Lyra dengan semangat perjalanan menuju Cafe, tempat di mana pria asing yang bernama Arga semula menawarkan pekerjaan kepadanya. Dengan senyum merekah yang terlihat jelas di wajahnya, Lyra memasuki Cafe dan menghampiri salah satu pegawai Cafe untuk menanyakan tempat melakukan wawancara pekerjaan. "Nona, Permisi. Apa saya bisa bertemu dengan HRD Cafe ini, saya bermaksud untuk menyerahkan berkas lamaran saya," ujar Lyra yang berdiri di depan kasir sembari menunjuk berkas yang ada ditangannya.Kasir menunjukkan raut wajah tidak suka melihat keberadaan, Lyra. Namun, saat matanya melirik pintu masuk, dimana Arga berjalan tegak memasuki Cafe l, segera kasir itu merubah raut wajahnya, tersenyum menunjukkan tempat di mana Lyra bisa menyerahkan lamarannya."Kamu bisa naik ke lantai 2, di lantai atas kamu hanya perlu belok kiri untuk melihat ruangan HRD, di sana kamu bisa mengetuk pintu dan masuk menyerahkan lamaran mu," ujarnya memberitahukan, yang dibalas anggukan kepala oleh Lyra. "Terima ka
"Dewi, berhenti melirik ke arah, pak Arga. Jangan sampai mata pegawai lainnya, melihat apa yang Kita lakukan, dan mengetahui jika kita senang membincangkan, pak Arga," Lyra memperhatikan ke arah sekitar, memastikan jika tidak ada karyawan yang mendengar perbincangannya bersama dengan, Dewi. Lyra tidak ingin di hari pertamanya dirinya bekerja akan mendapatkan musuh yang akan mengganggu pekerjaannya."Baiklah Lyra, berhenti menatapku seperti itu. Lagi pula tidak akan ada yang marah saat mengetahui jika kita sedang membincangkan, pak Arga. Pak Arga pria lajang, sudah sewajarnya semua wanita pasti tertarik kepadanya, termasuk juga diriku." Dewi tanpa sungkan mengatakan kekagumannya kepada Arga di depan Lyra.Lyra terkejut mendengar ucapan Dewi yang mengakui jika dirinya juga tertarik kepada Arga atasan mereka. Namun, Lyra tidak peduli, lagi pula itu urusan Dewi jika dia menyukai pak Arga. Lyra hanya meminta Dewi untuk menemanninya menyelesaikan melihat-lihat Cafe tempat di mana dia akan m
Lyra yang menerima ajakan Arga untuk makan siang bersama, sedikit merasa sungkan saat melihat beberapa tatapan mata melirik ke arahnya. Entah apa maksud dari tatapan semua orang yang melirik ke arahnya. Namun, beberapa bisikan terdengar di telinganya membuat Lyra menyesali keputusannya untuk menerima ajakan Arga."Abaikan mereka, Lyra. Lagi pula kita disini untuk makan bukan untuk mendengarkan gosip yang mereka bicarakan," Arga mengetahui apa yang saat ini sedang dipikirkan, Lyra. Arga dapat melihatnya daei raut wajah Lyra yang nampak muram, setelah mendengar beberapa bisikan yang dapat terdengar di telinga mereka.Lyra, mengangkat tataoannya menatap Arga, sembari memaksakan senyumannya. "Terima kasih Pak Arga, sebenarnya saya sedikit merasa sungkan untuk menerima ajakan Bapak untuk makan siang bersama, tetapi karena saya ingin membalas budi karena Bapak telah membantu saya mendapatkan pekerjaan, saya tidak berani untuk menolaknya."Arga mengangguk mengerti. "Aku tahu, Lyra. Baiklah, k
Lyra merasa kesal saat Teresa meninggalkan tempat bersama beberapa teman yang ikut bersamanya, setelah membasahi tubuhnya dengan minuman. Arga mengabaikan Teresa yang mencoba untuk mempermalukan Lira di depan semua tamu restoran. "Lyra, biar aku membantumu untuk membersihkannya?" tawar Arga yang berjalan mendekat. Namun, segera di cegah oleh Lyra yang menolak bantuannya. "Tidak perlu pak, Arga. Aku baik-baik saja," Lyra tidak ingin dikasihani apa lagi yang terjadi saat ini sudah membuatnya menjadi pusat perhatian sama orang.Entah apa yang dipikirkan orang tentangnya. Namun, semua mata yang melirik ke arahnya memberi tatapan menjemur membuat Lira hanya dapat menggigit bibirnya sembari menundukkan wajahnya memperhatikan penampilannya.Teresa yang melihat penampilan Lyra, begitu menyedihkan sama sekali tidak dia peduli, sebelum keluar dia sempat melontarkan beberapa sindiran kepada, Lyra."Itu pelajaran untukmu karena mencoba untuk mendekati tunanganku. Lain kali jika aku melihatmu ma
"Jika anda menganggapnya seperti itu, Tuan. Aku hanya meminta anda untuk keluar meninggalkan kamarku," pinta Lyra, yang membuat wajah Max berubah suram."Tetapi aku tidak ingin Lyra, lagi pula ini adalah kamarku atas dasar hak apa Kamu mengusir keluar," Max seolaj tidak peduli dengan pengusiran Lyra padanya, dan tetap mempertahankan posisinya yang ingin tetap berada di dalam kamar Lyra. Lagi pula Max datang karena ingin memberi penjelasannya kepada Lyra. Namun, Lyra malah memintanya untuk keluar meninggalkan kamarnya.Lyra mengangkat tatapannya memandang Max yang berdiri di belakangnya. "Tentu saya keberatan tuan, lagi pula saya juga tahu jika ini adalah apartemen milik anda, tetapi saat ini, kamar ini adalah milik saya jadi tidak ada yang salah jika saya meminta kepada anda untuk keluar meninggalkan kamar saya.""Kamu..." Max tidak bisa menyembunyikan kemarahannya menatap Lyra, yang berada di depannya.Lyra melanjutkan kembali ucapannya. "Seharusnya anda tidak datang dan mengganggu
Jennifer memilih untuk tidak berdebat lagi dengan Max, tetapi bukan berarti dia akan menuruti perintah Max yang memintanya keluar dari dalam kamar, Lira. "Baiklah Max, aku tidak akan mempermasalahkan itu lagi, Max. Tetapi aku memintamu kepadamu untuk keluar meninggalkan kamar wanita ini. Lagi pula untuk apa kamu tetap berada di sini Max? Bukankah lebih baik kita kelyar dan melanjutkan kegiatan panas kita yang sempat tertunda karena kehadirannya," tunjuk Jennifer pada wajah Lyra yang berdiri diam sedari tadi memandang ke arahnya.Entah apa maksud dari tatapan Lyra kepadanya. Namun, Jennifer yang melihatnya semakin merasa kesal, melihat pandangan Lyra, seolah bertingkah berani di kepadanya.'Berani-beraninya pelayan rendah ini menatapku,' geram Jennifer. Namun, tidak berani mengatakannya tepat di depan Max."Jennifer!!" geram Max, saat melihat Lyra kembali mengungkit perbuatan mereka yang membuat keadaan seperti saat ini.Max memijat pelan keningnya merasa pusing, mendengar perkataan J
Max memilih untuk keluar menemui sahabatnya di cafe guna menghindari perdebatanya dengan Jennifer. Dirinya merasa lelah, entah mengapa perdebatanya dengan Jennifer serasa menguras banyak tenaganya, dan saat kepulangan Lyra melihat apa dia tengah lakukan dengan Jennifer membuatnya sedikit merasa tidak nyaman."Ada apa, Max? Kenapa wajahmu terlihat muram seperti itu?" Diego mengeritkan dahi melihat sikap berbeda sang sahabat yang tidak seperti biasnya.Rio ikut melirik ke arah Max. "Sepertinya sesuatu sedang terjadi dengan hubungan, Max. Apa mungkin itu ada hubungannya demgan Jennifer dan pelayan itu?" tanya Rio membuat Max mendelik kesal. "Kalian berdua berhenti menduga-duga. Lebih baik kalian memesan minuman yang dapat membut sakit kepalaku menghilang." keluh Max terdengar kesal. Rio dan Diego saling menatap mendengar perkataan Max. Dimana Rio kemudian memberi isyarat mata kepada Diego untuk bertanya yang di balas Diego dengan mengedipkan bahunya."Dasar!"Melihat Diego tidak ingin
Lyra, yang sedang mengerjakan pekerjaan di dapur, terkejut mendengar suara pintu apartemen Max dibuka. Max berjalan pelan menghampiri Lyra didapur. "Lyra, apa yang kamu buat?" tanya Max, menoleh ke arah masakan yang sedang di buat Lyra.Di sana ada beberapa bahan masakan yang sedang dibuat oleh Lyra. Max melihatnya sedikit tersenyum tipis di wajahnya dam kembali menatap ke arah Lyra yang terlihat diam mengabaikannya.Lyra tidak tahu apa tujuan Max menghampirinya, saat sebelumnya mereka memiliki sedikit perselusihan. Namun, mengingat statusnya yang masih merupakan seorang pelayan, Lyra dengan enggan membalasnya."Ada apa, Lyra? tanya Max kembali, saat melihat Lyra masih belum menjawab pertanyaannya.Lyra terdiam sesaat sebelum membalas pertanyaan Max. "Makan malam, Tuan. Saya baru saja akan menyajikannya," balas Lyra tanpa menolehkan tatapannga melirik Max, Lyra hanya terus mengerjakn pekerjaanya.Max melihat Lyra yang tidak ingin melihatnya membuang nafas berat. "Lyra, ada yang ingi