‘Datang ke bukit utara sekarang kalau kau berani, Raksha! Buktikan kalau kau bukan pecundang!’Raksha termenung melihat secarik kertas berisi pesan aneh yang baru saja dia dapat setelah usai latihan di Padepokan Kanuragan Wiratama. Awalnya dia kira pesan itu salah alamat, tetapi karena ada namanya, dia tahu kalau pesan itu memang tertuju padanya. Warna merah pada huruf tiap tulisan di pesan itu seolah memberi gambaran kalau itu ditulis menggunakan darah, walau Raksha sendiri tidak terlalu yakin itu benar atau tidak.Raksha tahu kalau dia punya banyak musuh di Udayana, terutama dari kalangan Pendekar para Dewa, jadinya dia tidak terlalu kaget soal ancaman kosong macam ini. Baru saja dia mau merobek pesan itu, dia melihat ada pesan lagi di belakang kertasnya. Pesan itu tertulis:‘Kalau kau tidak muncul, jangan harap Sena bisa selamat hari ini!’Raksha berhenti. Dari sekian banyak ancaman yang biasa dia dapat, ancaman ini yang paling berani karena bawa-bawa Sena. Kalau Sena harus terluka
“Mampus kau, Raksha!”Baswara, Anjali, dan gerombolan mereka maju serentak dengan teriakan yang garang. Hawa membunuh yang memekat kuat memenuhi langit yang semakin gelap karena dipenuhi awan yang mendung.Raksha balik badan lalu lari. Dia berlari lebih cepat dari mereka, buru-buru menuruni bukit lalu bersembunyi diantara salah satu batu besar yang ada disana. Cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang memancar pelan di telapak tangan kanannya itu dia ubah menjadi busur dan anak panah emas.Raksha sesekali mengintip dari batu besar tempat dia bersembunyi lalu melihat Baswara dan antek-anteknya tengah kebingungan mencarinya. Dengan gerakan yang perlahan dan lembut, dia angkat busurnya lalu tarik anak panahnya. Pandangannya tertuju pada kerumunan pendekar di belakang Baswara.Dua anak panah emas melesat kencang menghantam helm zirah perak yang dikenakan pendekar Baswara hingga membuat keduanya tidak sadarkan diri. Baswara dan Anjali sadar akan serangan yang datang, tetapi anak buah m
“Semuanya! Serang dia bersamaan!”Seruan Baswara membuat tiga belas pendekar pasukannya itu melempar lembing peraknya bersamaan ke arah Raksha. Rintik hujan dari langit kini menajam dengan puluhan lembing perak yang menghujani Raksha.Buru-buru Raksha berlari kencang sambil menjauh sambil menghindari lembing perak yang menghujaninya. Di tengah deru hujan yang menimpa, dia bisa merasakan ada suara angin yang tersayat dari belakang, menandakan lembing perak Baswara sedang melesat mengincar lehernya.Raksha tidak punya cukup waktu untuk menghindar. Dia balik badan lalu menangkis sekenanya menggunakan busur emasnya. Walau dia berhasil membuat arah lembing perak Baswara menjauh, tetapi pundak kanannya harus tersayat karena itu.“Ugh!”Raksha rubuh sejenak sambil menahan perih di pundaknya. Buru-buru dia bangun lagi lalu berlari lebih kencang. Kalau saja dia terlambat sedetik saja, puluhan lembing perak yang baru saja tiba akan mengenai tubuhnya sampai berlubang.Raksha terus berlari sampai
“Kenapa diam? Kau bisu?”Tatapan tajam Raksha masih tertuju pada pendekar misterius yang tengah ditindih oleh Asoka dan Gardapati itu. Dia tidak merasakan adanya Kanuragan ataupun hawa membunuh dari pendekar misterius itu, tetapi dia merasakan kejanggalan yang kerapkali membuat jiwanya tidak tenang. Perasaan janggal ini timbul semenjak Chandra memberitahu kalau ada Pendekar Dunia Arwah lain di Udayana.“Kau pasti Pendekar Dunia Arwah.” tebak Raksha. Namun pendekar misterius itu belum menanggapi.“Dengar, aku menangkapmu seperti ini karena kau tidak mau diajak bekerja sama. Aku hanya ingin rahasia kita berdua aman, kawan. Jangan buat kondisi semakin rumit. Membunuhmu adalah pilihan terakhir.”“Pendekar Dunia Arwah? Ya, kau benar….”Akhirnya pendekar misterius itu buka mulut. Namun Raksha tidak menyangka kalau suaranya lembut seperti seorang wanita.“Kalau begitu kenapa lari dan mengancamku seperti itu? Aku tidak akan menyakitimu.” Raksha masih keheranan.“Aku tahu kau akan melakukan it
“Yang Mulia! Mohon ikuti saya!”Raksha langsung paham dengan seruan Gardapati. Buru-buru dia naik ke punggung Gardapati lalu berpegangan erat sehingga dia bisa melesat jauh bersamaan dengan Suja, Asoka, Diendra, dan Sakuntala. Saat itu, Sakuntala masuk ke bawah tanah untuk bersembunyi dari raksasa yang berderap maju untuk melumat tuannya.“UOOOHHHH!”Sang raksasa menyeru keras tiada henti. Dia mengambil salah satu reruntuhan rumah yang ada didekatnya lalu menendangnya ke arah Raksha dan pengawalnya. Beruntung pengawal Raksha bergerak cepat untuk menghindar reruntuhan rumah yang menghantam ke tiap sisi.Raksha dan pengawalnya terus berlari menyusuri jalanan utama yang retak hebat dan penuh dengan timbunan reruntuhan rumah. Mereka berlari terus sampai akhirnya tiba di alun-alun kota. Namun setibanya disana, langit tiba-tiba menjadi gelap. Mereka baru sadar kalau langit gelap itu bukan dari awan yang menutupi cahaya senja, melainkan dari tubuh sang raksasa yang baru saja meloncat tinggi
“Bawa aku ke kepalanya, Gardapati!”Seruan Raksha kala itu membuat Gardapati, sang siluman srigala, kian kencang berderap. Dia meloncat dari lantai atap rumah sekitar 100 kaki dari posisi Sang Raksasa, lalu berlari melewati jalan utama kota yang retak dan reruntuhan yang menghalangi.Di tengah perjalanan, Raksha mengepal tinju kirinya. Api ungu Kanuragan Ozora dan Petir merah Kanuragan Yaksha di tubuhnya mengalir kencang ke seluruh tubuhnya lalu terkonsentrasi kian pekat di sepanjang tangan kirinya. Garis hitam terpatri di sepanjang lengan kiri Raksha bersamaan dengan tumbuhnya tanduk hitam di sisi kiri kepalnaya.Raksha tahu kalau Kanuragan Ozora dan Kanuragan Yaksha dalam jiwanya itu tengah menyalak hebat, tetapi dia bisa mengendalikannya untuk saling bersinergi menjadi satu energi penghancur yang dahsyat. Tinju kirinya kini diselimuti kobaran api ungu dan kilatan petir merah hebat yang menari tiada henti. Fokusnya hanya satu, yaitu menghancurkan Sang Raksasa.Gardapati meloncat tin
“Jadi apa yang kau mau? Membunuhku di tempat aneh ini?”Raksha sengaja menantang Nandina, tetapi sang raksasa yang tengah menggenggam tubuhnya erat itu masih menahan nafsunya untuk tidak melumat Raksha hingga tewas. DIa tahu kalau Nandina-lah yang membuat sang raksasa itu tidak melakukan itu.“Kenapa jadi kesal? Apa kau masih marah kalau kemampuanmu sebagai Pendekar Kanuragan Wiratama tidak bisa berkembang setara seperti Sena?” Nandina terkekeh.“Kanuragan Wiratama hanyalah alat bagiku untuk menyusup ke Kerajaan Kanezka nantinya, Nandina…”“Heh…aku tahu itu, Raksha. Kanuragan Ozora dan Yaksha yang ada di dalam tubuhmu itu berlawanan dengan Kanuragan Wiratama yang tengah kau tempa. Walau kau punya bakat sebagai pendekar, tetapi tidak mungkin seorang pendekar bisa menguasai Kanuragan para dewa dan Kanuragan Pendekar Dunia Arwah bersamaan. Kedua kanuragan itu sejatinya berlawanan satu sama lain.”“…berarti itu juga berlaku padamu.”Nandina mengangkat bahunya. “ …memang benar. Tapi setida
“Kenapa, Raksha? Apa lidahmu kelu karena genggaman sang raksasa?”Pertanyaan Nandina yang memancing itu belum membuat Raksha buka mulut. Dilihat dari manapun, Raksha tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Nandina agar dia bisa keluar dari dunia aneh ini. Namun hati kecilnya menjerit, mengatakan kalau dia tidak mungkin ikut andil dalam rencana Nandina untuk membantai banyak orang tidak berdosa di Nusantara ini dengan alasan para Rakshasa yang kelewat muluk itu.“Aku akui kekuatan Rakshasa memang hebat, Nandina. Tapi bukan begini caranya….” ujar Raksha.Nandina menghela napas panjang. Raut wajahnya menampikkan ekspresi kecewa. “Sudah berkali-kali kujelaskan, ternyata kau masih naif. Padahal aku kira kau berbeda dari kalangan Mavendra dan Yaksha yang dangkal itu.” ujarnya.“Tidak hanya Mavendra dan Yaksha, siapapun yang akalnya masih waras tahu kalau rencana pembantaian oleh para Rakshasa ini gila! Kau pikir kedamaian akan terbentuk setelah tragedi macam itu?!” tegas Raksha.“Man