“Kenapa, Raksha? Apa lidahmu kelu karena genggaman sang raksasa?”Pertanyaan Nandina yang memancing itu belum membuat Raksha buka mulut. Dilihat dari manapun, Raksha tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Nandina agar dia bisa keluar dari dunia aneh ini. Namun hati kecilnya menjerit, mengatakan kalau dia tidak mungkin ikut andil dalam rencana Nandina untuk membantai banyak orang tidak berdosa di Nusantara ini dengan alasan para Rakshasa yang kelewat muluk itu.“Aku akui kekuatan Rakshasa memang hebat, Nandina. Tapi bukan begini caranya….” ujar Raksha.Nandina menghela napas panjang. Raut wajahnya menampikkan ekspresi kecewa. “Sudah berkali-kali kujelaskan, ternyata kau masih naif. Padahal aku kira kau berbeda dari kalangan Mavendra dan Yaksha yang dangkal itu.” ujarnya.“Tidak hanya Mavendra dan Yaksha, siapapun yang akalnya masih waras tahu kalau rencana pembantaian oleh para Rakshasa ini gila! Kau pikir kedamaian akan terbentuk setelah tragedi macam itu?!” tegas Raksha.“Man
“Raksha…kumohon…bangun…” Sebelumnya, Raksha masih begitu berat untuk membuka kedua matanya. Percikan air dingin yang membasahi wajahnya masih belum cukup untuk membuat dia sadar dari tidurnya. Namun ketika ada tetesan air hangat yang memercik wajahnya, dia pun perlahan terbangun. Dalam pandangannya yang masih buram itu, sosok Sena yang tengah sibuk menyeka air mata yang tidak berhenti keluar di kedua pipinya itu terlihat begitu dekat dengannya. Raksha membuka mulutnya tetapi masih membisu. Telapak tangan kanannya dia julurkan hingga meraih wajah Sena, berusaha untuk menyeka air matanya walau tubuhnya masih lemas. “Jangan menangis…” gumam Raksha. Sena terbelalak kaget. Dia langsung menggenggam telapak tangan kanan Raksha sembari menyeka air mata yang tersisa di pipinya. Senyumnya leganya kembali merekah karena Raksha sudah sadar. “Syukurlah….syukurlah…terima kasih dewa….” Raksha diam, menunggu Sena menghentikan tangis dan gumamannya sejenak. Sekilas dia melihat ke sekitar, suara r
“Guru Nandina menghilang?”Raksha sampai mengulang pertanyaannya untuk kedua kali ketika Sena mendatanginya dengan raut wajah cemas. Sebenarnya, dia sudah menduga kalau Nandina tidak akan menunjukkan dirinya, tetapi dia harus memperlihatkan kalau dirinya ini tidak tahu agar Sena tidak curiga.“Y-ya, Raksha. Ini aneh. Padahal biasanya guru sudah ada semenjak pagi. Kalaupun tidak bisa, biasanya guru memberi kabar kepada kita kalau guru hendak ada urusan!” Sena masih tidak bisa menahan kecemasannya.“Apa kamu sudah cari beliau di Padepokan Udayana? Mungkin guru besar memanggil guru Nandina kesana mendadak…”Sena menggeleng. “Awalnya kukira juga begitu, tetapi aku tidak melihatnya disana. Kutanya prajurit yang disana pun mereka tidak melihat guru. Ini aneh…”Raksha beranjak dari kursinya lalu menghampiri Sena. “Sepertinya Guru Nandina ada urusan penting di luar kota. Bukannya guru bilang kalau beliau minta kita berlatih mandiri untuk persiapan Turnamen Sembilan Bintang Langit?” lanjutnya
“Hmm…?”Sena menatap lama riak air yang timbul di samping kiri kapal layarnya. Padahal tidak ada awan dan tidak ada rintik hujan kala itu, tetapi permukaan air di sekitar kapal layarnya itu menimbulkan riak yang cukup kencang. Kalau dia perhatikan lebih cermat lagi, riak itu berasal dari dalam lautan, tetapi dia tidak tahu apa yang menyebabkan itu.Raksha yang daritadi melihat Sena dengan dahi mengernyit itu pun kini menatap ke arah yang sama. Riak air yang timbul di sekitar kapal mereka menimbulkan pertanyaan yang sama baginya. Tidak hanya itu, dia juga merasakan getaran yang walau pelan tetapi semakin terasa besar di sepanjang kapal layar kecilnya itu.“Yang Mulia Raksha, kami merasakan ada pergerakan yang tidak wajar di laut sekitar. Ada bahaya yang mengancam.” peringatan Suja terdengar jelas di dalam kepala Raksha. “Aku juga merasakannya, Suja. Apa kalian bisa memeriksa darimana sumbernya?” tanya Raksha.“Sejauh ini kami hanya bisa menduga itu berasal dari dalam laut, tetapi kam
