Share

Stalker

Penulis: Nameera
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-30 11:38:15

Hari Senin, pukul 8 pagi.

Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.

“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.

“Gue jam 11,”  jawab Luna.

“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.

“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.

“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.

Fika melirik ke arah Luna, ia pun tersenyum tipis melihat Luna yang tampak sudah lebih cerah raut wajahnya dibandingkan kemarin lusa. Saat itu Luna terus menerus menangis dan histeris, sampai Rafka pun masuk ke dalam kamar Luna dan membantu menenangkan Luna.

Fika mengakui bahwa cobaan hidup Luna memang berat. Terlebih papinya yang terus menerus membentak dan memukul Luna. Jujur hati Fika sangat teriris setiap kali mendengar Luna bercerita tentang kelakukan papinya itu. Tapi ia tidak bisa masuk lebih dalam, ia hanya terus mencoba menjadi pendengar yang baik bagi sahabatnya itu.

Pada saat di Bandung pun, Luna masih terlihat raut wajah sedihnya. Walau ia mencoba untuk tersenyum tiap kali Sayla dan Joe ajak bicara.

“Fika? Ngelamun?”

“Eh iya? Udah siap, Lun?” Fika pun tersentak kaget karena ucapan Luna membuyarkan lamunannya. Luna pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Udah kok,” jawab Luna.

“Oke,sekarang aja kita jalannya ya?”

“Siap, Bu Bos,” tukas Luna sambil merangkul pundah Fika, “Makasih ya, Fika, selama ini lo emang sahabat terbaik gue,” sambung Luna. Fika pun tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu.

“Itu lah gunanya sahabat, dan makasih juga karena lo udah jadi sahabat terbaik gue.”

“Ih, pagi-pagi udah mellow aja ya,” ujar Luna.

“Hehehe, kan lo yang mulai,” kekeh Fika kemudian.

Mereka pun lalu turun ke bawah, lalu mereka menuju ke ruang makan. Di ruang makan mereka melihat Rafka sudah berada di meja makan. Karena Joe dan Sayla masih berada di Bandung, jadi hanya Rafka saja di sana.

“Pagi, Ka,” sapa Fika.

“Pagi,” sapa Rafka.

“Selama pagi, Ka,” sapa Luna. Rafka menatap Luna. Luna merasa salah tingkah karena ditatap begitu oleh Rafka, “Kenapa, Ka? Aneh ya baju gue?” tanya Luna kemudian. Rafka pun menghembuskan napas lalu menggeleng.

“Enggak kok,” jawabnya singkat.

“Jalan sekarang gimana, Ka?” tanya Fika.

“Lo ada kelas jam berapa?”

“Jam 10.”

“Masih ada waktu, sarapan dulu,” tutur Rafka.

Luna melihat hidangan yang ada di atas meja. Terdapat waffle – makanan kesukaannya. Terlebih di atas waffle  itu ada madunya, itu kesukaan Luna.

“Wei, Lun? Bengong aja?” tanya Fika, membuyarkan lamunan Luna.

“Eh? Gapapa kok.”

“Ayo sarapan! Kesukaan lo nih!” celetuk Fika.

“Hehehe lo kok tahu sih?” kekeh Luna. Ia tak heran Fika tahu kesukaannya, karena memang mereka sudah hampir 4 tahun bersahabat.

“Ya tahu lah. Apa sih yang gak gue tahu dari lo?” ujar Fika. Ia pun menaruh waffle itu di atas piring Luna. Luna tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

“Makasih ya, Fika.”

“Masama, santai aja, kayak sama siapa aja lo,” ujar Fika, “Udah abisin itu, kalo abis nanti minta Kaka untuk buat lagi,” lanjut Fika dengan santainya.

“Apa lo bilang?” tanya Rafka.

“Lo yang buatin lagi kalo kurang.”

“Ck,” Rafka hanya berdecak mendengar jawaban kembarannya itu. Fika hanya terkekeh melihat Rafka yang mukanya sudah ketat.

“Santai aja, Bro. Bercanda elah.”

“Ya ya ya.”

“Fika, lo sendiri gak sarapan?” tanya Luna.

“Gue ‘kan gak biasa sarapan, Lun,” jawab Fika. Memang sih Luna tahu kalau Fika itu tidak biasa sarapan. Dia biasanya brunch jam 10 pagi atau jam 11.

“Makan dulu atau gak jadi jalan?” ancam Rafka. Fika hanya menghela napasnya lalu memutar bola matanya malas.

“Iya deh iya,” tukas Fika seraya mengambil waffle dan menaruh di atas piringnya sendiri.

Mereka pun akhirnya sarapan bersama.

***************

Mereka sudah selesai sarapan, lalu mereka bertiga pun menuju ke mobil Rafka. Mobil Rafka termasuk mobil yang mahal. Mobil dengan merk dengan lambang kuda itu pun meluncur menembus jalanan Jakarta yang sudah padat.

