“Raksha! Sena! Selamat! Kalian berhasil masuk tim inti!” Saguna buru-buru menghampiri sembari Raksha dan Sena bersamaan. Senyum dan tawanya yang lepas terlihat ketara apabila dibandingkan Baswara, Taksa, dan Wanda yang masih muram dan menahan murka.
“T-terima kasih, Saguna…tapi ini semua berkat Raksha yang-“
“Sena benar-benar membantuku. Mungkin kalau tidak ada dia, aku tidak yakin bisa melakukan ini.” sela Raksha seraya merangkul Sena erat.
Sena memilih diam sambil tertunduk malu dengan wajah merah padam. Ada sensasi aneh di hatinya ketika dia melihat senyum sumringah Raksha dan mendengar pujian hangat dan tulus dari Raksha.
“Tapi aku benar-benar penasaran….bagaimana caranya kalian membawa semua peralatan prajurit Kanezka sebanyak itu hanya dengan berdua saja?! Aku bukannya curiga, kawan! Aku hanya penasaran!” Saguna tidak bisa menuembunyikan rasa keingintahuannya
“Maaf….ki
Empat hari berlalu sejak pasukan Baswara tiba di Kota Madharsa. Dalam rentang waktu empat hari itu, Baswara telah memerintah pasukannya untuk beristirahat cukup lalu melatih kesiagaan mereka dengan membentuk barisan ‘anak panah’ sebagai persiapan strategi mereka untuk menembus istana Kota Madharsa.Baswara beruntung karena siluman anjing dan prajurit arwah tidak menyerang markas pasukannya yang ada di depan Gerbang Kota Madharsa. Dia menduga kalau pasukan arwah dan siluman anjing yang ada di Kota Madharsa ini hanya memangsa siapapun yang berani masuk ke Kota Madharsa, tetapi mereka tidak akan menyerang siapapun yang ada di luar kota.Di hari keempat, Baswara telah memantapkan strateginya untuk menerjang masuk Kota Madharsa. Dia dan pasukannya sudah berlatih untuk memantapkan formasi mereka nantinya. Dia memutuskan malam ini adalah malam terakhir mereka beristirahat di markas mereka karena besok pagi dia dan pasukannya akan pergi menyerang.Di malam k
“Prajurit! Rapatkan barisan!”Seruan Baswara di kala terbitnya matahari membuat pasukan Kanezka yang berkumpul di depan Gerbang Kota Madharsa berembuk lalu berbaris rapi. Formasi barisan pasukan terdiri dari pendekar pedang cahaya yang ada di lapis luar, pendekar dewa api, pendekar dewa angin, dan pendekar dewa air di lapisan tengah dan tim inti yang ada di lapisan paling dalam. Bentuk barisan pasukan itu menyerupai kepala anak panah sehingga memudahkan mereka untuk merapatkan pertahanan sekaligus melancarkan pergerakan mereka terus maju menuju Istana Kota Madharsa yang ada di pusat kota.Ratusan pendekar pedang cahaya yang berada di lapisan luar formasi kala itu telah melapisi seluruh tubuh dan kepala mereka dengan zirah perak dari Kanuragan Kshtariyans. Setiap dari mereka menenteng perisai baja perak yang kokoh dan tombak perak yang tajam. Dibelakang mereka, terdapat puluhan pendekar dewa api, pendekar dewa angin, dan pendekar dewa air yang sudah berbaris
“Serangan panah datang lagi! Berlindung!”Seruan Sena membuat seluruh pendekar kembali bersiaga. Taksa yang sudah memasang kuda-kuda bersamaan dengan Pendekar Dewa Angin berkonsentrasi penuh lalu mengibas kedua tangan mereka cepat sehingga hembusan angin kencang yang bergerumbul layaknya tornado datang lalu mematahkan ratusan anak panah yang hampir menerpa pasukan Baswara. Tujuan Taksa untuk menangkis serangan panah itu tercapai. Kini dia mengerling ke arah Saguna.“Tugasku selesai! Saguna, giliranmu!”, seru Taksa.Saguna terkekeh. “Serahkan saja pada kami! Pendekar Dewa Api, bersiaplah!”, serunya seraya memasang kuda-kuda silat bersamaan dengan Pendekar Dewa Api. Api sontak berkobar di tiap kepalan tinju kanan mereka. Api itu melesat bagai kencang ketika Saguna dan Pendekar Dewa Api melempar tinju mereka ke arah langit.Sontak langit di lantai atap balai kota kala itu dipenuhi ratusan bola api yang melesat jatuh ke ara
“Apa-apaan kalian ini, pemalas?! Kenapa kalian malah lelah seperti itu?!”Baswara menyalak murka melihat ratusan pendekar pedang cahaya yang dia pimpin tengah bersimpuh kepayahan sambil terengah-engah, sebagian dari mereka ada yang ambruk pingsan karena kehabisan tenaga. Menerjang Kota Madharsa sambil diterjang ratusan siluman anjing dan amukan prajurit arwah yang menyerang dari segala arah bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana ternyata.Sena mengerling ke arah pasukan Pendekar Dewa Api, Pendekar Dewa Angin, dan Pendekar Dewa Air yang mengalami keletihan yang serupa. Mereka mungkin masih bisa bertarung, tetapi kalau sampai harus ikut masuk istana sepertinya tidak mungkin, pikirnya.Raksha mengedarkan pandangannya. Sama seperti Sena, dia berpikir kalau sebagian besar pasukan Baswara sudah kehabisan tenaga dan apabila kubah emas yang tengah melindungi mereka ini jebol, kemungkinan besar mereka tidak bisa kabur, bahkan melawan siluman anjing dan pra
“Umph…! MMmmm….!”Raksha baru sadar kalau Sena tengah protes, meminta dirinya membuka telapak tangan yang membungkam mulut Sena. Dia pun melepaskan Sena perlahan.“Oh, maaf. Aku lupa.” ujar Raksha kikuk.“Hahh…hampir saja aku kehabisan nafas….” Sena mengatur napasnya sejenak, lalu menatap Raksha kembali.” Raksha! Kenapa kita malah diam saja?! Kita kehilangan kesempatan untuk mendapat bintang jasa lebih besar kalau seperti ini terus!”“Biarkan saja Baswara dan tim intinya itu pergi dulu. Kita bisa menyusul.” balas Raksha tenang.“Menyusul?” Sena tampak bingung. Dia menatap jeruji emas yang mengurungnya seolah-olah dia adalah burung di dalam sangkar emas. Dia menyentuhnya sejenak, sesekali mengetuknya, lalu mencoba mencengkeramnya keras, tapi sama sekali tidak bergeming.Sena menguatkan konsentrasinya sehingga cahaya perak Kanuragan Khsatr
“TERNYATA HANYA SEKUMPULAN BOCAH KANEZKA….”Diendra mendengus, menyiratkan kekecewaan yang begitu besar karena dia sudah mengharapkan kedatangan Raksha Mavendra. Namun yang dia dapat hanyalah sekumpulan pemuda nekat dari Kanezka yang menantang dan dengan lancang menghina Yang Mulia Basudewa.Diendra melirik sekilas ke arah Pawiro yang terjembap pingsan dengan perut yang terhujam lembing hitamnya. Dia tahu kalau orang itu adalah orang yang membuat pintu emas di ruang tahta ini terbuka, yang berarti orang itu adalah dari keluarga bangsawan Hanenda.“…KALIAN ORANG PERTAMA YANG BERANI MEMBAWA KELUARGA HANENDA KESINI. RENCANA KALIAN CUKUP BAIK, TETAPI KALIAN SALAH BESAR KALAU KALIAN PIKIR BISA MENGALAHKANKU, KANEZKA.”Aura ungu Kanuragan Ozora yang menyelimuti tubuh Diendra berkobar layaknya api yang menyalak. Kedua mata ungunya menatap tajam Baswara dan tim inti yang masih terdiam ngeri akan hawa membunuhnya yang mencekik
“Raksha, lihat…!”Sena terbelalak melihat garis cahaya kuning keemasan di lantai yang dia dan Raksha pijak itu perlahan meredup. Jeruji emas yang mengurungnya dan Raksha itu pun melemah. Namun yang membuat Sena merinding adalah kubah emas yang tengah membentengi pasukan Baswara dan pasukan arwah di luar kota itu pun ikut melemah dan kian rapuh.“Apa yang terjadi?” tanya Sena keheranan.“Kemungkinan ada sesuatu yang buruk yang menimpa Pawiro di dalam istana.” jawab Raksha tenang seraya mengedarkan pandangannya, menatap pendekar pedang cahaya, pendekar dewa api, pendekar dewa angin, dan pendekar dewa air yang kalang kabut panik melihat kubah emas yang melindungi mereka kini kian retak dihantam ratusan siluman anjing dan prajurit arwah dari luar kubah. Tinggal menunggu waktu saja sampai kubah emas ini jebol.“K-kenapa kubah emasnya jadi lemah begini?!”“Si-siluman anjing datang! A-aku bisa m
Bau darah yang menusuk hidung itu harus Raksha dan Sena tahan tepat setelah mereka menapakkan langkah kaki merka yang pertama ke dalam istana.Raksha dan Sena berlari kencang melewati ratusan jasad prajurit Kanezka dan pendekar Dunia Arwah yang menghalangi jalan mereka ketika menyusuri lorong istana. Satu-satunya sumber penerangan mereka adalah obor yang memancarkan api berwarna ungu di tiap sisi lorong yang tengah mereka lalui.Raksha tahu kalau api itu berasal dari Kanuragan Ozora milik Diendra. Bahkan di tengah langkahnya yang kian mendekat, dia bisa merasakan hawa membunuh yang kuat dari Diendra yang rasanya semakin mencekik. Dari aura kesaktian Diendra yang menekan dan bau darah segar yang menyambutnya, Raksha ragu kalau Baswara, Taksa, Wanda, dan Saguna masih bertahan hidup.“Di ujung lorong itu, Raksha! Aku bisa merasakannya!” Sena menyeru sembari menunjuk ke ruang tahta yang ada di ujung lorong yang tengah dia dan Raksha lalui. Cahaya perak K