Share

Iblis Cantik

last update Last Updated: 2021-06-14 20:03:31

Daren bergerak pelan, membuka mata sembari membangunkan tubuh yang terasa remuk redam. Dia belum pernah merasakan sakit seperti ini meski kelelahan mengantar paket, ini bahkan tidak bisa dikategorikan rasa sakit, mungkin hancur? Seluruh tulangnya bahkan serasa mengilu.

"Bapak jangan terlalu banyak gerak, lukanya belum pulih."

Daren mengerjap, memfokuskan pandangan pada seseorang yang kini berdiri anggun di hadapannya. Wanita dengan seragam putih yang sedang memegang alat kesehatan.

Wanita itu mendekat, membantunya untuk bersandar pada kepala ranjang dengan sebuah bantal yang diletakkan di balik punggung. Daren memegang kepalanya yang terasa berdentum-dentum.

Setelah menemukan titik nyaman, dia berusaha memindai sekitar. Melihat bagaimana keadaan ruangan tempatnya.

Apakah ini di rumah sakit? Tapi tak akan ada rumah sakit sebagus ini bukan?

"Saya di mana?" Akhirnya, pertanyaan itu ia lontarkan. Seingatnya kemarin dia___

Daren menengang, motornya? Paket?

Pria itu menyentak selimut, mencoba bangkit hingga pada akhirnya rubuh kembali membentur kepala ranjang.

"Bapak!" Perawat yang melihatnya terpekik dan berusaha membantu, kembali menyandarkan Daren pada kepala ranjang. "Bapak belum pulih, belum bisa bergerak terlalu banyak," ujarnya meneggakan kembali tiang infus yang tadi terpelanting ke lantai.

Daren menyerah. Helaan napas kasar keluar dari mulutnya. Entah siapa yang membuatnya seperti ini? Dia hanya ingat dia dipukuli oleh ....?

"Brengsek!" umpatnya menekan rasa sakit yang kembali menyerang kepalanya. Apa dia gegar otak gara-gara semalam?

"Nyonya akan marah sama saya kalau, Bapak kenapa-kenapa." Perawat itu menatap Daren dengan wajah meringis.

"Nyonya?"

"Nyonya Alexandra."

"Dimana Dia?"

"Nyonya masih di kantor, Pak. Sebentar lagi datang," jawab perawat sembari mencatat hasil visitnya pagi ini mengenai keadaan sang pasien.

Pintu terbuka, menampakkan sosok wanita berwajah campuran dengan rambut tembaga. Melangkah dengan tenang mendekati dua orang yang memandang ke arahnya.

Daren mendongak pada wanita yang berdiri di hadapannya dengan tatapan yang entahlah? Ia bisa melihat keangkuhan meliputi wajah itu. Kini hanya tinggal mereka berdua setelah sang perawat undur diri.

"Bagaimana keadaan kamu?" Dera masih berdiri dengan tangan terlipat. Menelisik wajah di depannya yang sempat tak berbentuk karena ulahnya.

"Menerutmu?" ketus Daren.

Dera menghela napas, duduk pada kursi yang disediakan. "Motormu sudah ku kembalikan ke tempat kerja, dan kamu tidak bekerja lagi di tempat itu," jelasnya dengan tenang. Sementara pria di depannya sudah menegang.

"Kamu tidak perlu khawatir, setelah sehat kamu akan bekerja di perusahaan saya," lanjutnya menatap arloji di pergelangan, dia punya waktu 15 menit lagi.

"Perusahaan?"

"Alexandra company."

Daren mengernyit. Mengingat nama itu dan__

"Aku tidak akan pernah bekerja di tempat sialan itu," umpatnya dengan rahang mengeras.

"Tampat sialan seperti apa maksudmu?" tekan Dera merasa mendidih sekarang. Perusahaan itu milik keluarganya, diberikan oleh sang ayah sebelum meninggalkannya pergi. Itu harta satu-satunya.

"Apa kamu tidak tahu? Apa yang dilakukan karyawan di sana?" Daren berdecih, kemudian menggeleng ngeri mengingat kejadian kemarin.

"Maafkan kelakuan karyawanku." Dera berdiri, "dan bukankah kamu ingin memberikan paket itu langsung ke padaku?"

Daren mengernyit, maaf otaknya masih terlalu sakit untuk berpikir.

"Aku Dera, Dera alexandra."

Dan saat ini kepala Daren sekali lagi seperti sedang ditimpuk oleh balok keras. "Kamu?" Pria itu memegang kepalanya.

Dera tak mengatakan apa-apa. Hanya mengangguk sekilas.

"Dan kamu yang?"

Sekali lagi Dera mengangguk.

Daren megepalkan kedua tangan. Jadi dia perempuan iblis yang membuatnya hampir mati? "Brengsek," desisnya ingin meninju sesuatu.

"Iya, saya memang brengsek. Tapi saya melakukan itu untuk melindungi perusahaan saya."

"Dengan cara membunuh orang lain?" Daren kini menatap dengan sinis.

"Kamu belum mati," sanggah Dera bersiap membalik badan. Dia benci drama seperti ini.

"Apa kamu tidak punya hati?" Daren telah menangkap pergelangan tangan wanita itu, iris pekatnya menghunus menatap Dera.

"Hatiku sudah lama mati." Dan Dera menepis tangan Daren dengan kasar. Berjalan meninggalkan pria itu dengan langkah anggun yang tergesa.

Daren terhempas ke tempat tidur. Kepalanya sakit.

***

Sudah pukul 11 malam, setelah merapikan berkas Dera meraih tas untuk mengambil ponsel. Iya, setelah kejadian di parkiran waktu itu dia memegang sendiri ponselnya. Takut terjadi apa-apa pada pria itu. Mau tidak mau ia harus bertanggung jawab.

Dera mendial nomor telpon rumah, dua kali sambungan dan tepon di angkat. "Hallo ... bagaimana keadaan Bapak?" tanyanya mengapit ponsel dengan bahu. Ia masih sibuk berbenah.

Tak ada jawaban. Hanya suara helaan napas di seberang sana dan Dera tahu siapa lawan bicaranya.

"Apa kamu sudah makan?" Percayalah, dia butuh menekan debaran dada saat mengucapkan itu.

"Apa kamu perduli?" Suara itu terdengar berat dan ... menusuk.

Dera menelan ludah. "Dengar, aku tidak sengaja melakukan itu. Aku hanya__"

"Hallo!"

Sambungan diputuskan secara sepihak. Baiklah dia akan menjadi gila sebentar lagi. Urusan kantor yang menumpuk, sekarang ditambah ulah pria konyol yang sok membuatnya paling berdosa.

Wanita berambut tembaga itu bangkit dari kursi, mematikan komputer dan bergegas keluar. Iya, dia harus lembur lagi hari ini.

Dera berlari menuju tempat parkir dengan sedikit tergesa-gesa. Otaknya sudah berjalan kemana-mana mendengar desisan pria itu yang seakan ingin menelannya.

Menyalakan mesin mobil dia menjalankan kereta besi itu dengan kecepatan tinggi. Sukurlah pada jam larut seperti ini jalanan sedikit lengang.

Tiga puluh menit dan Dera telah parkir di garasi rumah. Berjalan tergesa menaiki teras rumah dan menerobos masuk. Keadaan rumah sudah sepi, perawat yang ia sewa sepertinya sudah pulang begitu juga dengan ART yang hanya tinggal di siang hari.

Dera meletakkan tas di meja makan, kemudian berlari menaiki tangga. Dadanya sudah berdentum tak karuan, jangan sampai pria itu pergi dan__

"Ah!" Dera terhuyung ke belakang. Sesaat dia mengusap kening dan menengok benda yang ditabraknya.

Sosok berbadan tegap berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celana. Menatap dengan wajah dingin, dan netra yang menusuk.

"Kamu bangun?" Menekan kegugupan, Dera  berharap semoga pria itu tak menghajarnya.

Daren tak menjawab, pria itu melengos menuruni tangga. Seolah tak ada siapapun di depannya.