“Tuan Taksa! Nyonya Indu! Kapal Pendekar Kanuragan Wiratama sudah tenggelam!”Seruan prajurit Kanezka di kapal perang Nismara kala itu membuat tatapan Indu dan Taksa tertuju pada kapal layar Raksha dan Sena yang tengah karam. Mereka tidak melihat baik Raksha atau Sena yang ada di reruntuhan kapal yang tersisa.Namun jurus Sang Naga Air milik mereka adalah salah satu jurus terkuat di kalangan pendekar air. Sang Naga Air tidak akan berhenti sampai dia mematikan mangsanya walau sudah berada didalam laut sekalipun.Baik Taksa ataupun Indu tidak peduli dengan kematian Raksha dan Sena. Mereka berdua bisa menghindar dari tuduhan Raja Widyanata dan loyalisnya dengan dalih kalau kapal layar mereka bocor lalu mereka mati tenggelam.“Hahahahah! Mampus! Tidak akan ada yang bisa menandingi kuatnya jurus Sang Naga Air di lautan! Bahkan Pendekar Kanuragan Wiratama sekalipun!” seru Indu sambil tertawa pongah. Perutnya yang tambun dan penuh gelambir itu bergetar setiap kali dia tertawa.“Kita masih ha
“SENA!”Raksha bangun sembari memanggil Sena. Namun yang dia lihat hanyalah ombak yang berdesir dan pasir pantai yang ada di sekitarnya. Seluruh tubuhnya yang basah kala itu membuat dia berpikir kalau ombak telah membawanya hanyut ke pantai ini.Usai memijat kedua matanya sejenak, Raksha melihat lagi sekitar. Dia menemukan reruntuhan kapal layarnya yang juga ikut hanyut dibawa ombak. Sejenak dia menghirup napas panjang lalu membuangnya perlahan sembari menenangkan dirinya, mengingat kembali apa yang telah menerpanya. Sang Naga Air yang menghancurkan kapal layarnya, Sena yang ditenggelamkan paksa oleh Sang Naga Air, Rakshasa yang memanggil namanya, dan-Raksha sontak terbelalak. Dia langsung beranjak sambil memutar pandangannya, mencari wanita yang penting dalam hidupnya itu. Hatinya tersentak kaget ketika dia melihat sosok wanita yang tengah terjembap tidak sadarkan diri sekitar 30 kaki di arah baratnya. Sosok wanita itu adalah Sena.“SENA!”Raksha berlari walau tubuhnya masih agak le
“Di dalam sana?”Raksha dan Sena masih termangu melihat mulut goa besar yang ada sekitar 20 kaki di depan mereka. Cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang terpancar di tongkat emas Sena kala itu tertuju ke dalam Goa itu, yang berarti pusaka yang mereka cari ada di dalam sana.“Ya, aku yakin di dalam sana, Raksha. Ayo kita-““Tunggu.” Sela Raksha sembari menahan Sena masuk. “Kamu janji kalau kita akan mencari tempat untuk beristirahat dulu sebelum mencari pusaka.” Lanjutnya.“…bukannya lebih cepat kalau kita cari pusaka lebih dulu?” tanya Sena balik.“Kita tidak tahu ada apa didalam goa itu. Aku merasa ada yang janggal.” Raksha menatap ke kegelapan di ujung mulut goa itu, seolah-olah kegelapan itu tengah memanggilnya masuk untuk tenggelam dalam kegelapan yang penuh bahaya.Di tengah perjalanan dari pesisir pantai hingga goa di tengah hutan ini, sebenarnya Raksha sudah lebih dahulu menyuruh Gardapati diam-diam untuk pergi ke Goa tersebut. Namun anehnya, setibanya Gardapati disana,
“Yang Mulia, Nona Sena sudah tertidur…”Raksha membuka matanya perlahan ketika dia mendengar bisikan Suja terdengar didalam kepalanya. Diam-diam dia mengintip ke arah Sena yang terlelap di sebelahnya dengan beralaskan rumput-rumput. Dia tidak menyangka Sena tertidur lebih cepat dari yang dia perkirakan sebelumnya. Kemungkinan besar, Sena memang sudah lelah semenjak dia jalan dari pesisir pantai hingga ke tengah hutan ini, pikirnya.Raksha bangun perlahan lalu menatap api unggun yang masih menyala di depannya. Sejenak dia menghirup napas panjang lalu membuangnya perlahan untuk menenangkan dirinya. Beberapa saat setelah itu, dia pun beranjak dengan langkah yang senyap.“Suja, jaga Sena disini.” perintah Raksha dalam hati.“Siap, Yang Mulia Raksha.” balas Suja sopan sembari masuk ke dalam bayangan Sena.“Yang Mulia, sepertinya masih ada penghalang yang menahan prajurit arwah untuk masuk ke goa ini.” Gardapati mengingatkan.“Aku tahu. Karena itulah aku ingin memeriksa boa ini sendirian.