"Jadi, ini istri kamu?" tanya Hasbi saat melihat Hardian masuk ke ruangannya bersama dengan Silvia."Ya, Pak. Jadi ada hal apa Pak Hasbi memanggil kami untuk datang ke kantor? Apa ada hal serius yang ingin dibicarakan pada kami?" tanya Hardian was-was."Tentu. Mana istrimu yang lain?" tanya Hasbi setengah menuduh."Nggak ada, Pak. Saya istri satu-satunya," sahut Silvia tak terima ditanyai mengenai keberadaan Cahya."Yang ini, siapa?" tanya Hasbi menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Foto yang ia dapatkan dari pesan yang dikirim Cahya padanya tempo hari.Hardian dan Silvi terkejut melihat ada foto Cahya dan Hardian saat sedang menikah dahulu. "Bapak dapat dari mana?" tanya Hasbi."Dari mana saya dapat, itu tidak penting. Yang penting sekarang, saya ingin mengklarifikasi. Apakah informasi ini betul atau tidak, jika kamu sudah menikah lagi tanpa sepengetahuan istrimu ini?" tunjuk Hasbi pada foto yang masih jelas ada di ponselnya.Sebenarnya bukan tipe Hasbi yang ingin mencampuri urusan or
Silvi sangat kesal karena hari ini Cahya begitu tega padanya. Ia diminta bekerja dengan ekstra giat tanpa diberi makan dan juga minum. Sebenarnya Silvi bisa saja mengambilnya secara diam-diam namun cahaya selalu mengawasi pekerjaannya sehingga ia tidak bebas dalam bekerja.Silvy menunggu suaminya Hardian pulang. Namun sampai pukul 09.30, Hardian belum juga pulang, membuat Silvi begitu resah dan tidak bisa tertidur dengan pulas. Terlebih perutnya yang sudah dari tadi keroncongan. Ia hanya makan satu kali saat selesai mengerjakan pekerjaan rumah tadi siang.Sedangkan Cahya, sengaja iya tertidur sejak awal untuk bisa bangun dengan mudah, jika nanti suaminya tengah malam pindah ke kamar Silvia. Dari penyelidikan yang ia dapatkan, suaminya sering diam-diam datang ke kamar Silvia Jika ia sudah tertidur, dan sekarang ia akan mencoba melihatnya sendiri apa yang suaminya lakukan di kamar itu. Cahya terbangun saat suara deret pintu terdengar membuka. Ia mengintip dari celah selimut dan meliha
Rencananya Cahya hari ini akan ke rumah sang ibu. Ia ingin mengadukan perbuatan Hardian pada sang ibu yang selalu saja membanggakan suaminya itu di depan banyak orang. Saya berharap sang Ibu bisa membantunya untuk memudahkan urusannya dalam membongkar kejahatan Hardian."Assalamualaikum," salam Cahya.Gayatri yang sedang memasak di dapur, terkejut dengan kedatangan putrinya yang tiba-tiba. Gayatri tinggal di lain kota, sehingga jarang datang untuk menemui Cahya."Waalaikumsalam. Ya? Tumben datang ke rumah lbu?" tanya Gayatri antusias.Cahya meraih tangan sang Ibu lalu menciumnya takzim. "Iya. Cahya sengaja datang untuk menengok keadaan Ibu. Ibu sehat? Lama tidak berkunjung cahaya kira Ibu lupa sama anak sendiri," seloroh Cahya."Hehehe, maklum, Ya. Ibu akhir-akhir ini sibuk. Kamu tahu sendiri kan sebagai single mom, Ibu harus bisa menghidupi kedua adikmu juga yang masih kuliah dan SMA. Kamu gimana dengan Hardian? Sehat?'"Alhamdulillah."Gayatri mengajak cahaya untuk duduk di ruang ma
Cahya nampak memikirkan ucapan ibunya dan ia mengirimkan pesan pada mertuanya untuk datang ke rumah Hardian sore nanti karena ibunya akan datang ke rumahnya. Terlihat centang satu dan ia berharap nanti mertuanya akan membuka pesan yang ia kirim.Sore hari, Gayatri dan Cahya menaiki mobil yang sengaja ia sewa. Ia memang sudah bisa mengemudi mobil, hanya saja Hardian tak mengizinkan ia mengemudi sendiri. Takut hal buruk terjadi, terkesan perhatian memang. Maka dari itu, Cahya sangat mencintainya. Sayang, cintanya harus dibalas sesakit ini oleh suaminya sendiri.Hati Cahya risau. Mungkin Ada hal buruk yang akan terjadi nanti. Karena dari video yang terlihat, Hardian baru saja pulang ke rumah. "Tumben," batin Cahya.Mobil terparkir dengan rapi di halaman rumah Cahya. Ia melihat mobil suaminya yang juga sudah pulang, sesuai dengan apa yang dilihatnya di layar monitor. Namun, ia tercekat saat hendak turun dan mengecek ponselnya. Ia melihat Hardian yang ada di kamar Silvia dan sedang memadu
