Rencananya Cahya hari ini akan ke rumah sang ibu. Ia ingin mengadukan perbuatan Hardian pada sang ibu yang selalu saja membanggakan suaminya itu di depan banyak orang. Saya berharap sang Ibu bisa membantunya untuk memudahkan urusannya dalam membongkar kejahatan Hardian."Assalamualaikum," salam Cahya.Gayatri yang sedang memasak di dapur, terkejut dengan kedatangan putrinya yang tiba-tiba. Gayatri tinggal di lain kota, sehingga jarang datang untuk menemui Cahya."Waalaikumsalam. Ya? Tumben datang ke rumah lbu?" tanya Gayatri antusias.Cahya meraih tangan sang Ibu lalu menciumnya takzim. "Iya. Cahya sengaja datang untuk menengok keadaan Ibu. Ibu sehat? Lama tidak berkunjung cahaya kira Ibu lupa sama anak sendiri," seloroh Cahya."Hehehe, maklum, Ya. Ibu akhir-akhir ini sibuk. Kamu tahu sendiri kan sebagai single mom, Ibu harus bisa menghidupi kedua adikmu juga yang masih kuliah dan SMA. Kamu gimana dengan Hardian? Sehat?'"Alhamdulillah."Gayatri mengajak cahaya untuk duduk di ruang ma
Cahya nampak memikirkan ucapan ibunya dan ia mengirimkan pesan pada mertuanya untuk datang ke rumah Hardian sore nanti karena ibunya akan datang ke rumahnya. Terlihat centang satu dan ia berharap nanti mertuanya akan membuka pesan yang ia kirim.Sore hari, Gayatri dan Cahya menaiki mobil yang sengaja ia sewa. Ia memang sudah bisa mengemudi mobil, hanya saja Hardian tak mengizinkan ia mengemudi sendiri. Takut hal buruk terjadi, terkesan perhatian memang. Maka dari itu, Cahya sangat mencintainya. Sayang, cintanya harus dibalas sesakit ini oleh suaminya sendiri.Hati Cahya risau. Mungkin Ada hal buruk yang akan terjadi nanti. Karena dari video yang terlihat, Hardian baru saja pulang ke rumah. "Tumben," batin Cahya.Mobil terparkir dengan rapi di halaman rumah Cahya. Ia melihat mobil suaminya yang juga sudah pulang, sesuai dengan apa yang dilihatnya di layar monitor. Namun, ia tercekat saat hendak turun dan mengecek ponselnya. Ia melihat Hardian yang ada di kamar Silvia dan sedang memadu
Cahya memang sakit hati, tetapi ia tidak buta akan cinta. Dia masih memiliki akal sehat untuk berpikir dengan jernih bagaimana sebaiknya sikap bersikap dengan Hardian yang sudah semena-mena dengannya. Jika ditanya Apakah ia masih cinta, tentu saja. 7 tahun bukanlah waktu yang singkat dalam menjalin hubungan rumah tangga. Banyak suka duka yang mereka lewati bersama dan itu kandas begitu saja akan hadirnya orang kedua yang sudah benci dimadu dalam hidup suaminya."Kamu sedih, Ya?"tanya sang ibu saat melihat anaknya terdiam setelah kejadian tadi. Cahya memang memilih diam dan fokus menyetir daripada marah tidak jelas yang mengakibatkan kerugian pada dirinya sendiri."Buat hal tadi?" tanya Cahya sambil tersenyum getir."Ibu saja yang melihatnya sangat marah. Bisa-bisanya suamimu melakukan halnya sejahat itu kepada wanita yang sudah menemaninya dari nol sampai seperti sekarang ini," gerutu Gayatri. "Kenapa kamu tidak menunggu saja bertemu datang biar tahu kelakuan anaknya yang sangat keter
Cahya tertarik dengan obrolan yang sedang Mentari adukan. Pembahasan mengenai Silvi yang datang lebih menarik daripada tumpukan pekerjaan yang sedang ia kerjakan di depannya.Ya, Cahya sengaja melamar pekerjaan sebagai guru di taman kanak-kanak. Ia sengaja melamar pekerjaan menjadi guru karena itu memang cita-citanya sedang dulu. Meski hanya honorer, tetapi ia merasa nyaman kerja di sana. Bahkan meski ia kuliah mengambil jurusan manajemen bisnis, tetapi sikap cintanya kepada anak-anak tidak pernah hilang sampai kini ia telah menikah dan hendak menjadi janda."Lalu?" tanya Cahya serius."Ye ... kepo ya?" kelakar Mentari."Kagak. Karena kamu cerita begitu semangat ya ... aku dengerin juga harus yang semangat. Biar kamu tidak meleot dan sedih saat aku tidak mendengarkan," sahut Cahya mulai berlagak santai. Padahal hatinya memang penasaran akut, akan informasi yang Mentari sampaikan."CK! Segitunya. Ya dah deh, kagak jadi cerita," ucap Mentari jengkel."Oke oke, aku kagak bercanda lagi.
