Matahari pun akhirnya tenggelam. Langit pun berubah menjadi gelap. Bulan dan bintang tampak menghiasi langit pada malam itu. Luna sedang asik melihat pemandangan alam yang indah itu, sampai tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Ting
Ting
Ting
Terdapat notif direct massage di aplikasi Instagram miliknya. Luna pun membuka aplikasinya itu.
Bryan : Selamat malam, Luna.
Bryan : Bagaimana kabar lo hari ini?
Bryan : Semoga Bahagia selalu ya
Luna tidak membalas pesan itu, ia hanya membacanya saja.
Bryan : Online, Luna?
Luna : (read)
Bryan : Gue gak boleh buat kenal lo lebih dekat?
Luna : Lo siapa sih sebenarnya?
Bryan : Gue Bryan Naradhipta.
Bryan : Panggil Bryan aja.
Bryan : Gue satu kampus kok sama lo.
Luna kaget melihat jawaban dari Bryan. Apa benar ia satu kampus dengan Luna? Luna belum pernah dengan nama Bryan Naradhipta sebelumnya.
Bryan : Lo di H University, ‘kan?
Luna tak membalas lagi pesan Bryan itu. Ia hanya membacanya, kemudian ia meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia pun penasaran siapakah sebenarnya Bryan Naradhipta ini?
“Fika.”
“Oi, kenapa, Lun?”
“Lo kenal Bryan Naradhipta?” tanya Luna kepada Fika. Fika merupakan mahasiswi di jurusan Ilmu Komunikasi. Mungkin saja ia kenal dengan Bryan ini.
“Bryan Naradhipta?” Fika tampak berpikir.
“Gue gak kenal, Lun. Kenapa emang?” sambung Fika lagi.
“Enggak kok, gapapa.”
Ting
Ting
Ting
Terdengar lagi notif chat di ponsel Luna. Luna membuka aplikasi IG-nya lagi.
Bryan : Lo gak penasaran sama gue?
Bryan : Gimana kalo kita ketemuan?
Bryan : Di dekat kampus?
Luna lagi-lagi tak membalas DM Bryan itu. Namun jujur sebenarnya ia penasaran siapakah Bryan Naradhipta itu? Namun pikirannya itu segera ia tepis. Ia terlalu lelah untuk berpikir hal yang tidak penting seperti ini. Ia pun meletakkan ponselnya di atas nakas.
Gue gak mau sih, tapi entah kenapa gue penasaran juga. Siapa sih dia sebenarnya? Tapi ngeri juga zaman sekarang. Eh, tapi gimana ya? Tahu ah gue bingung jadinya.
Ting
Ting
Ting
Terdapat tiga notif di ponsel Luna. Luna sudah malas jika memang itu dari Bryan lagi. Ia melirik ponselnya, senyumnya pun mengembang. Ternyata bukan Bryan yang mengirimkan pesan kepadanya. Melainkan orang lain yang selama ini sudah masuk ke dalam hidup Luna.
Mr. A : Malam, Mrs. L.
Mr. A : Gimana kabarnya hari ini?
Mr. A : Menyenangkan?
Luna : Hai, Mr. A.
Luna : Ke mana aja?
Luna : Udah berbulan-bulan gak ada kabar?
Mr. A : Oh, kamu mencari saya?
Luna : Hahaha. Gak lah. Enggak salah lagi maksudnya. Hehehe.
Mr. A : Apa yang membuat kamu mencari saya?
Luna : Ya sepi aja gitu hape aku jadinya gak ada chat dari kamu.
Mr. A : Gimana harimu?
Eh dia langsung alihin pembicaraan nih? Gak suka apa gimana sama chat gue yang tadi?
Mr. A : Apa menyenangkan?
Luna : Iya, kabarku baik. Kabarmu bagaimana?
Mr. A : Saya juga baik.
Mr. A : Bagaiamana? Apa kamu diterima di kampus impianmu itu?
Luna : Iyaaa, aku diterima. Aku senang sekali.
Luna : Terima kasih kemarin selama ujian kamu udah mau temenin aku belajar.
Luna : Ya walaupun cuma chat aja sih. Aku banyak berhutang buda sama kamu.
Mr. A : 😊 Tak perlu sungkan.
Luna : Oia, Mr. A
Luna : Dari kemarin ada yang DM aku di JG.
Ya, Luna memang selalu menceritakan semua yang dialaminya itu kepada sosok Mr. A ini. Walaupun ia tidak pernah tahu siapakah Mr. A ini. Luna merasa nyaman jika harus berbagi kisahnya kepada sosok misterius itu. Sangat berbeda perasaan yang ia rasakan antara Mr. A sama Bryan ini.
Mr. A : DM kamu?
Luna : Iya, dia bilang namanya Bryan Naradhipta.
Luna : Dia ngajak aku ketemuan. Katanya dia satu kampus sama aku.
Mr. A : (read)
Luna : Holla, dibaca aja?
Mr. A : Maaf sedang ada masalah di sini.
Mr. A : Sudah malam, sebaiknya kamu tidur.
Luna : Iya, selamat malam, Mr. A
Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.
Luna pun menaruh ponselnya kembali. Senyum mengembang di wajahnya. Entah kenapa memang dia sangat senang jika sudah mendapatkan pesan dari Mr. A.
“Mukanya sumringah banget, Lun?” ledek Fika. Ia senang melihat wajah sahabatnya itu tidak lagi sedih.
“Chat sama siapa?” tanyanya. Luna hanya terkekeh mendengar ledekan dari Fika.
“Sama Mr. A,” jawab Luna.
“Eh? Masih hidup tuh orang?”
“Iya, padahal udah berbulan-bulan gak ada kabar, ‘kan?”
“Hati-hati, Luna. Ngeri gue sama orang yang sukanya nutupin jati diri macam dia.”
“Tapi kayaknya sih baik kok orangnya. Kan udah setahunan juga kita chat. Dari jaman SMA, ‘kan?”
“Iya sih, tapi gak pernah mau diajak ketemuan, ‘kan?” ucap Fika. Ia heran kenapa sosok itu begitu misterius hingga selalu susah untuk mengajaknya ketemuan selama ini, “Lo gak penasaran?” sambungnya lagi.
“Enggak kayaknya. Gue nyaman aja dengan komunikasi kayak gini. Gak mau banyak berharap tentang suatu hubungan. Takut terperangkap nantinya. Takutnya nanti dipukulin lagi, kan tahu sendiri gue punya trauma sama yang lalu.”
Luna sangat ingat bagaimana dulu ketika ia pertama kali ada hubungan pacarana dengan seorang laki-laki. Dan Fika tahu semua kisahnya, makanya Fika sebenarnya tidak ingin Luna menjalin hubungan dengan laki-laki, takunya itu hanya menyakiti sababatnya itu.
“Tapi sih ya, enggak semua laki-laki seperti itu, Lun.”
“Tapi role model gue ya yang dekat sama gue, ‘kan? Siapa yang dekat sama gue? Ya papi,” ucap Luna, “Papi orangnya kasar. Maka bayangan gue semua laki-laki itu kasar. Terlebih dulu gue pun punya hubungan toxic juga, ‘kan?” lanjut Luna. Fika hanya menghela napas mendengar ucapan sahabatnya itu.
“Ya udah, mending sekarang kita packing aja. Habis itu kita tidur, besok ‘kan berangkat subuh.”
“Iya, lo duluan aja tidurnya. Nanti gue nyusul, gue masih mau lihat pemandangan malam.”
“Ya udah, jangan kemalaman, Lun. Angin malam gak baik, takutnya lo masuk angin lagi.”
“Iya, good night, Fika,” ucap Luna.
“Night, Luna.”
Baru saja Luna ingin packing, Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Luna tersentak kaget melihat siapa yang menelponnya itu. Karena mendengar suara ponsel Luna, akhirnya Fika terbangun dari tidurnya.
“Siapa, Lun?” tanya Fika.
“Papi.”
“Angkat aja, siapa tahu penting.”
Luna pun mengangkat panggilan papinya itu.
Luna : Hal…
Papi : KEMANA KAMU?!
Luna : Luna di rumah teman, Pi.
Papi : RUMAH TEMAN APA RUMAH PACAR KAMU?!
Luna : Rumah teman, Pi.
Papi : SAMA AJA KAMU KAYAK MAMIMU. SUKA NGINEP DI TEMPAT LAKI-LAKI LAIN!
Tut
Sambungan telepon pun dimatikan oleh papi. Luna tersentak kaget mendengar ucapan papinya.
“Luna benci papi! Benci!” teriak Luna histeris. Ia pun menjambak rambutnya itu. Ia merasa kesal mendengar ucapan papinya tadi. Melihat itu, Fika langsung menghampiri Luna, ia menahan tangan Luna.
“Luna! Tenang, Lun.”
“Benciiii!!”
Bersambung.
Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik
Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati 😊Bryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h
Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia
Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
“Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan
Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t
Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat
Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a
Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat
Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t
“Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma
Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia
Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati 😊Bryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h
Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik