Andrea berada di dalam ruangan bayi, pria berwajah tampan itu sedang menjaga keponakannya. Meskipun di depan ruang perawatan bayi ada pengawal abangnya yang berjaga, namun Andrea tetap turun tangan untuk menjaga langsung keponakannya. Setelah apa yang terjadi dan menimpa keluarganya, Andrea tidak begitu mudahnya percaya kepada siapapun terkecuali orang-orang yang sudah terbukti setia.
Meskipun dirinya hanya duduk di samping box bayi keponakannya, namun wajah tampannya tidak ada henti-hentinya tersenyum ketika memandang wajah tampan milik keponakannya. Ada rasa lucu ketika dirinya memandang wajah bayi tampan tersebut. "Bisa mengamuk ini bang Arga kalau lihat mirip Fahri." Batin Andrea. Membayangkan ini saja sudah membuat dirinya ingin tertawa. Namun ia berusaha menahan tawanya, agar tidak dianggap orang yang tidak waras.
Wajah Keponakannya mamang lebih mirip dengan Fahri daripada Arga. Setiap orang yang melihat pasti akan mengatakan bahwa wajah bayi itu lebih miri
Mobil hitam yang dikemudikan Iswandi berhenti di halaman rumah calon istrinya. Pria berwajah tampan itu turun dari dalam mobil dan berjalan mendekati pintu rumah milik Lala. Belum sempat ia mengetuk pintu, pintu rumah itu sudah langsung terbuka. Senyum manis gadis yang berdiri di depan pintu membuat jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Iswandi tidak bisa memungkiri bahwa dirinya selalu merindukan wajah cantik gadis yang saat ini berdiri di depannya. "Assalamualaikum," ucap Iswandi."Waalaikumsalam." Lala tersenyum dan mengambil tangan Iswandi, ia mencium punggung tangan pria tersebut."Apa sudah siap?" tanya Iswandi yang mengusap kepala Lala."Sudah dong, kanda lihat sendiri kalau Lala sudah cantik. Bibir Lala sudah merah." Lala memajukan bibirnya. Alis sudah dilukis, bulu mata sudah panjang." Lala mengedip-ngedipkan matanya.Iswandi menelan air ludahnya ketika melihat tingkah genit calon istrinya."Pi…" Lala diam ketika jari Iswandi
"Permisi pak Arga, Bu Nadira, Bu Luna," ucap petugas rumah sakit yang masuk ke dalam kamar Nadira."Iya," jawab Nadira dan yang lainnya."Saya petugas yang akan mandikan ibu Nadira," jelasnya. Petugas rumah sakit yang itu membawa perlengkapan mandi seperti sabun, shampo, odol gigi dan sikatnya, handuk, sandal serta baju ganti untuk pasien."Apa mandinya sama dengan seperti mandi biasa?" tanya Arga."Iya pak Arga, sama seperti mandi biasa juga," jawab petugas wanita itu."Nanti biar saya saja yang mandikan istri saya," ucap Arga.Luna tersenyum ketika mendengar ucapan putranya. Putranya terlihat seperti orang yang sangat pandai mengurus istrinya setelah melahirkan."Boleh pak, ini ya pak perlengkapan mandinya, saya letak di sini." Petugas rumah sakit tersebut kemudian permisi dan keluar dari kamar Nadira.Nadira memandang suaminya dan tersenyum."Mau mandi sekarang?" Arga bertanya dengan tersenyum."Iya boleh
Sore ini Lala duduk di halaman rumahnya. Ia sedang asik melihat anak-anak yang sedang bermain di depan halaman rumahnya. Melakukan aktivitas seperti ini, tidak pernah dilakukan Lala sebelumnya. Ia begitu jarang berada di rumah, selama ini Lala hanya menghabiskan waktunya untuk bekerja. Bahkan ia tidak mengenali tetangga yang berada di sekitar rumahnya."Sekarang Mbak lihat ada di rumah terus?" Wanita yang bertubuh gemuk itu berbicara dengan memandang Lala.Lala tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya mbak sekarang saya sudah nggak ada kerjaan," jawabnya."Apa diberhentikan?" tanya wanita itu."Sebenarnya nggak diberhentikan sih mbak, cuman calon suami saya melarang saya kerja, dia nyuruh saya di rumah saja." Lala tersenyum."Jadi cowok yang sering datang ke sini beberapa hari yang lalu itu calon suaminya, yang datang pakai mobil?" tanya wanita yang bertubuh kurus dengan memakai daster."Iya Mbak," jawab Lala dengan tersenyum."Cak
"Lala sudah tidak sabar untuk bisa secepatnya sampai ke rumah sakit kanda." Lala berkata ketika mereka sudah selesai membeli kado untuk bayi Nadira dan Arga."Rumah sakitnya dekat sini kok Dinda." Iswandi tersenyum dan mengemudikan mobilnya."Lala tidak sabar ingin melihat anaknya Nadira. Lala yakin, anaknya pasti sangat tampan, soalnya Nadira sangat cantik, pak Arga juga ganteng," puji Lala"Ngomong apa tadi?" tanya Iswandi."Anak Nadira pasti sangat tampan, soalnya Nadira cantik, pak Arga juga ganteng." Lala tanpa ragu mengulang ucapannya."Jadi menurut Dinda, kanda tidak ganteng,” Iswandi memandang Lala.Lala mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan dari Iswandi. Melihat raut wajah Iswandi Lala tahu bahwa pria itu sangat marah ketika mendengar dirinya memuji suami temannya."Kenapa Dinda diam saja, apa menurut Dinda kanda ini tidak ganteng?" tanya Iswandi.Lala menggelengkan kepalanya. "Kanda ganteng, ga
"Ada apa ini ribut-ribut." Andrea yang baru masuk ke dalam kamar memandang Arga dan Iswandi. Pria berwajah tampan itu, mengambil bayi yang ada di tangan abangnya tanpa permisi.Arga diam memandang Andrea. Namun pria yang saat ini dipandang bersikap acuh seakan tidak terjadi apa-apa."Di depan anak bayi tidak boleh ribut." Andrea menasehati, ia tersenyum memandang wajah keponakannya. Andrea mendaratkan tubuhnya di sofa.Arga dan Iswandi hanya diam ketika mendengar ucapan Andrea."Ternyata tuan muda Andrea bisa menggendongnya." Iswandi tersenyum memandang Andrea yang sudah sangat pandai menggendong bayi."Tentu saja, aku pakai teori yang berbeda. Bang Arga, buat dulu baru belajar menggendong, sedangkan aku, belajar menggandeng dulu baru membuat." Andrea berkata dengan tersenyum.Iswandi tertawa saat mendengar ucapan Andrea. "Saya akan mengikuti teori yang tuan muda Andrea lakukan." Iswandi diam ketika menyadari, bahwa bosnya sedang memandangny
Iswandi duduk di meja kerjanya. Hari ini pria itu bekerja dengan sangat keras. Ia langsung melakukan pemeriksaan ke seluruh bidang. Kecurangan demi kecurangan terlihat jelas oleh matanya yang jeli. Iswandi mengambil ponselnya dan menghubungi nomor seseorang."Halo," ucap pria di seberang sana."Halo, aku ingin kamu datang ke Semarang besok pagi, dan aku ingin kamu melakukan penyelidikan besar-besaran di pabrik tebu, kemudian di perkebunan tebu." Iswandi memberikan perintahnya."Baik pak.""Saya juga ingin kamu melakukan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik yang berada di sini. Sekarang saya sudah merasa tidak percaya lagi dengan pekerjaan mereka, ternyata mereka sangat pintar." Iswandi menemukan kecurangan-kecurangan di beberapa pabrik milik Arga yang berada di Semarang. Saat ini, ia masih terus melakukan pemeriksaan. Selama beberapa bulan ini, pabrik-pabrik yang ada di Semarang memang tidak begitu diperhatikan oleh Iswandi, karena dirinya fokus dengan perm
Heru diam mendengar pertanyaan Iswandi keringatnya mulai bercucuran. Berulangkali Heru mengusap keringatnya. Dirinya tidak mengerti dengan semua pertanyaan yang dilemparkan untuknya. "Saya, saya tidak memberikan Lala uang.""Mengapa tidak?" Tanya Iswandi."Karena saya memiliki 4 orang anak yang masih bersekolah, dan membutuhkan biaya yang cukup besar." Heru berkata dengan bibir bergetar.Iswandi mengerutkan keningnya ketika mendengar jawaban dari Heru. "4 orang anak." Iswandi mengangkat empat jarinya."Iya 4 orang anak.""Apa pak Heru punya 4 orang anak?" Iswandi kembali mengulang pertanyaannya.Heru diam. "5 masuk Lala.""Kenapa pak Heru hanya mengatakan 4, apa pak Heru tidak menganggap Lala itu putri pak Heru. Padahal pak Heru selalu meminta uang kepadanya."Heru diam tanpa bisa untuk menjawab."Saya paham, mungkin karena Lala itu lama tidak pulang, jadi sudah terasa tidak jadi anak lagi, seperti itu kira-kira ya
Sejak tadi Lala ingin menghubungi Iswandi, namun ia terpaksa membatalkan niatnya, mengingat pesan yang dikirimkan Iswandi untuknya, pria itu mengatakan bahwa hari ini sangat sibuk dan akan menghubunginya bila sudah tidak sibuk."Padahal baru saja pergi semalam, tapi sekarang rasanya sudah rindu sekali." Lala memajukan bibirnya kedepan. Menonton televisi merupakan salah satu cara untuk mengusir kerinduannya. Namun ia tetap memandang ponselnya setiap saat, melihat apakah ada pesan masuk dari calon suaminya.Lala begitu senang ketika mendengar dering di ponselnya, dengan sangat cepat ia menjangkau ponselnya yang tidak jauh dari tempat dirinya berbaring saat ini. Lala melihat panggilan masuk yang ternyata dari papanya. Biasanya papanya akan menghubunginya bila membutuhkan uang. Lala diam beberapa saat sebelum mengangkat sambungan telepon tersebut. Bagaimana bila papanya minta kirimkan uang lagi, padahal dirinya baru saja mengirimkan uang, dan Lala sangat tidak enak bila me