"Sidang perceraian kamu kapan, Hardian?" tanya Marta saat datang berkunjung ke rumah Hardian."Lusa kayaknya. Kenapa, Bu?" tanya Hardian yang baru saja bangun tidur. Hari Minggu ini Ia memang sedikit bersantai karena tidak berangkat bekerja dan ia memilih bangun lebih siang karena ingin istirahatkan tubuhnya yang lelah bekerja selama satu pekan."Mau kamu percepat?" tanya Marta."Bukan Hardian. Tapi Cahya sendiri yang mengurus semua proses sidang dan meminta pengacaranya mungkin untuk mempercepat jalannya persidangan ini. Sengaja Hardian membiarkan Cahya yang mengurusnya karena perceraian ini memang keinginannya. Hardian manut saja lah," ucap Hardian santai."Nggak bisa begitu dong, Mas. Kamu harus menuntut hak gono gini dahulu nanti. Katanya Cahya punya usaha laundry, mana? Kemarin Silvia cek ke sana, Silvia tidak menemukan Cahya. Bahkan seorang wanita mengatakan jika dirinya adalah bos di tempat itu. Apa mungkin Cahya sudah menjual usahanya dan pergi jauh dari kota ini?" tanya Silvi
Marta yang awalnya menyetujui saran Silvi dan Hardian untuk merestui hubungan keduanya, kini merasa ragu setelah melihat sifat Silvi yang seakan ingin merebut apa yang sudah ia peroleh."Bu. tidak perlu berbicara pakai emosi kita bisa berbicara dengan baik-baik dan mengkomunikasikan ini dengan kepala dingin. Sidang perceraian Hardian saja masih lusa dan pembagian harta gono gini belum jelas seberapa yang akan Hardian dapatkan. Setelah itu barulah kita memikirkan langkah apa yang harus kita kerjakan untuk menata semuanya kembali dengan lebih mudah kedepannya," sela Hardian. "Silvi, tolong berbicara lebih sabar ketika dengan Ibu, karena beliau ini adalah orang tua kita. Selayaknya kita sebagai anak itu menghormati. Minta maaflah!" lirih Hardian pada Silvi.Tentu saja Silvia kesal karena suaminya membela ibunya di depannya namun jika ia memberontak dan melawan maka bisa jadi sidang keputusan besok Hardian menolak untuk mengurus dan melanjutkan perceraian dengan Cahya."Baiklah. Maaf, ya,
"Cie ... yang udah resmi jadi janda. Traktir makan-makan dong. Masa iya kebahagiaan dirasakan sendiri, bagi-bagi lah pada kawanmu ini," ucap Mentari."Iya nih, Ya. Kita makan-makan yuk di restoran yang baru buka di cabang kota itu loh. Restoran AgaYumi kayaknya kalau nggak salah," ajak Rio."Restoran mahal yang ada di samping Mall Elite Plaza?" tanya Cahya."Iya. Restoran itu cabang dari restoran terkenal di Senayan. Tahu gak?""Nggak!" jawab Cahya jujur."Pokoknya kamu harus traktir kami makan di restoran itu. Oke?" desak Rio.Cahya memang minta ditemani oleh kedua sahabatnya Rio dan Mentari untuk hadir di persidangannya. Hari ini ia sudah resmi menjadi janda setelah Hardian mengiyakan permintaan Cahya berpisah di persidangan akhir. Tentu awalnya Cahya berharap jika Hardian datang meminta maaf serta mau bermediasi untuk meluruskan semua yang sudah terjadi. Namun sejak keluar dari rumah itu, Hardian tidak pernah mengklarifikasi bahkan mencoba untuk menemuinya dan meminta maaf, sehingg
