“K-kau komandannya? Bagaimana bisa?” Sena masih tidak terima. “Kau juga masih baru seperti kami…” lanjutnya.
“Hahahahahah! Jangan samakan aku dengan pecundang macam kalian! Aku ini termasuk orang-orang yang terpilih untuk menjadi pimpinan kalian di Nusantara! Sudah sepantasnya kau patuh dan mendengar semua perintahku!”
Tawa Baswara diikuti dengan tawa Anjali, Panji, Taksa, dan Wanda. Namun Saguna yang mendengar kearogansian Baswara kala itu tampak jengkel.
“Raksha! Kau dan Pendekar Dewa Matahari akan ditugaskan untuk membawa perlengkapan seluruh pasukan ke Kota Madharsa nanti! Jangan sampai aku melihat kalian lalai dalam melaksanakan tugas!” Baswara menyuruh Raksha dengan angkuh sambil menunjuk-nunjuk Raksha.
“Kau gila, Baswara! Apa kau tidak lihat jumlah pasukan kita?! Ratusan prajurit lebih! Masa kau suruh hanya dua orang untuk membawa perlengkapan untuk ratusan orang?!” Saguna mendadak
Empat hari berlalu semenjak Baswara meminta Raksha dan Sena membawa perlengkapan seluruh prajurit Kanezka yang akan menjalani misi di Kota Madharsa. Baswara dan pasukannya sudah berangkat empat hari yang lalu dan mereka kemungkinan akan tiba di lokasi besok pagi.Di sisi lain, Raksha dan Sena baru saja usai mengumpulkan perlengkapan prajurit Kanezka seperti tenda, peralatan memasak, pedang, tombak, perisai, zirah, drum berisi bahan-bahan makanan segar dan lainnya. Mereka menghabiskan waktu hampir empat hari lamanya hanya untuk mengumpulkan semua peralatan itu di daerah lapangan kosong sekitar 1000 kaki di arah tenggara Kota Udayana.Langit malam kala itu tidak terlalu temaram karena terang bulan sabit yang menyinari, ditemani rangkaian bintang di langit. Sena yang baru saja meletakkan peralatan prajurit Kanezka terakhir menatap langit malam sejenak sembari mengatur napasnya. Beberapa saat setelah itu, dia duduk sejenak sembari menyender di drum kayu terdekat.
Langit malam kala itu lambat laun berganti menjadi keunguan, menandakan dini hari telah tiba. Baswara tahu kalau matahari akan segera terbit. Hatinya melonjak senang ketika dia bisa melempar pandangannya ke ujung horizon, sekitar 1000 kaki dari lokasinya sekarang, dia melihat gerbang Kota Madharsa yang terbuka lebar, hancur sebagian, dan tidak terawat.“Ayo! Tegakkan tubuh kalian! Percepat langkah kita! Tujuan kita sebentar lagi tercapai!” Baswara menyeru pasukannya di tengah tubuhnya yang penuh dengan keringat.“OH!” seru pasukan Kanezka yang tengah dipimpin Baswara sekuat yang mereka bisa. Sebagian besar dari mereka tampak lelah karena Baswara memaksa mereka untuk tidak tidur di semalaman hanya untuk melanjutkan perjalanan menuju Kota Madharsa.Baswara sengaja memaksa pasukannya untuk mempercepat perjalanan mereka dari Kota Udayana menuju Kota Madharsa karena hatinya masih gundah akan optimisme Raksha yang begitu yakin akan memenangkan
“Raksha! Sena! Selamat! Kalian berhasil masuk tim inti!” Saguna buru-buru menghampiri sembari Raksha dan Sena bersamaan. Senyum dan tawanya yang lepas terlihat ketara apabila dibandingkan Baswara, Taksa, dan Wanda yang masih muram dan menahan murka.“T-terima kasih, Saguna…tapi ini semua berkat Raksha yang-““Sena benar-benar membantuku. Mungkin kalau tidak ada dia, aku tidak yakin bisa melakukan ini.” sela Raksha seraya merangkul Sena erat.Sena memilih diam sambil tertunduk malu dengan wajah merah padam. Ada sensasi aneh di hatinya ketika dia melihat senyum sumringah Raksha dan mendengar pujian hangat dan tulus dari Raksha.“Tapi aku benar-benar penasaran….bagaimana caranya kalian membawa semua peralatan prajurit Kanezka sebanyak itu hanya dengan berdua saja?! Aku bukannya curiga, kawan! Aku hanya penasaran!” Saguna tidak bisa menuembunyikan rasa keingintahuannya“Maaf….ki
Empat hari berlalu sejak pasukan Baswara tiba di Kota Madharsa. Dalam rentang waktu empat hari itu, Baswara telah memerintah pasukannya untuk beristirahat cukup lalu melatih kesiagaan mereka dengan membentuk barisan ‘anak panah’ sebagai persiapan strategi mereka untuk menembus istana Kota Madharsa.Baswara beruntung karena siluman anjing dan prajurit arwah tidak menyerang markas pasukannya yang ada di depan Gerbang Kota Madharsa. Dia menduga kalau pasukan arwah dan siluman anjing yang ada di Kota Madharsa ini hanya memangsa siapapun yang berani masuk ke Kota Madharsa, tetapi mereka tidak akan menyerang siapapun yang ada di luar kota.Di hari keempat, Baswara telah memantapkan strateginya untuk menerjang masuk Kota Madharsa. Dia dan pasukannya sudah berlatih untuk memantapkan formasi mereka nantinya. Dia memutuskan malam ini adalah malam terakhir mereka beristirahat di markas mereka karena besok pagi dia dan pasukannya akan pergi menyerang.Di malam k