"Kamu mau kemana?" tanya Dera mengikuti, "dengar, aku melakukan itu karena aku berpikir kamu pencuri, jadi aku hanya ingin melindungi diriku. Dan jangan berpikir untuk melapor polisi atau aku akan__"

Dera hampir terjengkang ke belakang ketika secara mendadak Daren membalik badan. Namun beruntung, beruntunglah pria itu dengan sigap menarik pinggangnya. Membawanya pada pelukan dadakan yang kini membuat keduanya membeku.

Daren terpejam saat merasakan hembusan napas Dera menerpa ujung telinganya. Keduanya terpejam, seakan menikmati degupan jantung masing-masing yang berdetak abnormal.

Cukup lama, hingga salah satu mengeluarkan suara. "Tidak semua masalah bisa di selsaikan dengan emosi," ujar Daren. Jujur, dia sedikit kesulitan mengatur napas menghirup aroma rasberry dari rambut Dera.

Dera mengangguk. Iya, dia membenarkan perkataan Daren. Dan entah kenapa dia masih betah berada pada lingkupan pria itu.

"Aku tidak akan mempermalukan diriku di hadapan orang lain karena kalah dengan seorang wanita." Kalimat itu, dibisikan tepat di belakang telinga Dera. Membuat wanita itu terkesiap sebelum kegilaan meliputinya. Dia bahkan bisa merasakan ujung bibir Deren mengenai daun telinganya.

"Ba -- baguslah. Setidaknya kamu harus berterimakasih juga atas konpensasi yang ku berikan kepadamu. Memasuki Alexandra tanpa tes apapun." Ia yakin, jika wajahnya kini semerah kepiting. Dasar pria gila!

Daren menyeringai. Ia tahu bagaimana sulitnya memasuki perusahaan raksasa itu. Namun sebanding dengan apa yang akan didapatkan jika ia berhasil berada di dalamnya.

Sejenak, ingatan tentang pembicaraannya dengan sang kekasih terngiang. Kemarin, wanita itu menangis, mengatakan jika ia akan dinikahkan dengan pria lain jika Daren tak kembali dalam waktu cepat dan melamarnya.

"Aku ingin sebuah kesepakatan." Tiba-tiba Dera mengeluarkan dua lembar kertas dengan dua materai tertempel dari dalam tasnya. "Itu surat perjanjian, kamu akan bekerja di Alexandra dengan catatan kamu tidak akan membawa masalah kemarin ke ranah hukum."

Daren mengangguk. Ini keuntungan bukan? Tak mengapalah jika ia harus babak belur, tapi kini berhasil meraih salah satu mimpinya. Tidak, dia tidak licik, hanya sedang beruntung saja.

"Sebenarnya aku bisa saja menyumpal mulutmu tanpa melakukan ini. Tanpa mengotori Alexandra untuk menampung orang sepertimu."

Daren berdecih. Sombong!

"Tapi aku sedang tidak ingin melenyapkan seseorang," seru Dera dengan senyum meremehkan. "Jadi mari selsaikan ini dengan cepat." Sebuah pen berwarna gold tergeletak di atas meja.

Jika bukan karena Audra dia tidak akan sudi bekerja di bawah perintah iblis perempuan ini.

Meraih polpen, sebuah tanda tangan Daren bubuhkan di atas materai. Kemudian di tandatangani juga oleh Dera. Mereka sepakat.

"Jika kamu melanggar, maka jangan berpikir untuk hidup lebih lama." Satu kalimat yang menjadi penutup obrolan mereka. Dera beranjak menaiki tangga dan menghilang pada kelokan ke dua.

"Iblis!" Daren mengumpat dengan tatapan misterius.

Bersambung ....

Related chapters

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Hari pertama

    Pagi sekali, Daren sudah bersiap dengan baju kerjanya. Kemeja biru langit, celana hitam dan dasi berwarna biru tua dengan aksen garis-garis putih. Berwibawa dan tampan tentu saja.Dera menghela napas, pria di hadapannya memang bukanlah pria sembarangan. Lihatlah wajah berahang tegas itu, badan tinggi tegap dengan dada yang terlihat bidang. Dera menggaruk pelipis, sedikit canggung dengan mahluk di depannya. Masih ingatkah adegan pelukan mereka dua malam lalu?"Bagaimana? Aku tidak membuatmu malu bukan?" Daren memasukan kedua tangan ke saku celana. Wajah klimisnya menampakan kesan dingin, yang entah kenapa Dera sukai.Dera berdehem, mengangguk singkat lalu beralih pada dua lembar roti gandum yang sedang diolesi coklat. Jangan tanya fokusnya sekarang, sudah buyar. Namun demi harga diri yang dijunjungtinggi, dia sekuat hati bersikap tak perduli.

    Last Updated : 2021-06-14
  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Sisi lain

    Jarak menciptakan tembok besar bagi sebuah hubungan_________Rasanya ia ingin sekali menendang bokong pria itu. Datang tak diundang pulang tak diantar. Itulah Deren, si manusia bermuka bebal.Dera membanting tasnya, dia mengurut kedua alis. Sampai kapan dia akan menjalani kehidupan seperti ini dengan pria gila itu? Iya, dia harus mencarikan tempat tinggal untuk Daren.Dera masih merasakan remang semua bulu kuduknya ketika pria itu memeluknya dengan hangat dari belakang. Jika tidak mengingat waktu dan tempat, ia seharusnya berteriak hingga semua orang mendengarnya dan beramai-ramai menjadikan si gila itu asinan."Dia tidak punya sopan santun sama sekali!" geram Dera ingin menghajar wajah sok ganteng itu. Jantungnya masih berdetak abnormal saking takutnya hal itu terpergok

    Last Updated : 2021-06-14
  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Perasaan aneh

    "Aku sedang tidak enak badan." Satu kalimat yang Dera lontarkan pada benda pipih yang ia letakkan di atas kitchen island. Di seberang sana suara Reno terdengar hawatir dan bertanya berbagai hal.Daren sudah mengambil duduk dengan wajah tersenyum canggung. Dia meraih selembar roti yang kemudian diolesi cokelat."Honey ... are you sure? Aku rasa kamu harus pergi ke rumah sakit."Daren hampir tersedak ketika mendengar suara seorang pria dari smartphone Dera yang di speaker.Cmon! Mereka baru saja berciuman beberapa menit lalu. Namun kini?Dera meraih ponselnya dengan santai, melangkah ke arah kulkas dengan menempelkan benda itu ke telinga. Dia belum menyadari perubahan espresi pria muda yang kini menatap tubuh sintalnya dengan rahang mengeras."Love you too." Dera memutuskan komunikasi dengan Reno dan segera berbalik ke kitchen island untuk menyelsaikan sarapannya. Namu

    Last Updated : 2021-07-28
  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Gadis kampung

    Bagaimana rasanya ditinggalkan? Menyenangkan?Pertanyaan yang sering Dera tanyakan kepada dirinya sendiri, alasan-alasan mengapa malamnya tidak pernah berjalan dengan tenang seperti manusia lainnya. Tidur yang tidak pernah nyenyak dan rasa kosong yang selalu memeluk dirinya. Kecuali malam itu, iya hanya malam itu setelah kejadian sialan yang merenggut kebahagiaanya. Kenapa hanya malam ketika bersama pria aneh itu ia benar-benar merasa lengkap dan hangat? Bahkan dia bisa merasakan jika tidurnya benar-benar nyenyak sampai bermimpi dengan indah."Apa tujuanmu membawaku kemari?" Dera melepas kaca mata hitamnya. Dia baru saja kembali dari sebuah coffeshop dan kini kembali terjebak di sebuah cafetaria yang berjubel pelanggan berpakaian kantor seperti dirinya."Hm..." Pria itu menunjukan sepo

    Last Updated : 2021-09-16
  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Dera Alexandra

    Luka tak akan benar-benar sembuh. Selalu saja menyisakan retak kecil yang mengakibatkan tekanan dan trauma__________Keduanya tersenyum. Saling menatap intens di atas bantal. Semburat pink menjalari wajah ayu dengan rambut tergerai berantakan. Setelah melewati hari yang begitu pelik dalam rumah tangga mereka kini keduanya bisa bernapas lega. Terlebih Dera yang kini berusaha untuk berhenti hawatir tentang keadaan suaminya. 'Dia' yang tak ingin disebut namanya ia harap tak lagi menjadi kerikil tajam di rumah tangga mereka."Kamu bahagia?" Pertanyaan itu diangguki oleh Dera. Setelah hampir dua minggu tak bersua, perasaan rindunya kian membucah saat melihat kedatangan Reno."Selama aku pergi kamu ngapain aja?" Tangan kekar Reno mengalihkan kepala sang istri ke atas dadanya. Mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polos mereka.

    Last Updated : 2021-06-13
  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Pria aneh

    Kepercayaan kerap kali menjadi korban atas ketidak berdayaan seseorang yang memilih berbohong untuk menyelamatkan diri_______________"Tapi saya harus ketemu sama orangnya, Pak!"Dera mengernyit, menatap tajam pada si pembuat onar yang merusak pemandangan depan kantornya. Baru saja dia menginjakan kaki kembali setelah pergi selama seminggu ke Brazil, dia harus menyaksikan kejadian konyol yang membuat moodnya berantakan."Nggak bisa, Mas. Bu Dera sedang keluar negeri dan belum pulang," jelas satpam dengan napas tersengal karena kualahan. Sementara Dera, masih berdiri dengan bersedekap di tengah-tengah karyawan yang seakan kehilangan napas. Bertaruh antara tetap bekerja atau jadi tuna wisma."Bapak jangan bohongin saya, tadi saya lihat mobilnya." Pria berkaos merah putih itu masih ngotot dengan bingkisan

    Last Updated : 2021-06-13

Latest chapter

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Gadis kampung

    Bagaimana rasanya ditinggalkan? Menyenangkan?Pertanyaan yang sering Dera tanyakan kepada dirinya sendiri, alasan-alasan mengapa malamnya tidak pernah berjalan dengan tenang seperti manusia lainnya. Tidur yang tidak pernah nyenyak dan rasa kosong yang selalu memeluk dirinya. Kecuali malam itu, iya hanya malam itu setelah kejadian sialan yang merenggut kebahagiaanya. Kenapa hanya malam ketika bersama pria aneh itu ia benar-benar merasa lengkap dan hangat? Bahkan dia bisa merasakan jika tidurnya benar-benar nyenyak sampai bermimpi dengan indah."Apa tujuanmu membawaku kemari?" Dera melepas kaca mata hitamnya. Dia baru saja kembali dari sebuah coffeshop dan kini kembali terjebak di sebuah cafetaria yang berjubel pelanggan berpakaian kantor seperti dirinya."Hm..." Pria itu menunjukan sepo

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Perasaan aneh

    "Aku sedang tidak enak badan." Satu kalimat yang Dera lontarkan pada benda pipih yang ia letakkan di atas kitchen island. Di seberang sana suara Reno terdengar hawatir dan bertanya berbagai hal.Daren sudah mengambil duduk dengan wajah tersenyum canggung. Dia meraih selembar roti yang kemudian diolesi cokelat."Honey ... are you sure? Aku rasa kamu harus pergi ke rumah sakit."Daren hampir tersedak ketika mendengar suara seorang pria dari smartphone Dera yang di speaker.Cmon! Mereka baru saja berciuman beberapa menit lalu. Namun kini?Dera meraih ponselnya dengan santai, melangkah ke arah kulkas dengan menempelkan benda itu ke telinga. Dia belum menyadari perubahan espresi pria muda yang kini menatap tubuh sintalnya dengan rahang mengeras."Love you too." Dera memutuskan komunikasi dengan Reno dan segera berbalik ke kitchen island untuk menyelsaikan sarapannya. Namu

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Sisi lain

    Jarak menciptakan tembok besar bagi sebuah hubungan_________Rasanya ia ingin sekali menendang bokong pria itu. Datang tak diundang pulang tak diantar. Itulah Deren, si manusia bermuka bebal.Dera membanting tasnya, dia mengurut kedua alis. Sampai kapan dia akan menjalani kehidupan seperti ini dengan pria gila itu? Iya, dia harus mencarikan tempat tinggal untuk Daren.Dera masih merasakan remang semua bulu kuduknya ketika pria itu memeluknya dengan hangat dari belakang. Jika tidak mengingat waktu dan tempat, ia seharusnya berteriak hingga semua orang mendengarnya dan beramai-ramai menjadikan si gila itu asinan."Dia tidak punya sopan santun sama sekali!" geram Dera ingin menghajar wajah sok ganteng itu. Jantungnya masih berdetak abnormal saking takutnya hal itu terpergok

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Hari pertama

    Pagi sekali, Daren sudah bersiap dengan baju kerjanya. Kemeja biru langit, celana hitam dan dasi berwarna biru tua dengan aksen garis-garis putih. Berwibawa dan tampan tentu saja.Dera menghela napas, pria di hadapannya memang bukanlah pria sembarangan. Lihatlah wajah berahang tegas itu, badan tinggi tegap dengan dada yang terlihat bidang. Dera menggaruk pelipis, sedikit canggung dengan mahluk di depannya. Masih ingatkah adegan pelukan mereka dua malam lalu?"Bagaimana? Aku tidak membuatmu malu bukan?" Daren memasukan kedua tangan ke saku celana. Wajah klimisnya menampakan kesan dingin, yang entah kenapa Dera sukai.Dera berdehem, mengangguk singkat lalu beralih pada dua lembar roti gandum yang sedang diolesi coklat. Jangan tanya fokusnya sekarang, sudah buyar. Namun demi harga diri yang dijunjungtinggi, dia sekuat hati bersikap tak perduli.

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Iblis Cantik

    Daren bergerak pelan, membuka mata sembari membangunkan tubuh yang terasa remuk redam. Dia belum pernah merasakan sakit seperti ini meski kelelahan mengantar paket, ini bahkan tidak bisa dikategorikan rasa sakit, mungkin hancur? Seluruh tulangnya bahkan serasa mengilu."Bapak jangan terlalu banyak gerak, lukanya belum pulih."Daren mengerjap, memfokuskan pandangan pada seseorang yang kini berdiri anggun di hadapannya. Wanita dengan seragam putih yang sedang memegang alat kesehatan.Wanita itu mendekat, membantunya untuk bersandar pada kepala ranjang dengan sebuah bantal yang diletakkan di balik punggung. Daren memegang kepalanya yang terasa berdentum-dentum.Setelah menemukan titik nyaman, dia berusaha memindai sekitar. Melihat bagaimana keadaan ruangan tempatnya.Apa

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Pria aneh

    Kepercayaan kerap kali menjadi korban atas ketidak berdayaan seseorang yang memilih berbohong untuk menyelamatkan diri_______________"Tapi saya harus ketemu sama orangnya, Pak!"Dera mengernyit, menatap tajam pada si pembuat onar yang merusak pemandangan depan kantornya. Baru saja dia menginjakan kaki kembali setelah pergi selama seminggu ke Brazil, dia harus menyaksikan kejadian konyol yang membuat moodnya berantakan."Nggak bisa, Mas. Bu Dera sedang keluar negeri dan belum pulang," jelas satpam dengan napas tersengal karena kualahan. Sementara Dera, masih berdiri dengan bersedekap di tengah-tengah karyawan yang seakan kehilangan napas. Bertaruh antara tetap bekerja atau jadi tuna wisma."Bapak jangan bohongin saya, tadi saya lihat mobilnya." Pria berkaos merah putih itu masih ngotot dengan bingkisan

  • Dera, gairah terlarang sang CEO   Dera Alexandra

    Luka tak akan benar-benar sembuh. Selalu saja menyisakan retak kecil yang mengakibatkan tekanan dan trauma__________Keduanya tersenyum. Saling menatap intens di atas bantal. Semburat pink menjalari wajah ayu dengan rambut tergerai berantakan. Setelah melewati hari yang begitu pelik dalam rumah tangga mereka kini keduanya bisa bernapas lega. Terlebih Dera yang kini berusaha untuk berhenti hawatir tentang keadaan suaminya. 'Dia' yang tak ingin disebut namanya ia harap tak lagi menjadi kerikil tajam di rumah tangga mereka."Kamu bahagia?" Pertanyaan itu diangguki oleh Dera. Setelah hampir dua minggu tak bersua, perasaan rindunya kian membucah saat melihat kedatangan Reno."Selama aku pergi kamu ngapain aja?" Tangan kekar Reno mengalihkan kepala sang istri ke atas dadanya. Mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polos mereka.

DMCA.com Protection Status