Lala begitu sangat terkejut ketika mengetahui klub malam tempat ia bekerja akan ditutup. "Sepertinya klub ini tidak ada masalah, tapi kenapa ditutup secara mendadak seperti ini. Terus bagaimana nasib aku. Aku mau cari kerja di mana?
Gaji di toko sangat sedikit dan tidak cukup untuk membayar kredit rumahnya.
Lala berjalan dengan sangat tergesa-gesa, ia berencana untuk ke ruangan Teddy untuk menanyakan tentang l informasi yang beredar. Ia harus memastikan bahwa informasi itu memang benar atau hanya hoax mata.
"Maaf om, aku tidak sengaja." Lala begitu sangat menyesal karena dirinya yang berjalan tergesa-gesa berakhir dengan menabrak seorang pria. Yang lebih parahnya lagi Lala memijak kacamata pria itu hingga pecah.
Iswandi memandang gadis yang saat ini berdiri di depannya. Mengapa dirinya begitu sangat apes hari ini. "apa aku ini sudah tua sampai dia mengira aku om, apa aku sudah seperti om-om. Apa gadis
"Apa aku harus duduk disini sampai dia datang." Pria itu terlihat begitu sangat bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat ini. Duduk menunggu seperti ini sudah pasti sangat tidak mengenakkan untuknya."Mengapa dia tidak memindahkan tempat duduk ku terlebih dahulu di tempat yang nyaman dan tidak panas seperti ini. Bukan langsung main tinggal saja. Apa aku pergi saja?" Iswandi bertanya di dalam hatinya."Aku tidak boleh pergi, aku harus menunggunya di sini, karena aku cukup penasaran dengannya. Mengapa dia manggil aku Om, padahal aku tidak tua." Iswandi tidak terima ketika gadis tersebut memanggilnya Om."Tapi duduk di sini panas, aku juga seperti orang aneh bila duduk disini. Jika Teddy mengetahui aku seperti ini, dia pasti akan menertawakan aku habis-habisan. Berita ini juga akan tersebar luas hingga ke telinga si Bobby. Bisa habis ini reputasi ku, dijadikan bahan tertawaan mereka berdua. " Iswandi memandang ke sekitar tempat dirinya berada, untuk me
"Sepertinya lebih enak kalau kita duduk sambil menunggu di coffee shop yang ada di samping ini Om." Lala memberi usul. Ia tersenyum dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya. Jujur saja, Lala merasa jenuh bila hanya duduk di kursi tunggu sambil menunggu kacamata selesai."Iya boleh," jawab Iswandi.Lala memegang tangan Iswandi ketika akan berjalan. "Jalannya pelan-pelan aja om, jangan sampai jatuh lagi. Jatuh untuk yang ketiga kali itu malu-maluin om " Lala berbicara dengan sedikit mengecilkan suaranya. Lala masih ingat ketika pria itu tadi terjatuh ketika akan masuk ke optik pembuatan kacamata, dan hampir semua orang yang ada di sana tertawa melihatnya.Wajah Iswandi memerah menahan rasa malu, ketika mendengar apa yang dikatakan oleh gadis yang saat ini sedang membimbingnya untuk berjalan.Lala masuk ke coffee shop yang ada di samping optik. Ia memesan kopi gula aren untuknya dan juga Iswandi. Lala juga memesan snack agar tidak jenuh menunggu.
Iswandi mencoba kacamata miliknya yang baru saja selesai."Sudah keren Om,” Lala mengangkat jempolnya."Ini Om cerminnya,” ucap wanita yang pegawai di optik tersebut.Iswandi merasa semakin kesal ketika pegawai optik itu juga ikut-ikutan memanggil dirinya Om. Iswandi memandang wajahnya dari pantulan cermin yang ada di atas mejanya. Iswandi tidak bisa menutupi rasa senangnya ketika mendengar Lala mengatakan dirinya keren."Ini kartu kredit saya." Iswandi memberikan kartu kreditnya kepada kasir optik tersebut.Wanita itu tersenyum dan menggesek kartu tersebut. "Silahkan masukkan kodenya pak," ucapnya"Sudah," ucap Iswandi yang sudah memasukkan kode PINnya."Ini ya pak, bukti pembayarannya," ucap wanita tersebut."Iya terima kasih," jawab Iswandi yang kemudian keluar dari dalam toko tersebut."Aku senang karena akhirnya Om bisa melihat lagi dengan normal. Tapi maaf ya Om kacamatanya sudah aku pecahin, tadi
Nadira tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Nadira." jawabnya."Kakak ipar sangat cantik sekali,” puji Andrea."Hal seperti itu tidak perlu disebut," ucap Arga.Nadira memandang suaminya dengan membesarkan matanya.Arga menarik istrinya semakin merapat dengannya, dan melingkarkan tangannya dipinggang Nadira. "Jangan hiraukan dia, ayo lanjutkan lagi nonton tv nya." Arga tersenyum memandang wajah istrinya."Hubby nggak boleh gitu, adik hubby, adik Dira juga." Nadira memberikan pengertian kepada suaminya."Dia tidak diakui juga tidak apa-apa." Arga tersenyum."Bilang cantik aja nggak boleh." Andrea menggeleng-gelengkan kepalanya. Pria berwajah tampan itu tersenyum tipis melihat tingkah laku Abangnya yang sedang kasmaran."Mengapa tidak ada memberitahu ku, kalau aku sebentar lagi akan menjadi uncle?" Andrea bertanya dengan memandang abangnya."Tanpa dikasih tahu juga nanti akan tahu sendiri," Arga berkat
"Aku hari ini akan berjumpa dengan Teddy, apa aku harus menanyakan kepadanya tentang Lala?" Sampai saat ini Iswandi masih begitu sangat penasaran dengan gadis yang telah membuat hatinya tidak tenang seperti ini."Sebaiknya jangan, bila aku menanyakan hal ini kepadanya, dia pasti akan sangat banyak tanya, dan urusannya akan panjang." Iswandi membatalkan niatnya.Iswandi berjalan mondar-mandir di dalam ruangannya dan terus berpikir apa yang harus dilakukannya. "Ya ampun mengapa aku bisa seperti ini. Padahal peristiwa itu sudah terjadi sekitar 3 minggu yang lalu, namun mengapa aku masih tidak bisa melupakan dia." Iswandi duduk di kursinya dan membuka kacamatanya dan meletakkan kacamatanya di atas meja. "Tapi dia sangat lucu. Bila aku berjumpa lagi dengannya, apa aku ungkapkan saja perasaan aku kepadanya. Atau aku ajak nikah langsung bagaimana ya." Iswandi tersenyum ketika membayangkan hal tersebut.Iswandi kembali memakai kacamatanya dan beranjak dari dudukny
Nadira yang duduk di dalam mobil bersama dengan Arga, diam ketika memandang tempat yang saat ini didatanginya. Tempat yang begitu sangat diingat dan tidak akan pernah dilupakannya hingga saat ini. Nadira tidak mengetahui siapa pemilik dari tempat klub malam tersebut. "Sejak kapan klub malam ini di sulap jadi restoran?" Nadira bertanya dengan memandang bangunan di depannya."Sejak hari ini sepertinya," jawab Arga.Nadira yang tidak mengerti menganggukkan kepalanya. Sampai saat ini ia masih tidak mengerti mengapa suaminya mengajaknya ke restoran ini. Bukan hanya Nadira yang datang ke restoran ini, namun juga mama ibu, ayah, Fahri serta adik iparnya ikut serta ke restoran ini. "Nanti di sini Hubby tidak buka tentang memori masa lalu kitakan by?" tanya Nadira.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. "Memori apa?" tanya Arga."Tentang kita yang jumpa di sini," ucap Nadira.Arga tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kita turun sekarang?"
Iswandi merasakan jantungnya yang berdegup dengan sangat hebatnya. Saat ini keringat bercucuran di pelipis keningnya. Ia hanya diam dengan mulut terbuka. Dirinya tidak menyangka bahwa gadis yang selalu dicarinya, gadis yang dimimpikannya siang malam, ada di depannya.Melihat gadis yang selama ini dicarinya sudah ada di depannya, hal ini membuat ia malah bingung sendiri. Dirinya bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Telapak tangannya terasa dingin dengan perut yang sakit seperti akan ke kamar mandi. Hal seperti ini tidak pernah dirasakan Iswandi sebelumnya, dirinya yang selalu bersikap tenang dalam kondisi apapun, mendadak gugup seperti ini. Jangankan untuk berbicara ataupun menyapa gadis yang saat ini ada di depan matanya, untuk berbicara saja mulutnya tidak mampu. Iswandi hanya diam layaknya orang bingung.Sejak tadi Arga memperhatikan istrinya dan gadis yang bekerja restoran miliknya. Ia tidak menyangka bahwa saat ini istrinya benar-benar melupakannya, dan
"Senyumnya begitu sangat manis sekali." Iswandi tersenyum tipis ketika melihat Lala yang tersenyum saat mendengar Nadira yang berbicara di podium. Raut wajah Iswandi berubah seketika saat melihat Teddy yang berjalan mendekati Lala."La, mau makan apa. Jangan duduk saja di sini. Ini restoran belum dibuka, jadi kamu bebas makan apa aja sepuasnya. Kamu juga bebas berkeliaran kemana aja. Tapi ingat, masih di areal restoran." Teddy tersenyum memandang Lala."Iya bang Teddy, bentar lagi Lala akan ambil." Lala tersenyum dan memperlihatkan gigi putihnya."Ya sudah kalau gitu, ingat ya jangan segan-segan untuk makan apa yang kamu suka. Pokoknya ambil saja, makan sepuasnya." Teddy tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan meja Lala.Iswandi merasa sangat lega ketika melihat Teddy yang meninggalkan meja kasir Lala. Dirinya tidak suka bila Teddy yang berbicara dengan Lala. Aneh, itulah yang dirasakannya. Perasaan ini terasa begitu sangat aneh, padahal gadis itu bukan