Hardian hanya menurunkan Silvia dan ibunya di rumah karena ia memilih pergi setelah mengantar keduanya di rumah masing-masing."Mau ke mana, Mas? Katanya tadi ngantuk dan lelah pengen istirahat di rumah. Tali kok malah pergi lagi?" tanya Silvia penuh rasa penasaran."Mas mau ambil sesuatu yang tertinggal di kantor untuk dikerjakan di rumah. Sebentar saja, nanti Mas kembali lagi. Kamu bisa berbincang dahulu dengan ibu selagi Mas keluar.""Tapi, Mas ..."Hardian tidak mendengarkan panggilan Silvi. Ia langsung masuk ke dalam mobilnya dan ingin menyusul Cahya yang sedang berpesta ria di restoran yang sempat tadi ia dengar tempatnya. Ia ingin meminta maaf secara langsung, agar ada kelegaan dalam hatinya. Setelah dari awal Silvia dan Marta melarangnya menemui cahaya, jika sudah bercerai begini pastilah keduanya tidak akan keberatan karena status yang sudah ditetapkan dalam persidangan perceraian tadi.Hardian menengok ke kanan dan ke kiri mencari meja di mana Cahya berada. Namun ia kaget ka
Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.
“Aku tahu kamu datang ke mari karena di suruh oleh Kak Hasbi, kan? Maafkan Aku karena malah membuatmu repot-repot menjenguk. Tapi, kalau boleh jujur aku memang sangat mengharapkan kedatanganmu, Ya.”“Untuk apa?” tanya Cahya cepat.“Untuk mengungkapkan perasaan aku ini. Aku mencintai kamu, Ya. Cinta sejak pertama memandang kamu.”Pengakuan Arfan sontak membuat Cahya mendongakkan kepala, menatap dengan kening mengernyit. Apa-apaan ini? Batinnya. Meski ia sering mendengar Arfan mengatakan hal ini, namun ia merasa berbeda dengan saat Arfan mengatakannya sekarang. Ia menyusuri lewat tatapan mata, berharap menemukan kebohongan. Namun, ia tidak berhasil menemukan itu, semua yang ia lihat adalah nyata. Mata sayu Arfan memancarkan sesuatu yang sangat kuat. “Cahya mungkin bagimu aku terlalu pengecut sebagai lelaki, hingga untuk menyatakan cinta pun harus menunggu kamu yang datang. Tapi, yang perlu kamu ketahui. Cinta Aa benar-benar tulus, aku tidak ingin menyesal dan mati sebelum mengungkapkan
Kedatangan Hasbi semata bertujuan untuk memberitahukan keadaan Arfan kepada Cahya. Setelah sesaat memberi waktu untuk putrinya bercengkerama dengan Cahya, ia pamit pulang. Sebelum pergi sekali lagi Hasbi meminta untuk Cahya sudi meluangkan waktu menjenguk Arfan. Setelah kepergian Hasbi kini Cahya duduk seorang diri di depan kios. Otaknya berfikir keras, ia bingung harus datang ke rumah sakit atau tidak? Selema ini ia sengaja menghindar dari keluarga Hasbi sebab tidak ingin dianggap biang masalah, usahanya pergi dan melupakan kedua pria itu berhasil dan pernyataan cinta Arfan yang diwakili oleh Hasbi barusan malah membuatnya bingung.Benarkah Arfan menyimpan rasa itu? Benarkah ia sakit sebab cintanya padaku tidak mendapat restu? Benarkah seorang Arfan jatuh cinta pada Cahya? Tanya Cahya dalam hati pada dirinya sendiri. Kemudian bibirnya melengkung, tersenyum. Jangan ke-PD-an Cahya, bisa saja ini hanya sandiara dan pemanis bibir mereka. Ingat siapa kamu! Bercerminlah sebelum memimpikan
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki