Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?
Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?
Drrrt drrrt.
Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.
“Mami?”
Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.
Mami : Luna?
Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?
Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Maminya di sana.
Mami : Luna? Kok diam?
Luna : Luna gapapa kok, Mi.
Mami : Beneran, Nak? Perasaan mami gak enak dari semalam.
Luna : Iya, Mi. Luna baik-baik aja kok. Mami gak perlu khawatir.
Mami : Syukurlah kalau memang begitu, Nak.
Mami : Kamu masih menginap di rumah Fika?
Luna : Iya, Mi. Luna masih menginap di rumah Fika kok.
Mami : Ya sudah kalau begitu. Salam ya untuk tante Sayla.
Luna : Iya, Mi. Nanti Luna sampaikan salamnya mami untuk tante Sayla.
Mami : Ya sudah, mami mau berangkat dulu ya, Sayang?
Luna : Iya, Mi. Mami hati-hati ya.
Mami : Pasti, Sayang. Kamu juga jaga diri kamu baik-baik ya. Jangan sampai telat makan.
Luna : Iya, Mami.
Mami : Awas nanti maag kamu kambuh kalau telat makan.
Luna : Iya, Mami. Luna gak akan telat makan kok. Mami tenang aja ya?
Mami : Ya sudah mami matikan ya?
Luna : Iya, Mi.
Tut
Panggilan pun berakhir, Luna menghela napasnya panjang. Memang sulit untuk berbohong kepada maminya itu. Tapi ia tidak mau membuat maminya itu khawatir jika tahu Luna ada di Rumah Sakit.
Sekarang jam berapa ya? Oh, jam 7 pagi. Kaka juga masih tidur, kasihan banget dia harus tidur di atas sofa kecil begitu. Kenapa dia gak pulang aja sih? ‘Kan gue jadi gak enak karena selalu ngerepotin dia selama ini.
Ting
Ting
Ting
Terdapat notif direct message di aplikasi IG milik Luna. Luna pun segera membuka pesan itu.
Bryan : Selamat pagi, Luna.
Bryan : Apa kabar?
Bryan : Semoga lo baik aja ya? Karena semalam di kampus lo itu mati lampu.
Luna tersentak kaget, kenapa pria ini selalu tahu?
Bryan : Online ya, Luna?
Bryan : Gue kepikiran sama lo, Luna.
Bryan : Lo ‘kan gakbisa di tempat gelap.
Bryan : Semoga lo semalam udah pulang ya sebelum mati lampu itu.
Lagi-lagi dia tahu semuanya? Dari mana dia tahu kalau gue gak bisa di tempat gelap? Apalagi di kamar mandi? Benar-benar misterius pria ini. Gue bingung harus balas apalagi kalo dia DM lagi.
Bryan : Semoga hari lo menyenangkan ya, Luna.
Luna : Dari mana lo tahu?
Bryan : Maksudnya gimana, Luna?
Luna : Dari mana lo tahu kalo gue gak bisa di tempat gelap?
Bryan : 😊 Gue udah berulang kali bilang ‘kan sama lo?
Bryan : Gue itu tahu semuanya tentang lo, tentang kisah hidup lo.
Bryan : Bahkan gue tahu dulunya lo itu seperti apa, Luna.
Bryan : Apa saja yang pernah lo alami.
Bryan : Kejadian perih ketika lo masih kecil.
Bryan : Gue tahu semuanya, Luna.
Luna semakin kaget membaca pesan itu. Ia hanya membaca pesan dari Bryan itu. Entah kenapa bulu kuduknya ikut meremang. Ia sangat takut dengan sosok misterius ini. Bagaimana bisa pria ini mengetahui segala phobia-nya? Bagaimana bisa ia tahu masa lalu Luna. Terlebih ia bilang tahu bagaimana masa kecil Luna? Sedangkan Luna sendiri selalu sendirian sejak kecil. Ia memang tidak dapat akrab dengan orang lain. Hanya Fika, sahabat satu-satunya yang ia miliki selama ini.
Bryan : Karena gue tahu semuanya tentang lo.
Bryan : Gue mau melindungi lo, Luna. Gue gak bisa lihat lo disakiti lagi.
Luna : Kalo begitu, berhenti hubungi gue lagi.
Bryan : Gue gak bisa kalo itu, Luna.
Bryan : Karena emang takdir kita untuk bertemu. Dan takdir gue itu untuk melindungi lo.
Bryan : Karena itu, gue gak bisa kalau disuruh berhenti untuk hubungi lo.
Luna : Maksud lo gimana?
Bryan : Karena kita itu ditakdirkan untuk bersatu, Luna.
