Lyra yang meninggalkan apartemen milik, Max. Menyusuri jalan menggunakan taksi untuk mencari lowongan pekerjaan yang mungkin bisa dia dapatkan.Lyra yang hanya memiliki pendidikan menengah atas, memilih mencari pekerjaan sebagai seorang pelayan seperti pekerjaan yang selama ini dikerjakannya. Alasan Lyra tidak hanya karena memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas, tetapi juga karena luka bakar yang ada di kakinya,yang membuatnya sedikit kesusahan untuk mendapat pekerjaan, mengingat langkahnya saat berjalan tidak seperti lainnya. Saat Lyra tengah melamun, sopir taksi yang tengah mengemudikan mobil, melirik ke arahnya dan membuka suara yang membuat Lyra segera tersadar dari lamunannya."Nona, apa Nona masih ingin berkeliling atau Nona ingin saya turunkan disini, Nona?" tanya sopir taksi, yang sedari tadi melihat Lyr hanya duduk diam, di dalam taksinya tanpa mengatakan Arah tujuannya, dan hanya memintanya untuk membawanya berkeliling mengitari kota yang dia tempati.Sopir taksi juga t
Lyra menunduk malu saat melihat tatapan mata pria aaing yang berdiri di hadapannya, terlihat sedang memperhatikan penampilannya dengan mata yang terus menelisik tubuhnya."Nona, jika saya tidak salah melihat anda saat ini sedang mencari pekerjaan, Apakah saya benar? Ucapnya yang membuat Lyra mengangkat tatapannya, menatap tidak percaya pada pria yang berdiri di hadapannya.Bagaimana pria yang baru saja ditemuinya bisa mengetahui jika saat ini dia sedang mencari pekerjaan, padahal Lyra tidak pernah mengatakan sebelumnya kepadanya, ataupun bertemu dengan pria ini saat melamar pekerjaan.Merasa bingung, Lyra kemudian mengajukan pertanyaan."Tuan, bagaimana anda mengetahui jika saya sedang mencari pekerjaan, padahal saya tidak pernah mengatakannya kepada anda?"Pria yang berdiri di hadapannya tersenyum tipis mendengarkan perkataan Lyra. "Nona, anda tidak perlu mengatakannya, Semua orang pasti akan mengetahuinya saat melihat beberapa berkas yang ada di tangan Anda terkihat jelas jika anda
Lyra dengan semangat perjalanan menuju Cafe, tempat di mana pria asing yang bernama Arga semula menawarkan pekerjaan kepadanya. Dengan senyum merekah yang terlihat jelas di wajahnya, Lyra memasuki Cafe dan menghampiri salah satu pegawai Cafe untuk menanyakan tempat melakukan wawancara pekerjaan. "Nona, Permisi. Apa saya bisa bertemu dengan HRD Cafe ini, saya bermaksud untuk menyerahkan berkas lamaran saya," ujar Lyra yang berdiri di depan kasir sembari menunjuk berkas yang ada ditangannya.Kasir menunjukkan raut wajah tidak suka melihat keberadaan, Lyra. Namun, saat matanya melirik pintu masuk, dimana Arga berjalan tegak memasuki Cafe l, segera kasir itu merubah raut wajahnya, tersenyum menunjukkan tempat di mana Lyra bisa menyerahkan lamarannya."Kamu bisa naik ke lantai 2, di lantai atas kamu hanya perlu belok kiri untuk melihat ruangan HRD, di sana kamu bisa mengetuk pintu dan masuk menyerahkan lamaran mu," ujarnya memberitahukan, yang dibalas anggukan kepala oleh Lyra. "Terima ka
"Dewi, berhenti melirik ke arah, pak Arga. Jangan sampai mata pegawai lainnya, melihat apa yang Kita lakukan, dan mengetahui jika kita senang membincangkan, pak Arga," Lyra memperhatikan ke arah sekitar, memastikan jika tidak ada karyawan yang mendengar perbincangannya bersama dengan, Dewi. Lyra tidak ingin di hari pertamanya dirinya bekerja akan mendapatkan musuh yang akan mengganggu pekerjaannya."Baiklah Lyra, berhenti menatapku seperti itu. Lagi pula tidak akan ada yang marah saat mengetahui jika kita sedang membincangkan, pak Arga. Pak Arga pria lajang, sudah sewajarnya semua wanita pasti tertarik kepadanya, termasuk juga diriku." Dewi tanpa sungkan mengatakan kekagumannya kepada Arga di depan Lyra.Lyra terkejut mendengar ucapan Dewi yang mengakui jika dirinya juga tertarik kepada Arga atasan mereka. Namun, Lyra tidak peduli, lagi pula itu urusan Dewi jika dia menyukai pak Arga. Lyra hanya meminta Dewi untuk menemanninya menyelesaikan melihat-lihat Cafe tempat di mana dia akan m
Lyra yang menerima ajakan Arga untuk makan siang bersama, sedikit merasa sungkan saat melihat beberapa tatapan mata melirik ke arahnya. Entah apa maksud dari tatapan semua orang yang melirik ke arahnya. Namun, beberapa bisikan terdengar di telinganya membuat Lyra menyesali keputusannya untuk menerima ajakan Arga."Abaikan mereka, Lyra. Lagi pula kita disini untuk makan bukan untuk mendengarkan gosip yang mereka bicarakan," Arga mengetahui apa yang saat ini sedang dipikirkan, Lyra. Arga dapat melihatnya daei raut wajah Lyra yang nampak muram, setelah mendengar beberapa bisikan yang dapat terdengar di telinga mereka.Lyra, mengangkat tataoannya menatap Arga, sembari memaksakan senyumannya. "Terima kasih Pak Arga, sebenarnya saya sedikit merasa sungkan untuk menerima ajakan Bapak untuk makan siang bersama, tetapi karena saya ingin membalas budi karena Bapak telah membantu saya mendapatkan pekerjaan, saya tidak berani untuk menolaknya."Arga mengangguk mengerti. "Aku tahu, Lyra. Baiklah, k
Lyra merasa kesal saat Teresa meninggalkan tempat bersama beberapa teman yang ikut bersamanya, setelah membasahi tubuhnya dengan minuman. Arga mengabaikan Teresa yang mencoba untuk mempermalukan Lira di depan semua tamu restoran. "Lyra, biar aku membantumu untuk membersihkannya?" tawar Arga yang berjalan mendekat. Namun, segera di cegah oleh Lyra yang menolak bantuannya. "Tidak perlu pak, Arga. Aku baik-baik saja," Lyra tidak ingin dikasihani apa lagi yang terjadi saat ini sudah membuatnya menjadi pusat perhatian sama orang.Entah apa yang dipikirkan orang tentangnya. Namun, semua mata yang melirik ke arahnya memberi tatapan menjemur membuat Lira hanya dapat menggigit bibirnya sembari menundukkan wajahnya memperhatikan penampilannya.Teresa yang melihat penampilan Lyra, begitu menyedihkan sama sekali tidak dia peduli, sebelum keluar dia sempat melontarkan beberapa sindiran kepada, Lyra."Itu pelajaran untukmu karena mencoba untuk mendekati tunanganku. Lain kali jika aku melihatmu ma
"Jika anda menganggapnya seperti itu, Tuan. Aku hanya meminta anda untuk keluar meninggalkan kamarku," pinta Lyra, yang membuat wajah Max berubah suram."Tetapi aku tidak ingin Lyra, lagi pula ini adalah kamarku atas dasar hak apa Kamu mengusir keluar," Max seolaj tidak peduli dengan pengusiran Lyra padanya, dan tetap mempertahankan posisinya yang ingin tetap berada di dalam kamar Lyra. Lagi pula Max datang karena ingin memberi penjelasannya kepada Lyra. Namun, Lyra malah memintanya untuk keluar meninggalkan kamarnya.Lyra mengangkat tatapannya memandang Max yang berdiri di belakangnya. "Tentu saya keberatan tuan, lagi pula saya juga tahu jika ini adalah apartemen milik anda, tetapi saat ini, kamar ini adalah milik saya jadi tidak ada yang salah jika saya meminta kepada anda untuk keluar meninggalkan kamar saya.""Kamu..." Max tidak bisa menyembunyikan kemarahannya menatap Lyra, yang berada di depannya.Lyra melanjutkan kembali ucapannya. "Seharusnya anda tidak datang dan mengganggu
Jennifer memilih untuk tidak berdebat lagi dengan Max, tetapi bukan berarti dia akan menuruti perintah Max yang memintanya keluar dari dalam kamar, Lira. "Baiklah Max, aku tidak akan mempermasalahkan itu lagi, Max. Tetapi aku memintamu kepadamu untuk keluar meninggalkan kamar wanita ini. Lagi pula untuk apa kamu tetap berada di sini Max? Bukankah lebih baik kita kelyar dan melanjutkan kegiatan panas kita yang sempat tertunda karena kehadirannya," tunjuk Jennifer pada wajah Lyra yang berdiri diam sedari tadi memandang ke arahnya.Entah apa maksud dari tatapan Lyra kepadanya. Namun, Jennifer yang melihatnya semakin merasa kesal, melihat pandangan Lyra, seolah bertingkah berani di kepadanya.'Berani-beraninya pelayan rendah ini menatapku,' geram Jennifer. Namun, tidak berani mengatakannya tepat di depan Max."Jennifer!!" geram Max, saat melihat Lyra kembali mengungkit perbuatan mereka yang membuat keadaan seperti saat ini.Max memijat pelan keningnya merasa pusing, mendengar perkataan J
Lyra menatap Max dengan ekspresi yang memohon pertolongan. "Max, ini Jennifer. Dia ada di sini untuk mencelakaiku," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kecemasan.Max segera merasakan ancaman yang mengancam mereka. Dia ingin mendekat, namun takut jika Jennifer berani melakukan ancaman yang akan mengancam nyawa Lyra.Max dengan suara paling mencoba menarik perhatian Jennifer. "Jennifer, apa yang kamu lakukan di sini? Kamu harus pergi sekarang juga, jika tidak, kamu akan menyesalinya" ujarnya dengan suara yang penuh dengan ketegasan.Jennifer mencibir, matanya menyorot tajam tidak erdulu dengan ancaman yang dikatakan Max kepadanya.Jennifer tidak peduli jika Max akan menghubungi pihak kepolisian untuk datang menangkapnya. Dia sudah membuat keputusan, dan akan mengakhiri ini semua di sini, dengan melenyapkan Lyra. Hanya itu jalan satu-satunya untuk membuatnya dapat menghilangkan rasa sakit di hatinya, melihat kebahagiaan Max bersama dengan Lyra, dan tanoa perduli demgan dirinya.Namu
"Max, kamu... Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Jennifer dengan dahi mengerut dalam, melihat keberadaan Max di dalam apartemennya.Max merapatkan bibirnya tidak menjawab, matanya hanya melirik tajam Damian yang duduk dengan senyum acuh melihat keberadaannya.Jennifer melihat pandangan mata Max, berusaha untuk menjelaskan kepada Max, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman."Max, kamu jangan salah paham. Damiam datang karena ingin membantuku untuk mengambil beberapa barang milikku, lagi pula aku akan meninggalkan apartemen milikmu, Max. Mengingat kamu memutuslam mengakhiri hubungan kita, tidak ada alasan untuk aku tetap berada di sini," ujar Jennifer membuat Max terkejut.Max terlihat terkejut, raut wajah yang Max perlihatkan saat ini di hadapan Jennifer cukup membuat Jennifer merasa bingung. pasalnya Max sendiri yang meminta untuk mengakhiri hubungan mereka, namun saat ini Max berdiri seolah tidak menyangka jika dia akan menyetujui perpisahan mereka."Kenapa Mas, apa kamu tidak ing