“Lo ada kelas jam berapa, Ka?” tanya Fika ke Rafka. Rafka menyetir di depan, sedangkan Fika berada di sampingnya. Luna duduk sendiri di belakang. Ia tengah asik memandang kendaraan di Ibukota yang sudah mulai padat merayap.

“Jam 11,” jawab Rafka singkat.

“Hmm, berarti cuma gue yang jam 10 ya. Luna juga jam 11.”

“Selesai jam berapa?”

“Gue jam tiga sore,” jawab Fika, “Lun, lo selesai kelas jam berapa?” sambung Fika bertanya ke Luna. Luna pun menoleh.

“Gue agak sore, jam 5 sore baru selesai kelas,” jawab Luna seraya melirik ke arah Fika yang sedang menoleh ke arahnya.

Full mata kuliah hari ini?” tanya Fika lagi.

“Iya.”

“Kalo lo jam berapa, Ka?” tanya Fika ke Rafka.

“Gue jam 2 juga udah kelar,” jawab Rafka seraya terus memandang ke depan. Ia merasa sedikit kesal karena Jakarta pagi ini sangat macet.

“Kalian gak usah nunggu gue. Gue nanti bisa balik sendiri kok. Kasihan kalian kelamaan kalo nunggu gue,” tukas Luna. Ia merasa tak enak jika Fika dan Rafka harus menunggunya.

“Mana bisa gitu, pergi bareng ya pulang juga bareng,” ucap Fika.

“Tapi…” ucapan Luna terhenti. Ia melirik ke arah Rafka yang sedang menyetir. Rafka hanya menatap sekilas melalui kaca spion.

“Kita tungguin kok. Ya, Ka?” potong Fika.

“Hmm,” gumam Rafka singkat.

“Gak kelamaan nungguinnya?” tanya Luna memastikan. Jujur dia gak enak kalau sampe mereka nunggu Luna. Luna ‘kan hanya menumpang.

“Santai aja kali, Lun. Kayak sama siapa aja lo ah!”

“Makasih ya kalau begitu, maaf kalau merepotkan,” kata Luna tulus. Karena memang hatinya masih merasa tak enak jika Rafka dan Luna harus menunggu selama 3 jam untuk dirinya aja.

“Gak ada yang ngerepotin tahu, Lun! Jadi santai aja ya?” tukas Fika. Luna pun tersenyum mendengar ucapan Fika itu.

Perjalanan padat merayap mengharuskan mereka baru sampai 1 jam kemudian. Rafka segera memarkirkan mobilnya, tak lama kemudian Fika pun bersiap turun dari mobil. Karena memang sudah jam setengah 10, ia takut terlambat masuk kelas.

“Gue ke kelas dulu ya, udah jam setengah 10,” ujar Fika sedikit terburu-buru. Ia langsung mengambil tas nya, kemudian ia turun dari mobil.

Luna pun melirik sekilas ke arah Rafka. Jujur ia masih belum terlalu nyaman di samping kembaran Fika itu. Rafka itu termasuk anak yang pendiam, tidak banyak omong, dan cenderung cuek. Luna pun segera membuka pintu mobil, hal ini diikuti oleh Rafka.

“Gue ke kantin dulu ya, Ka. Makasih atas tumpangannya,” ucap Luna.

“Hmm,” gumam Rafka.

“Bye.” Luna pun tersenyum dan melambaikan tangannya ke Rafka. Rafka hanya menatapnya, tak lama Luna pun memunggungi Rafka dan bergegas ke kantin. Rafka hanya menatap punggung Luna, ia pun tersenyum tipis.

****

Saat berada di kantin, Luna pun duduk di bangku yang ada di pojok kantin. Tak lama kemudian ada notif DM IG di ponselnya. Luna pun segera membukanya.

Bryan        : Morning, Luna.

Bryan        : Gue tahu kalo lo lagi di kantin.

Luna tersentak kaget, ia pun hanya membaca DM-nya itu.

Bryan        : Lo lagi minum jus tomat.

Bryan        : 😊

Bersambung

Bab terkait

  • Depression   Bertemu

    Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati 😊Bryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Trauma

    Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Baper

    Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Shock

    Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Pasar Malam

    “Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Babang Nara

    Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Bryan Naradhipta

    Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-30
  • Depression   Kebohongan

    Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-28

Bab terbaru

  • Depression   Kebohongan

    Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a

  • Depression   Bryan Naradhipta

    Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat

  • Depression   Babang Nara

    Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t

  • Depression   Pasar Malam

    “Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan

  • Depression   Shock

    Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”

  • Depression   Baper

    Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma

  • Depression   Trauma

    Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia

  • Depression   Bertemu

    Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati 😊Bryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h

  • Depression   Stalker

    Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status