“Prajurit! Rapatkan barisan!”Seruan Baswara di kala terbitnya matahari membuat pasukan Kanezka yang berkumpul di depan Gerbang Kota Madharsa berembuk lalu berbaris rapi. Formasi barisan pasukan terdiri dari pendekar pedang cahaya yang ada di lapis luar, pendekar dewa api, pendekar dewa angin, dan pendekar dewa air di lapisan tengah dan tim inti yang ada di lapisan paling dalam. Bentuk barisan pasukan itu menyerupai kepala anak panah sehingga memudahkan mereka untuk merapatkan pertahanan sekaligus melancarkan pergerakan mereka terus maju menuju Istana Kota Madharsa yang ada di pusat kota.Ratusan pendekar pedang cahaya yang berada di lapisan luar formasi kala itu telah melapisi seluruh tubuh dan kepala mereka dengan zirah perak dari Kanuragan Kshtariyans. Setiap dari mereka menenteng perisai baja perak yang kokoh dan tombak perak yang tajam. Dibelakang mereka, terdapat puluhan pendekar dewa api, pendekar dewa angin, dan pendekar dewa air yang sudah berbaris
“Serangan panah datang lagi! Berlindung!”Seruan Sena membuat seluruh pendekar kembali bersiaga. Taksa yang sudah memasang kuda-kuda bersamaan dengan Pendekar Dewa Angin berkonsentrasi penuh lalu mengibas kedua tangan mereka cepat sehingga hembusan angin kencang yang bergerumbul layaknya tornado datang lalu mematahkan ratusan anak panah yang hampir menerpa pasukan Baswara. Tujuan Taksa untuk menangkis serangan panah itu tercapai. Kini dia mengerling ke arah Saguna.“Tugasku selesai! Saguna, giliranmu!”, seru Taksa.Saguna terkekeh. “Serahkan saja pada kami! Pendekar Dewa Api, bersiaplah!”, serunya seraya memasang kuda-kuda silat bersamaan dengan Pendekar Dewa Api. Api sontak berkobar di tiap kepalan tinju kanan mereka. Api itu melesat bagai kencang ketika Saguna dan Pendekar Dewa Api melempar tinju mereka ke arah langit.Sontak langit di lantai atap balai kota kala itu dipenuhi ratusan bola api yang melesat jatuh ke ara
“Apa-apaan kalian ini, pemalas?! Kenapa kalian malah lelah seperti itu?!”Baswara menyalak murka melihat ratusan pendekar pedang cahaya yang dia pimpin tengah bersimpuh kepayahan sambil terengah-engah, sebagian dari mereka ada yang ambruk pingsan karena kehabisan tenaga. Menerjang Kota Madharsa sambil diterjang ratusan siluman anjing dan amukan prajurit arwah yang menyerang dari segala arah bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana ternyata.Sena mengerling ke arah pasukan Pendekar Dewa Api, Pendekar Dewa Angin, dan Pendekar Dewa Air yang mengalami keletihan yang serupa. Mereka mungkin masih bisa bertarung, tetapi kalau sampai harus ikut masuk istana sepertinya tidak mungkin, pikirnya.Raksha mengedarkan pandangannya. Sama seperti Sena, dia berpikir kalau sebagian besar pasukan Baswara sudah kehabisan tenaga dan apabila kubah emas yang tengah melindungi mereka ini jebol, kemungkinan besar mereka tidak bisa kabur, bahkan melawan siluman anjing dan pra
“Umph…! MMmmm….!”Raksha baru sadar kalau Sena tengah protes, meminta dirinya membuka telapak tangan yang membungkam mulut Sena. Dia pun melepaskan Sena perlahan.“Oh, maaf. Aku lupa.” ujar Raksha kikuk.“Hahh…hampir saja aku kehabisan nafas….” Sena mengatur napasnya sejenak, lalu menatap Raksha kembali.” Raksha! Kenapa kita malah diam saja?! Kita kehilangan kesempatan untuk mendapat bintang jasa lebih besar kalau seperti ini terus!”“Biarkan saja Baswara dan tim intinya itu pergi dulu. Kita bisa menyusul.” balas Raksha tenang.“Menyusul?” Sena tampak bingung. Dia menatap jeruji emas yang mengurungnya seolah-olah dia adalah burung di dalam sangkar emas. Dia menyentuhnya sejenak, sesekali mengetuknya, lalu mencoba mencengkeramnya keras, tapi sama sekali tidak bergeming.Sena menguatkan konsentrasinya sehingga cahaya perak Kanuragan Khsatr