Max tidak menyembunyikan kehamilan Lyra, dia memberitahukan kepada ayahny Anthony dan juga ibunya, walaupun ibunya tidak menyambut hangat kabar kehamilan Lyra, tetapi Max tidak perduli. Ibunya memang sejak dulu mengharapkan jika dia dan Lyra akan segera berpisah, namun masih malam mempertahankan pernikahannya bahkan membuat Lyra hamil anak miliknya.Berbeda dengan ibunya, Ayahnya bahkan berpesan kepadanya untuk lebih memperhatikan keadaan Lyra daripada pekerjaannya di perusahaan, itu jelas membuat Max menggelengkan kepala melihat antusias yang ditunjukkan ayahnya dengan kabar kehamilan istrinya.Semenjak kehamilan Lyra, Max lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan, agar dapat segera kembali untuk menemui istrinya, yang sengaja dia tinggalkan sendirian di apartemen miliknya.Max belum memikirkan untuk mencari seorang pelayan, yang bisa dia percayai untuk tinggal merawat dan membantu pekerjaan Lyra, agar Lyra tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang berat mengingat keadaan ist
Max merasa begitu bersyukur dan beruntung. Dia mencium kening Lyra dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, Lyra. Kamu telah membuatku pria yang paling bahagia di dunia ini," ucapnya dengan suara bergetar. Dokter yang melihat kebahagiaan mereka, ikut tersenyum bahagia melihat wajah Max yang terharu menyambut kehamilan istrinya, kemudian sang Dokter, keluar meninggalkan mereka.Lyra tersenyum, merasa begitu dicintai oleh suaminya. "Kita akan menjadi keluarga yang bahagia, Max. Aku tidak sabar menantikan kehadiran bayi kita," Lyra menunduk, dengan mengusap perutnya yang rata dengan harapan.Mereka akan menjadi orangtua, dan perjalanan baru dalam kehidupan mereka akan segera dimulai."Aku akan melakukan segala yang aku bisa untuk membuat kamu dan bayi kita bahagia, Lyra. Kamu adalah segalanya bagiku," ucap Max dengan suara yang penuh dengan tekad.Lyra tersenyum, merasakan cinta yang begitu dalam dari suaminya. "Aku tahu, Max. Dan aku tidak bisa meminta lebih dari kamu. Kita akan menjal
Jennifer beberapa hari ini menghabiskan waktunya di Bar dan akn kembali ke apartemen yang diberikan Max untuknya saat mabuk. Jennifer memilih untuk melupakan kekecewaannya dengan meminum minuman keras, untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya.Damian, yang kebetulan melihat Jennifer juga berada di sebuah Bar dengan minuman di hadapannya, beranjak dari duduknya meninggalkan beberapa rekannya untuk menghampiri Jennifer.Damian melirik wajah Jennifer yang memerah oleh pengaruh minuman keras, matanya menata dalam Jennifer yang terlihat mabuk duduk sendirian. "Jennifer ada apa? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Damian, matanya memerhatikn raut wajab Jennifer yang terlihat jika dia tidak baik-baik saja.Jennifer menoleh saat mendengar suara seseorang yang bertanya kepadanya, matanya menyipit memandang Damian dengan senyum getir diwajahnya."Damian, itu kau?" tunjuk Jennifer meletakkan minumannya, kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah Damian yang berdiri di hadapannya.Da
Max disatu sisi merasa lega mendengar kata-kata itu, namun di sisi lain dirinya merasa bersalah, terutama saat melihat wajah Lyra yang kembali terluka, yang harus mengingat penyebab Lyra mengalami kecacatan di kakinya, semua karena menolongnya."Aku menyesal, Lyra. Aku menyesal telah tanpa sengaja menyakiti kamu. Tetapi percayalah, jika aku akan menebus semua pengorbanan yang telah kamu berikan padaku, aku berjanji Lyra." ujarnya dengan suara yang penuh dengan keyakinan.Max tidak akan mengingkarinya, dirinya telah berjanji kepada Lyra jika dia akan menebus semua kesalahan yang telah dia lakukan kepada Lyra, sehingga Lyra tidak akan merasa bersedih atau pun menyesal karena telah menolongnya saat itu.Lyra meraih tangan Max dengan lembut. "Aku tahu kamu menyesal, Max. Tapi yang penting sekarang adalah bagaimana dengan hubunganmu bersama dengan Nona Jennifer? Aku tidak ingin jika Nona Jennifer datang dan terus menggangguku, Max. Kamu harus membuat keputusan, agar membuatku semakin percay
Dengan tekad yang baru ditemukan, Max mulai bekerja keras untuk memperbaiki hubungannya dengan Lyra. Dia melakukan segala pekerjaan suami yang dia bisa untuk membuat Lyra merasa dicintai dan dihargai. Setiap hari, dia memberikan perhatian maksimalnya untuk menjadi suami yang lebih baik.Setiap Max pulang dari bekerja, dia akan melakukan pekerjaan rumah untuk meringankan pekerjaan Lyra, berusaha untuk tidak membuat Lyra merasa terbebani.Lyra yang baru saja membersihkan tubuhnya setelah lelah seharian bekerja di cafe, keluar menuju ruang tengah untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tengahnya meraih remote memutar siaran TV sembari menyandarkan punggungnya di sofa, mekirik sekilas Max yang saat ini berjalan menghampirinya dengan secangkir kopi di tangannya."Lyra, apa yang bisa aku lakukan untuk membuatkanmu makan malam?" tanya Max dengan suara lembut, mencoba mengetahui keinginan istrinya. Max kemudian meletakkan cangkir kopi yang dia buat di depan Lyra, kemudian ikut mendudukan tubuhnya t
Max mengangkat sebelah bibirnya tersenyum mengejek di hadapan Jennifer, sembari menggelengkan kepalanya."Jangan pura-pura tidak tahu apa yang aku maksud jennifer. Aku sudah terlalu muak dengan kebohonganmu selama ini...." ucapnya tanpa ragu."Apa tujuanmu membohongiku selama ini, Jennifer? Bukankah selama ini aku menuruti semua keinginanmu, namun apa balasanmu?" tanya Max, suaranya terdengar tercekik oleh rasa kekecewaan. Matanya masih memandang Jennifer yang nampak terkejut dengan apa yang dia ungkapkan.Melihat Jennifer tidak mengatakan apapun, Max kembali membuka suaranya berusaha mengatakannya dengan jelas di hadapan Jennifer."Apakah kamu sangat puas telah membodohiku selama ini?" ucap Max dengan sorot tajam memandang Jennifer.Jennifer terdiam, wajahnya pucat dan tak bisa berkata-kata. 'Bagaimana bisa?' pikirannya berkecamuk mendengar apa yang baru saja dikatakan Max kepadanya."Max, aku bisa jelaskan," ucapnya dengan nada gemetar. Namun, Max sudah terlalu banyak mendengar ala
Bagi Max, memilih menjauh dari Jennifer adalah salah satu cara untuk melindungi Lyra dari rasa sakit yang mungkin ditimbulkannya.Sadar atau tidak, setiap keputusan yang dia buat selalu saja melukai Lyra. Untuk itu, kali ini Max berusaha keras untuk memperbaiki dirinya walaupun di satu sisi dirinya juga masih merasa terikat dengan hidup Jennifer.Max tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, namun untuk saat ini dirinya akan berusaha untuk memperbaiki segalanya, agar dapat mempertahankan pernikahannya bersama dengan Lyra, walaupun itu mungkin akan menyakiti perasaan Jennifer wanita yang selama ini menemaninya.Setiap, Jennifer berusaha untuk mendekati Max, keinginan Jennifer selalu ditolaknya. Itu Max lakukan sebagai usaha agar dirinya dapat menjauhkan Jennifer dari kehidupannya.Seperti saat ini, mengetahui jika Max terus menolak panggilannya, Jennifer memilih untuk menemui Max, tanpa peduli jika Max mungkin tidak ingin bertemu dengannya.Max menundukkan tatapannya, merasa bersalah