Luna hanya membaca pesan itu lagi. Dia sudah kehabisan kata-kata lagi. Lalu ia meletakkan ponselnya di atas nakas.
Udah stress ini orang gue rasa. Yang bener aja? Masa iya gue sama dia ditakdirkan untuk bersama? Dia itu siapa? Bisa-bisanya langsung ngomong begitu? Makin ngeri aja asli kalo begini caranya.
Saat sudah selesai melamun, ia baru sadar jika sejak tadi ada yang memperhatikannya. Luna langsung menoleh ke arah Rafka. Rafka tampak sedang memperhatikan Luna, sontak Luna menjadi salah tingkah karena tatapan Rafka itu padanya.
“Ka? Udah bangun?”
“Hmm, lo butuh sesuatu?” tanya Rafka. Luna pun menggelengkan kepalanya.
“Lo mau sarapan?” tanya Rafka kembali. Mendengar itu, Luna langsung nyengir memperlihatkan deretan giginya.
“Iya, hehehe. Gue laper sebenernya. Tapi gak mau makanan rumah sakit, gak enak rasanya,” jawab Luna seraya terkekeh pelan.
“Mau makan apa?”
“Engh? Sandwich?”
“Oke, tunggu.”
Rafka pun berdiri kemudian saat itu akan ke luar kamar, Luna memanggilnya.
“Ka!” panggil Luna. Rafka pun membalikkan tubuhnya.
“Makasih ya, maaf kalo ngerepotin,” ucap Luna kemudian. Rafka hanya menggelengkan kepalanya lalu ia pun pergi ke luar kamar Luna.
Kenapa gue selalu ngerepotin dia sih ☹
Ting
Ting
Ting
Terdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya itu di atas nakas. Kemudian ia membaca siapa yang mengirimnya pesan. Senyum seketika mengembang di wajahnya.
Mr. A : Selamat pagi, Mrs. L.
Mr. A : Udang bangun kah?
Mr. A : Apakah kamu baik-baik saja?
Luna : Pagi, Mr. A.
Luna : Aku udah bangun dong.
Luna : Aku lagi ada di rumah sakit nih ☹
Mr. A : Rumah sakit?
Luna : Iya, aku jatuh pingsan kemarin.
Mr. A : Karena?
Luna : Mati lampu dan aku lagi di kamar mandi.
Mr. A : Kamu ada trauma kah?
Luna : Iya, aku trauma sama gelap apalagi di kamar mandi.
Luna : Karena dulu ketika kecil aku pernah dikurung sama papi di dalam kamar mandi.
Luna : Selain dikurung, lampunya juga dimatikan saat itu.
Luna : Aku sampai menggigil kedinginan.
Luna : Aku coba menggedor pintu tapi tak ada repson sama sekali.
Luna : Entah kenapa trauma itu terus menghantuiku.
Luna : Akan sulit untuk disembuhkan sepertinya.
Luna : ☹
Mr. A : Memang trauma itu sulit untuk disembuhkan.
Mr. A : Semoga traumamu nanti sembuh ya.
Luna : Terima kasih 😊
Mr. A : Ada yang mau kamu ceritakan ke saya?
Luna : Tentang si Bryan itu lagi.
Luna : Kemarin aku bertemu dengannya secara langsung.
Mr. A : Bertemu?
Mr. A : Di mana?
Luna : Di kantin kampus.
Luna : Dia tahu segalanya tentang aku.
Luna : Dia tahu masa laluku.
Luna : Bahkan dia tahu tentang mami dan papi.
Mr. A : Dari mana dia tahu?
Luna : Aku juga gak tahu.
Luna : Dia gak mau bilang.
Luna : Dia Cuma bilang kalo dia mau melindungiku.
Luna : Karena dia takdir aku, bahkan dia bilang takdir kita itu untuk bersama.
Mr. A : Hmm.
Mr. A : Sudah kamu tidak perlu lagi terlalu memikirkannya.
Mr. A : Pikirkan dulu kesehatanmu itu.
Luna : Iya, Mr. A.
Mr. A : Cepat sembuh ya 😊
Luna : Terima kasih 😊
***
Sore harinya, Luna sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Ia pun berjalan ke luar kamarnya. Rafka mengikuti di belakangnya.
“Ka, jangan di belakang gue sih.”
“Kenapa?” tanya Rafka.
“Ya jalan di samping gue ‘kan juga bisa, Ka,” jawab Luna.
Ya kali lo di belakang gue? Canggung banget gue yang ada nantinya.