Cahya memang sakit hati, tetapi ia tidak buta akan cinta. Dia masih memiliki akal sehat untuk berpikir dengan jernih bagaimana sebaiknya sikap bersikap dengan Hardian yang sudah semena-mena dengannya. Jika ditanya Apakah ia masih cinta, tentu saja. 7 tahun bukanlah waktu yang singkat dalam menjalin hubungan rumah tangga. Banyak suka duka yang mereka lewati bersama dan itu kandas begitu saja akan hadirnya orang kedua yang sudah benci dimadu dalam hidup suaminya."Kamu sedih, Ya?"tanya sang ibu saat melihat anaknya terdiam setelah kejadian tadi. Cahya memang memilih diam dan fokus menyetir daripada marah tidak jelas yang mengakibatkan kerugian pada dirinya sendiri."Buat hal tadi?" tanya Cahya sambil tersenyum getir."Ibu saja yang melihatnya sangat marah. Bisa-bisanya suamimu melakukan halnya sejahat itu kepada wanita yang sudah menemaninya dari nol sampai seperti sekarang ini," gerutu Gayatri. "Kenapa kamu tidak menunggu saja bertemu datang biar tahu kelakuan anaknya yang sangat keter
Cahya tertarik dengan obrolan yang sedang Mentari adukan. Pembahasan mengenai Silvi yang datang lebih menarik daripada tumpukan pekerjaan yang sedang ia kerjakan di depannya.Ya, Cahya sengaja melamar pekerjaan sebagai guru di taman kanak-kanak. Ia sengaja melamar pekerjaan menjadi guru karena itu memang cita-citanya sedang dulu. Meski hanya honorer, tetapi ia merasa nyaman kerja di sana. Bahkan meski ia kuliah mengambil jurusan manajemen bisnis, tetapi sikap cintanya kepada anak-anak tidak pernah hilang sampai kini ia telah menikah dan hendak menjadi janda."Lalu?" tanya Cahya serius."Ye ... kepo ya?" kelakar Mentari."Kagak. Karena kamu cerita begitu semangat ya ... aku dengerin juga harus yang semangat. Biar kamu tidak meleot dan sedih saat aku tidak mendengarkan," sahut Cahya mulai berlagak santai. Padahal hatinya memang penasaran akut, akan informasi yang Mentari sampaikan."CK! Segitunya. Ya dah deh, kagak jadi cerita," ucap Mentari jengkel."Oke oke, aku kagak bercanda lagi.
"Sidang perceraian kamu kapan, Hardian?" tanya Marta saat datang berkunjung ke rumah Hardian."Lusa kayaknya. Kenapa, Bu?" tanya Hardian yang baru saja bangun tidur. Hari Minggu ini Ia memang sedikit bersantai karena tidak berangkat bekerja dan ia memilih bangun lebih siang karena ingin istirahatkan tubuhnya yang lelah bekerja selama satu pekan."Mau kamu percepat?" tanya Marta."Bukan Hardian. Tapi Cahya sendiri yang mengurus semua proses sidang dan meminta pengacaranya mungkin untuk mempercepat jalannya persidangan ini. Sengaja Hardian membiarkan Cahya yang mengurusnya karena perceraian ini memang keinginannya. Hardian manut saja lah," ucap Hardian santai."Nggak bisa begitu dong, Mas. Kamu harus menuntut hak gono gini dahulu nanti. Katanya Cahya punya usaha laundry, mana? Kemarin Silvia cek ke sana, Silvia tidak menemukan Cahya. Bahkan seorang wanita mengatakan jika dirinya adalah bos di tempat itu. Apa mungkin Cahya sudah menjual usahanya dan pergi jauh dari kota ini?" tanya Silvi
Marta yang awalnya menyetujui saran Silvi dan Hardian untuk merestui hubungan keduanya, kini merasa ragu setelah melihat sifat Silvi yang seakan ingin merebut apa yang sudah ia peroleh."Bu. tidak perlu berbicara pakai emosi kita bisa berbicara dengan baik-baik dan mengkomunikasikan ini dengan kepala dingin. Sidang perceraian Hardian saja masih lusa dan pembagian harta gono gini belum jelas seberapa yang akan Hardian dapatkan. Setelah itu barulah kita memikirkan langkah apa yang harus kita kerjakan untuk menata semuanya kembali dengan lebih mudah kedepannya," sela Hardian. "Silvi, tolong berbicara lebih sabar ketika dengan Ibu, karena beliau ini adalah orang tua kita. Selayaknya kita sebagai anak itu menghormati. Minta maaflah!" lirih Hardian pada Silvi.Tentu saja Silvia kesal karena suaminya membela ibunya di depannya namun jika ia memberontak dan melawan maka bisa jadi sidang keputusan besok Hardian menolak untuk mengurus dan melanjutkan perceraian dengan Cahya."Baiklah. Maaf, ya,