anaknya dan mencium keningnya, memperlakukan Hardian layaknya bocah. Silvia yang melihat perilaku lebay sang mertua, hanya melirik sengit."Kamu nggak mau salim sama Ibu, Sil?" sindir Marta.Silvia langsung mengulurkan tangannya dan mencium tangan Marta meskipun hatinya enggan untuk melakukannya. "Nah, gitu. Itu namanya mantu yang baik. Sudah makan, Yan?" tanya Marta sambil menggandeng tangan Hardian masuk ke dalam rumah."Belum, Bu. sengaja Hardian ajak Silvia untuk sarapan bersama di rumah Ibu. Ibu masak apa?" tanya Hardian."Semur ayam kesukaanmu, Yan. Ibu juga masak sambal terasi. Pokoknya, semua Ibu masak sengaja untuk menyambut kepulanganmu ke rumah Ibu. Ibu yakin Silvia tida
Hardian kembali dengan mata setelah mengecek kontrakan. Mereka berdua kembali dengan wajah yang ceria dan penuh kebahagiaan sedangkan Selvia dipenuhi dengan wajah lelah karena harus membersihkan rumah dan juga halaman tempat tinggal Marta."Kok lama, Mas?" protes Silvia."Emang kita main? Kita ini kerja cek kontrakan, bukan kerja main-main. Jadi harus benar-benar teliti dan tepat dalam memperhatikan kontrakan yang hendak dibuat biar gak salah. Emangnya kenapa kalau lama? Lagian kamu aja di rumah tidak kepanasan, protes lagi," omel Marta."Ya nggak gitu, Bu, tapi ....""Sudah. Jangan protes. Buatkan kita es jus ya," perintah Hardian yang lagi-lagi membuat Silvia kesal.Silvia kegas ke belakang untuk membuat kaktus untuk mertua dan juga suaminya. "Awas ya kalian. Akan aku balas!" umpat Silvia dalam batinnya. Ia sengaja memasukkan garam dalam minumannya lalu menyajikannya ke depan seolah-olah ia tidak sengaja."Nih, Mas."Hardian dan Marta menyeruput minuman jus yang apa Silvi buat. Spo
30Lewati Saja"Kenapa harus mendebat Ibu? Mas gak suka kamu dikit-dikit marah ke Ibu. Ibu itu sudah sepuh. Kita yang muda memang sudah seharusnya mengalah dan tidak menanggapi setiap ucapannya. Kalau beliau ngomong, cukup dengerin. Nggak usah ditanggapi," omel Hardian saat sedang dalam perjalanan pulang."Tapi Ibu kalau ngomong suka tajem banget, Mas. Ibu itu suka nyindir-nyindir aku. Salah kalau aku membela diri?" timpal Silvia yang merasa tidak terima dinasehati oleh suaminya."Nah, nih. Mas ngomong aja, kamu nyahut. Dengerin, resapi, terapkan! Apa susahnya nurut!" ucap Hardian yang masih berbicara datar. Akhirnya, buih bening menetes dengan sendirinya. Silvia memang wanita binal. Tetapi untuk hal seperti ini, hati kecilnya masih tersentuh dan peka. Sejahat apapun dirinya, jika dibentak atau dimarahi secara halus pastilah akan membuat jiwa wanitanya bersedih. Hardian melihat Silvia yang menyapu air matanya. Ia hanya lelah. Lelah bekerja setiap hari, menemani janda tua yang Setiap
31Hanya Kedok"Kamu kenapa?" tanya Ilona lembut."Nggak apa. Aku mau pesan wine aja. Kepalaku berat," kilah Silvia yang masing enggan memberikan jawaban atas pertanyaan Ilona."Nggak! Kamu ini sedang ada masalah berat. Nggak baik kalau minum. Bisa hancur ini tempat kamu obrak Abrik. Kamu cerita aja sama aku. Aku akan cerita ke siapa-siapa. Kita ini bersahabatan sudah lama dan pasti kamu tahu kan, kalau aku ini dekat dan care sama kamu?""Aku nggak papa kok. Kamu santai aja, ini hanya sedikit masalah dan tidak terlalu buruk. Kita cek sound yuk di dalam," ajak Silvia.Ilona tidak menyerah. Ia masih penasaran dengan apa yang sedang terjadi pada Silvia. Ia hanya akan menjadi dekat jika dia sedang menginginkan sesuatu. Kedekatannya hanya kedok yang ia sengaja lakukan demi bisa menjatuhkan pesona Silvia.Tanpa mengindahkan ucapan Ilona, Silvia tetap meminum wine yang sudah ia pesan sampai tandas dan hampir 14 sloki ia habiskan. Silvia mabuk berat dan dia mulai meracau."Brengsek, kamu Mas