Rafka pun akhirnya menuruti kemauan Luna, ia pun berjalan di samping Luna.
“Makasih ya, Ka, lo udah nungguin gue di rumah sakit.”
“Hm,” gumamnya singkat.
“Lo kenapa hobi banget sih gumam begitu? Kan bisa jawab apa kek gitu,” protes Luna pada Rafka. Ia sebenarnya sangat gregetan dengan gumaman singkat Rafka itu.
“Maaf,” ucap Rafka singkat. Luna kaget mendengar ucapan Rafka.
“Eh? Jangan gitu juga, Ka. Masa lo harus minta maaf sih?” tanya Luna. Ia merutuki ucapannya tadi ke Rafka.
“Gapapa.”
“Maaf, gue gak maksud untuk mengatur lo. Ish, maaf banget ya, Ka?” Luna merutuki perbuatannya.
Gue siapanya dia? Kenapa tadi gue bisa-bisanya protes sama ucapannya dia? Haduh bego lo, Luna! Kenapa lo kayak gitu ke dia? Ya terserah dia lah mau ngomong apa kek. Malah lo sok ngatur segala.
“Gak usah merutuki diri sendiri,” ucap Rafka. Luna tersentak kaget, ia pun lalu menoleh ke arah Rafka. Netra mereka pun bertemu.
“Maafin gue, gak seharusnya gue kayak gitu ke lo,” ujar Luna seraya menundukkan kepalanya.
“Udah, lupakan,” ucap Rafka kemudian. Mereka sudah sampai di depan lift. Rafka pun menekan tombol ke bawah.
Ting.
Tak lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Rafka mempersilahkan Luna untuk masuk terlebih dahulu. Lalu ia menyusul Luna masuk ke dalam lift. Mereka berdua pun hanya terdiam selama berada di dalam lift. Tak lama kemudian pintu lift terbuka. Luna pun segera ke luar lalu diikuti oleh Rafka.
Bersambung.
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
“Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan
Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t
Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat
Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a
Hujan mulai membasahi bumi pada malam hari itu. Laluna Indhira, seorang perempuan mungil berkulit putih, rambutnya yang ikal panjang tergerai hingga sebahunya, matanya yang bulat dengan bulu mata lentik membuatnya menjadi semakin lebih cantik. Ia tampak tengah menikmati dinginnya hujan di luar sana. Tiba-tiba saja terdapat notif chat di ponselnya. Ternyata ada seseorang yang tidak ia kenal tengah mengirimkan direct message kepada dirinya melalui aplikasi Instagram.Unknown : Hallo, Laluna ya?Unknown : Boleh kenalan kah?Unknown : Nama gue Bryan.Luna mengernyitkan dahinya, ia tak mengenal siapa itu Bryan. Ia pun enggan membalas direct message itu, namun entah kenapa justru ia menjawab dengan memberikan tanda tanya kepada Bryan ini.Unknown : Maaf ganggu waktunya.Unknown : Boleh kita bertema
Drrrtt drrrttPanggilan telepon di ponselnya terdengar, Luna pun terbangun dari tidurnya. Lalu ia pun melirik ponselnya.“Fika?”Luna segera meraih ponselnya. Fika – sahabatnya sejak SMA ternyata menelponnya.Fika : Luna?Luna : Ya, Fik?Fika : Suara lo kenapa?Luna : Fika! Hiks.Fika : Lo mau gue jemput?Luna : Fika! Hiks.Fika : Tunggu ya, gue otewe ke rumah lo.
Sore harinya, pukul 16.00Luna masih berada di dalam kamar Fika. Tiba-tiba entah mengapa dia kepikiran dengan maminya. Biasanya maminya ini suka mencari Luna jika ia tidak ada di rumah. Ia melihat Fika sedang asik duduk sambil membaca sebuah novel tebal. Fika, gadis yang sejak dulu menjadi sahabatnya mempunyai mata bulat dengan bulu mata yang lentik. Jika orang tidak mereka kenal, pasti akan menyangka jika Luna dan Fika itu kembar. Karena secara wajah mereka itu mirip, hanya saja rambut Fika lurus hingga ke pinggang dan bentuk mukanya oval.“Fika, gue kayaknya harus pulang deh.”“Kok cepet?” tanya Fika seraya menutup novelnya. Ia segera menatap Luna.“Gue kepikiran mami,” jawab Luna.Tiba-tiba ponsel Luna berdering. Ia melihat siapa yang menelpon, ternyata maminya menelpon Luna. Luna segera mengangkat panggilan di ponselnya itu.Luna&
Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a
Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat
Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t
“Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma
Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia
Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati 😊Bryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h
Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik