Hujan mulai membasahi bumi pada malam hari itu. Laluna Indhira, seorang perempuan mungil berkulit putih, rambutnya yang ikal panjang tergerai hingga sebahunya, matanya yang bulat dengan bulu mata lentik membuatnya menjadi semakin lebih cantik. Ia tampak tengah menikmati dinginnya hujan di luar sana. Tiba-tiba saja terdapat notif chat di ponselnya. Ternyata ada seseorang yang tidak ia kenal tengah mengirimkan direct message kepada dirinya melalui aplikasi Instagram.
Unknown : Hallo, Laluna ya?
Unknown : Boleh kenalan kah?
Unknown : Nama gue Bryan.
Luna mengernyitkan dahinya, ia tak mengenal siapa itu Bryan. Ia pun enggan membalas direct message itu, namun entah kenapa justru ia menjawab dengan memberikan tanda tanya kepada Bryan ini.
Unknown : Maaf ganggu waktunya.
Unknown : Boleh kita berteman?
Luna : Enggak
Unknown : Oke, mungkin lain waktu gue akan coba lagi.
Unknown : Selamat malam, Luna.
Unknwon : Selamat beristirahat.
Luna hanya membaca saja pesan itu, ia terlalu malas untuk meladeni hal-hal yang dianggapnya tidak penting.
Hidup gue udah terlalu pusing, buat apa gue ladenin ini orang? Gak penting juga.
Luna pun meletakkan ponsel di atas nakas. Ia kembali melihat hujan yang turun dari jendelanya. Memang ia menyukai rintik hujan, baginya rintik hujan itu adalah berkah yang diberikan Tuhan kepada manusia yang ada di Bumi. Tuhan memberikan hujan dengan tujuan agar tanah menjadi basah, air hujan terserap ke dalam tanah. Air dalam tanah sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup seluruh makhluk di muka bumi ini. Mulai dari tumbuhan, hewan, dan tentu saja manusia. Luna pun tersenyum Bahagia melihat rintikan hujan itu. Namun, kegiatannya itu teralihkan dengan suara yang ia dengar dari luar kamarnya.
PRANG!
Terdengar suara barang yang jatuh dan pecah di lantai. Luna tersentak kaget mendengarnya. Selain itu ia mendengar suara rintihan dan teriakan yang terdengar hingga ke dalam kamarnya. Suara itu terdengar seperti sebuah pertengkaran. Suara makian ke luar dari mulut suara bass milik Dhika –Papinya.
“DASAR WANITA TAK TAHU DIRI! BERANINYA KAMU FITNAH SUAMIMU SENDIRI!” seru Dhika kepada istrinya.
“Cukup, Mas!” ucap sang istri di tengah isakan tangsinya.
“Kenapa kamu sampai tega seperti ini? Kenapa kamu jalan sama perempuan itu?” lanjut istrinya lagi.
“PEREMPUAN MANA YANG KAMU MAKSUD? HAH?!” sanggah sang suami.
PRANG!
Terdengar kembali barang yang jatuh. Luna menutup kedua telinganya, ia sangat tidak suka jika mendengar suara pertengkaran. Walaupun ia sering mendengarnya sejak dulu, namun ia sangat tidak menyukai hal itu.
Papi selalu aja seperti itu, kenapa ia selalu aja pakai teriakan kalo bicara sama mami? Sejak dulu papi gak pernah berubah!
“BERANINYA KAMU YA MENUDUH SUAMI SENDIRI!” bentak Dhika makin meninggi. Ia sudah sangat emosi karena istrinya kerap kali menuduhnya berselingkuh.
“Suami macam apa kamu, Mas? Teganya main di belakang aku! Suami macam apa kamu sampai gak kasih nafkah lahir batin selama bertahun-tahun ke istri!” cecar istrinya. Lina – sang istri, merupakan seorang wanita karir di sebuah perusahaan cukup terkemuka di kota Jakarta.
“KURANG AJAR KAMU!”
PLAK!
Terdengar suara tamparan terdengar, sedetik kemudian suara tangisan Lina semakin keras terdengar. Luna sangat kaget mendengar suara tamparan itu, ia sangat yakin itu pasti perbuatan papinya. Luna segera membuka pintu kamar begitu mendengar suara isak tangis maminya semakin keras terdengar. Begitu sampai di ruang tamu, ia tersentak kaget karena melihat maminya jatuh tersungkur di lantai dengan memegang pipi kirinya. Segera Luna menghampiri maminya, kemudian ia membantu maminya untuk duduk.
“Bangun, Mi,” bisik Luna kepada maminya. Lina pun lalu duduk di atas Luna. Ia terus menangis dan memeluk tubuh anaknya itu.
“TIDAK USAH SOK MENANGIS KAMU! BERANINYA BERKATA SEPERTI ITU SAMA SUAMIMU SENDIRI!” cerca Dhika semakin menjadi-jadi. Lina hanya bisa menangis terisak dalam pelukan Luna.
“Tenang, Mi. Ada Luna di sini,” bisik Luna mencoba menenangkan maminya. Luna mengusap punggung maminya dengan lembut. Ia merasakan tubuh maminya itu bergetar hebat.
“SAMA AJA KALIAN BERDUA! SAMA-SAMA TIDAK BENAR!” tukas Dhika dengan nada yang sama tingginya. Merasa tak terima anaknya ikut dihina, Lina langsung melepaskan pelukan Luna dan menatap Dhika dengan tajam.
“Kamu yang tidak benar, Mas!” sanggahnya.
“SAYA MUAK TINGGAL DI SINI!”
BRAK!
Dhika pergi dengan membanting pintu rumahnya. Merasa bahwa Dhika telah pergi, Lina langsung melepaskan pelukan Luna.
“Luna, kamu baik-baik aja?”
“Luna baik-baik aja, Mi,” Luna mencoba meyakinkan maminya.
“Luna, sampai kapan kamu tahan diperlakukan begini sama papimu?” tanya mami.
“Mami juga sampai kapan? Bisa bertahan sama papi?” Luna mengembalikan pertanyaan kepada maminya. Lina kaget mendengar pertanyaan Luna.
“Luna tahu kalau mami bersabar banget selama ini. Mami yang banting tulang sejak dulu, sejak Luna masih kecil. Papi gak pernah kasih nafkah sama mami. Apalagi semenjak papi di PHK dulu. Hanya mami yang bekerja. Sedangkan papi?” jelas Luna panjang lebar. Ia mengeluarkan segala keluh kesahnya terhadap maminya itu. Ia sangat kasihan dengan maminya, karena selama ini hanya maminya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Ssst, sudah, Sayang. Mami ikhlas jalanin semuanya. Mami melakukan ini untuk kamu juga.”
“Tapi mami udah terlalu lama bertahannya. Luna sekarang udah 18 tahun, Mi. Sudah kuliah juga sekarang, Luna sudah besar. Jadi kalau memang mami udah gak tahan lagi, mami bisa hidup berdua aja sama Luna.”
“Sayang, nanti kamu akan tahu kenapa mami bisa seperti ini.”
“Tapi, Mi... Luna gak sanggup lihat Mami disakiti terus sama papi. Luna bahka tahu, Mi, kalau papi punya wanita lain di luar sana. Luna pernah melihatnya jalan berdua dengan wanita itu,” jelas Luna. Ia memang sempat melihat papinya itu tengah jalan berdua dengan wanita lain, walaupun ia tak sempat melihat muka dari wanita itu.
“Luna, lihat mami!” perintah Lina, Luna membalikkan tubuhnya lalu ia sekarang berhadapan dengan maminya. Mereka pun saling menatap satu dengan lainnya, “Itu lah rumah tangga, Nak. Mami bertahan untuk kebahagiaan kita semua,” lanjut Lina kembali.
“Tapi Luna tahu kalau mami gak Bahagia,” Luna tetap tak habis pikir mengapa maminya bisa sanggup bertahan sejauh ini.
“Sayang, mami Bahagia kok. Ada kamu yang selalu ada sama mami.”
“Tapi, Mi….”
“Sudah kamu istirahat ya, sudah malam,” ujar Lina kepada anakanya. Luna tidak meresponnya, ia hanya menatap netra maminya itu.
“Luna?” tanya Lina.
“Iya, Mi. Luna ke kamar dulu”
“Selamat tidur, Sayang.”
“Selamat tidur, Mi.”
Cup
Luna mencium pipi mami lalu ia bergegas untuk kembali ke kamarnya. Ia pun lalu membuka pintu kamarnya itu. Lalu dengan gontai, ia melangkah ke arah ranjangnya.
“Entah kenapa bisa seperti ini. Ini akan bikin gue sulit untuk berkomitmen lagi. Terlebih sebelumnya gue juga menemukan pria toxic yang kelakukannya sangat mirip sama papi,” Luna pun bermonolog. Lalu ia melihat ponselnya, ada direct message lagi dari si unknown. Luna lalu membuka aplikasi Instagram-nya itu.
Unknown : Jika lo mau bercerita, gue siap menjadi tempat lo berkeluh kesah.
Luna hanya membaca pesan itu. Ia merasa kesal dengan DM yang ada di IG-nya itu.
Sok kenal banget! Semua laki-laki sama. Awalnya aja manis, lama kelamaan juga akan pakai kekerasan juga. Bertahun-tahun hampir tiap hari gue dengar pertengkaran papi sama mami. Gue pengen mami bisa Bahagia. Kenapa mami masih juga bertahan, sih? Gue gak tega sama mami, banting tulang sendiri. Semua kebutuhan Cuma mami aja yang bisa memenuhi. Sedangkan papi? Papi cuma bisa main sama wanita lain.
Luna lambat laun mulai memejamkan kedua matanya. Ia sangat berharap bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini.
Bersambung
Drrrtt drrrttPanggilan telepon di ponselnya terdengar, Luna pun terbangun dari tidurnya. Lalu ia pun melirik ponselnya.“Fika?”Luna segera meraih ponselnya. Fika – sahabatnya sejak SMA ternyata menelponnya.Fika : Luna?Luna : Ya, Fik?Fika : Suara lo kenapa?Luna : Fika! Hiks.Fika : Lo mau gue jemput?Luna : Fika! Hiks.Fika : Tunggu ya, gue otewe ke rumah lo.
Sore harinya, pukul 16.00Luna masih berada di dalam kamar Fika. Tiba-tiba entah mengapa dia kepikiran dengan maminya. Biasanya maminya ini suka mencari Luna jika ia tidak ada di rumah. Ia melihat Fika sedang asik duduk sambil membaca sebuah novel tebal. Fika, gadis yang sejak dulu menjadi sahabatnya mempunyai mata bulat dengan bulu mata yang lentik. Jika orang tidak mereka kenal, pasti akan menyangka jika Luna dan Fika itu kembar. Karena secara wajah mereka itu mirip, hanya saja rambut Fika lurus hingga ke pinggang dan bentuk mukanya oval.“Fika, gue kayaknya harus pulang deh.”“Kok cepet?” tanya Fika seraya menutup novelnya. Ia segera menatap Luna.“Gue kepikiran mami,” jawab Luna.Tiba-tiba ponsel Luna berdering. Ia melihat siapa yang menelpon, ternyata maminya menelpon Luna. Luna segera mengangkat panggilan di ponselnya itu.Luna&
Matahari pun akhirnya tenggelam. Langit pun berubah menjadi gelap. Bulan dan bintang tampak menghiasi langit pada malam itu. Luna sedang asik melihat pemandangan alam yang indah itu, sampai tiba-tiba ponselnya berbunyi.TingTingTingTerdapat notif direct massage di aplikasi Instagram miliknya. Luna pun membuka aplikasinya itu.Bryan : Selamat malam, Luna.Bryan : Bagaimana kabar lo hari ini?Bryan : Semoga Bahagia selalu yaLuna tidak membalas pesan itu, ia hanya membacanya saja.Bryan : Online, Luna?Luna : (read)
Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik
Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati đBryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h
Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia
Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
Sesampainya di dalam Kamar, Luna segera meringkuk di pinggir ranjangnya.“Kenapa harus ditampar? Hiks hiks.”“Sa-sakit!”Luna tak dapat menahan rasa sakitnya. Pipinya terasa terbakar dan perih. Tamparan papi tadi terasa sangat keras sehingga Luna merasakan sakit sekali.Ke-kenapa? Hiks hiks. Gue udah gak sanggup lagi. Gue gak sanggup lagi jalanin hidup begini. Mau sampe kapan gue diperlakukan speerti ini? Apa yang gue lakukan selalu salah. Semua yang gue ucapkan selalu bohong di mata Papi!Luna sedang merasa di titik terendahnya saat ini. Apa salahnya? Mengapa papinya selalu saja kasar padanya? Kadang ia merasa bahwa ia bukan merupakan anak kandung papinya itu. Seandainya saja gak ada maminya, mungkin sudah lama Luna ingin mengakhiri hidupnya saja.Ting.Ting.Terdapat notif chat di ponsel miliknya. Luna segera bangkit dan mengambil ponsel yang ada di a
Hari pun berganti, sudah tiba hari di mana hari yang sangat ditunggu oleh semua orang. Ya, hari ini adalah hari Jumat. Tepat sehari sebelum adanya akhir pekan. Hari itu Luna sudah berada di Kampus sejak pagi. Ia masih tinggal di rumah Fika, hal ini dikarenakan Maminya belum kembali ke rumahnya.Siang itu, Luna sudah berada di sebuat tempat ternyaman menurutnya. Tempat itu sangat tenang, banyak tumpukan buku yang dapa membuat penatnya hilang. Luna memang sangat menyukai membaca, baginya buku itu adalah teman baiknya selain Fika tentunya. Fokusnya dapat teralihkan dengan membaca. Ia dapat melupakan semua kejadian buruk selama ini.Saat sedang duduk di sofa empuk yang berada di ruangan itu, tiba-tiba seseorang memanggilnya. Luna segera menaikkan pandangannya, ia melihat sosok yang sedang menghampirinya itu. Luna melihat sosok pria yang belakangan ini entah mengapa selalu ada di dekatnya.“Luna?” tanya Rafka.Luna tersenyum melihat Rafka mendekat
Luna pun sudah berada di dalam kamar Fika. Ia baru saja berganti pakaian dan hendak untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat Fika sudah lelap tertidur.TingTingTerdapat notif chat di ponsel Luna. Luna pun segera meraih ponselnya, lalu ia melihat pesan yang masuk.Mr. A : Selamat malam, Mrs. L.Mr. A : Sudah tidur?Luna : Selamat malam, Mr. A.Luna : Aku belum tidur kok.Mr. A : Kok belum tidur?Mr. A : Ada apa?Luna : Susah t
“Luna, ada apa?” tanya Jimmy padanya. Mereka sudah berada di taman, Jimmy duduk di samping Luna.“Gue… gue gak tahu harus mulai dari mana,” lirih Luna.“Mau ice cream dulu?” tanya Jimmy menawarkan. Luna pun menganggukkan kepalanya.“Tunggu ya, aku beliin dulu.”Jimmy pun pergi untuk membeli ice cream.Kenapa harus ketemu sama lo juga, Jim? Gue masih belum bisa sebenarnya untuk ketemu lo lagi. Lo masih terlalu meninggalkan luka di hati gue ini. Tapi gue gak bisa bohong, gue masih nyaman sama lo. Bodohnya memang gue ini.Tak lama kemudian, Jimmy pun datang membawa dua buah ice cream di tangannya.“Nih untuk kamu, Luna,” ucap Jimmy seraya memberikan ice cream kepada Luna.“Terima kasih.” Luna pun mengambil ice cream itu.“Ice cream stroberi? Masih kesukaan kamu, ‘kan
Luna dan Rafka segera berjalan menuju mobil milik Rafka. Saat Luna akan membuka pintu mobil, Rafka sudah terlebih dahulu membuka pintu mobil itu. Luna menoleh ke arah Rafka, ia pun tersenyum. Rafka terpaku melihat senyum Luna. Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. Kemudian tak lama ia pun menutup pintu mobilnya. Ia pun masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, Luna duduk di samping Rafka.“Ka, bisa mampir sebentar di mini market, kah?” tanya Luna.“Iya,” jawab Rafka singkat.Rafka pun segera menepikan mobilnya di depan sebuah mini market berlogo merah itu. Ketika Luna ingin turun dari mobil, ia tersentak kaget karena melihat sosok yang tak asing lagi baginya.“Mami?” gumam Luna.Ya, Luna melihat maminya sedang bergandengan tangan dengan seorang pria. Bukan hanya itu, tampak maminya begitu bahagia saat berbicara dengan pria itu.“Mami bukannya ada di Surabaya ya? Kenapa dia ada di situ?”
Esok harinya, Luna pun membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya, Rafka masih tertidur di sofa. Luna bingung dengan sikap baik Rafka itu. Ia tak habis pikir kenapa Rafka mau menjaganya di sini?Pasti dia pegal duduk di sofa begitu. Hhh… kenapa dia gak pulang aja sih? Malah bela-belain buat jagain gue di sini?Drrrt drrrt.Terdengar ponsel Luna berbunyi, Luna mengambil ponselnya di atas nakas kemudian ia melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi.“Mami?”Luna pun segera menjawab panggilan telepon dari maminya itu.Mami : Luna?Mami : Kamu baik-baik saja ‘kan, Sayang?Luna tersentak kaget, ia tak menyangka ternyata feeling mami begitu kuat. Padahal ia tak memberikan kabar kepada Maminya itu. Luna berpikir jika Maminya tahu keadaannya, maka akan mengganggu pekerjaan Ma
Pukul 6 sore, Luna baru saja ke luar kelas. Ia segera ke toilet. Saat sedang mencuci tangan, tiba-tiba lampu padam. Luna pun tersentak kaget, karena ia tidak bisa berada di kamar mandi yang lampunya padam. Tiba-tiba tubuh Luna bergetar hebat, keluar keringat dingin di pelipisnya.“A-ampun… Ampun, Pi,” gagap Luna. Ia pun meringkuk dan segera memeluk kedua lututunya. Tubuhnya menggigil hebat.“Pa-papi, Lu-luna minta maaf. Lu-luna janji gak nakal lagi,” ucap Luna terbata. Ia pun mulai terisak, seraya memeluk erat lututnya.Drrrt drrrt.Terdengar ponselnya berbunyi, dengan sekuat tenaga ia mulai meraih ponselnya itu. Kemudian ia mulai menekan tombol menerima jawaban, lalu ia mulai melepaskan ponselnya itu. Ia masih saja menggigil hebat, tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai banjir membasahi seluruh tubuhnya.“Hiks hiks, a-ampun, Pi. Lu-luna janji gak nakal lagi. A-ampun, Pi.”Kemudia
Luna tersentak kaget melihat chat dari Bryan ini.Hah? Kok dia tahu sih? Apa jangan-jangan dia ada di sini juga?Bryan : Boleh kita ketemu?Bryan : Gue ada di dekat lo.Bryan : Tapi kalau memang lo gak berkenan, gue gak akan deketin lo.Apa udah waktunya gue harus ketemu sama dia? Ketemu aja kali ya? Dari pada gue penasaran terus.Luna : Tunjukin muka lo.Bryan : Dengan senang hati đBryan : Gue ada di depan lo sekarang.Degup jantung luna beregup kencang. Ia pun segera menaikkan pandangannya. Terlihat sosok pria di h
Hari Senin, pukul 8 pagi.Luna sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Ia lalu bercermin, pakaian yang ia kenakan hari ini adalah atasan blouse putih dengan lengan rample lalu rok panjang hitam. Ia memang termasuk tipe perempuan yang tidak suka mengenakan pakaian yang terlalu heboh. Rambutnya ia kuncir ke belakang, memperlihatkan leher jenjang miliknya. Saat sedang bercermin, Fika datang menghampirinya. Fika sendiri mengenakan atasan kemeja berwarna pastel dengan motif bunga kecil, bawahnya ia pakai celana jeans, tak lupa ia mengenakan ikat pinggang berwarna emas miliknya.“Lo kuliah jam berapa, Luna?” tanya Fika seraya menguncir rambutnya juga.“Gue jam 11,” jawab Luna.“Gue ada kelas jam 10 nih,” jelas Fika.“Ya udah gapapa kok, nanti gue bisa tunggu di kantin aja,” ucap Luna.“Kita bareng aja, gue juga udah rapi nih,” lanjut Luna.Fika melirik