“Tuan Taksa! Nyonya Indu! Kapal Pendekar Kanuragan Wiratama sudah tenggelam!”Seruan prajurit Kanezka di kapal perang Nismara kala itu membuat tatapan Indu dan Taksa tertuju pada kapal layar Raksha dan Sena yang tengah karam. Mereka tidak melihat baik Raksha atau Sena yang ada di reruntuhan kapal yang tersisa.Namun jurus Sang Naga Air milik mereka adalah salah satu jurus terkuat di kalangan pendekar air. Sang Naga Air tidak akan berhenti sampai dia mematikan mangsanya walau sudah berada didalam laut sekalipun.Baik Taksa ataupun Indu tidak peduli dengan kematian Raksha dan Sena. Mereka berdua bisa menghindar dari tuduhan Raja Widyanata dan loyalisnya dengan dalih kalau kapal layar mereka bocor lalu mereka mati tenggelam.“Hahahahah! Mampus! Tidak akan ada yang bisa menandingi kuatnya jurus Sang Naga Air di lautan! Bahkan Pendekar Kanuragan Wiratama sekalipun!” seru Indu sambil tertawa pongah. Perutnya yang tambun dan penuh gelambir itu bergetar setiap kali dia tertawa.“Kita masih ha
“SENA!”Raksha bangun sembari memanggil Sena. Namun yang dia lihat hanyalah ombak yang berdesir dan pasir pantai yang ada di sekitarnya. Seluruh tubuhnya yang basah kala itu membuat dia berpikir kalau ombak telah membawanya hanyut ke pantai ini.Usai memijat kedua matanya sejenak, Raksha melihat lagi sekitar. Dia menemukan reruntuhan kapal layarnya yang juga ikut hanyut dibawa ombak. Sejenak dia menghirup napas panjang lalu membuangnya perlahan sembari menenangkan dirinya, mengingat kembali apa yang telah menerpanya. Sang Naga Air yang menghancurkan kapal layarnya, Sena yang ditenggelamkan paksa oleh Sang Naga Air, Rakshasa yang memanggil namanya, dan-Raksha sontak terbelalak. Dia langsung beranjak sambil memutar pandangannya, mencari wanita yang penting dalam hidupnya itu. Hatinya tersentak kaget ketika dia melihat sosok wanita yang tengah terjembap tidak sadarkan diri sekitar 30 kaki di arah baratnya. Sosok wanita itu adalah Sena.“SENA!”Raksha berlari walau tubuhnya masih agak le
“Di dalam sana?”Raksha dan Sena masih termangu melihat mulut goa besar yang ada sekitar 20 kaki di depan mereka. Cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang terpancar di tongkat emas Sena kala itu tertuju ke dalam Goa itu, yang berarti pusaka yang mereka cari ada di dalam sana.“Ya, aku yakin di dalam sana, Raksha. Ayo kita-““Tunggu.” Sela Raksha sembari menahan Sena masuk. “Kamu janji kalau kita akan mencari tempat untuk beristirahat dulu sebelum mencari pusaka.” Lanjutnya.“…bukannya lebih cepat kalau kita cari pusaka lebih dulu?” tanya Sena balik.“Kita tidak tahu ada apa didalam goa itu. Aku merasa ada yang janggal.” Raksha menatap ke kegelapan di ujung mulut goa itu, seolah-olah kegelapan itu tengah memanggilnya masuk untuk tenggelam dalam kegelapan yang penuh bahaya.Di tengah perjalanan dari pesisir pantai hingga goa di tengah hutan ini, sebenarnya Raksha sudah lebih dahulu menyuruh Gardapati diam-diam untuk pergi ke Goa tersebut. Namun anehnya, setibanya Gardapati disana,
“Yang Mulia, Nona Sena sudah tertidur…”Raksha membuka matanya perlahan ketika dia mendengar bisikan Suja terdengar didalam kepalanya. Diam-diam dia mengintip ke arah Sena yang terlelap di sebelahnya dengan beralaskan rumput-rumput. Dia tidak menyangka Sena tertidur lebih cepat dari yang dia perkirakan sebelumnya. Kemungkinan besar, Sena memang sudah lelah semenjak dia jalan dari pesisir pantai hingga ke tengah hutan ini, pikirnya.Raksha bangun perlahan lalu menatap api unggun yang masih menyala di depannya. Sejenak dia menghirup napas panjang lalu membuangnya perlahan untuk menenangkan dirinya. Beberapa saat setelah itu, dia pun beranjak dengan langkah yang senyap.“Suja, jaga Sena disini.” perintah Raksha dalam hati.“Siap, Yang Mulia Raksha.” balas Suja sopan sembari masuk ke dalam bayangan Sena.“Yang Mulia, sepertinya masih ada penghalang yang menahan prajurit arwah untuk masuk ke goa ini.” Gardapati mengingatkan.“Aku tahu. Karena itulah aku ingin memeriksa boa ini sendirian.
“Jadi kau yang punya ide konyol membangkitkan Sang Pahlawan Abimanyu?”Birawa terkekeh hebat walau dia diremehkan Raksha. Baginya, Raksha hanyalah Pendekar Dunia Arwah bau kencur yang tidak tahu apa-apa tentang kebengisan Kanezka dan bagaimana cara terbaik untuk memenangkan perang yang tidak berkesudahan ini.“Hahahahah! Kau berani menertawakan rencana besar kita?! Kau ini darimana saja?! Apa kau terlalu lama bergaul dengan pendekar para dewa dan Kerajaan Kanezka sampai-sampai kau lupa tujuan utamamu, hah?!” sentak Birawa.“Aku tahu Pendekar Dunia Arwah punya kesaktian untuk membangkitkan arwah. Tapi membangkitkan Sang Pahlawan Abimanyu untuk kemenangan kita kurasa tidak masuk akal.”“Kau berpikir itu gila karena kau masih naif, bocah! Kau tidak tahu betapa saktinya Sang Pahlawan Abimanyu! Hanya kita, Pendekar Dunia Arwah, yang memiliki kesaktian untuk memanggil kembali Abimanyu menuntaskan kekacauan di Nusantara!”“Kalaupun Abimanyu hidup kembali, apa kau kira Kerajaan Kanezka akan l
“Pemuda, hanya kau….satu-satunya harapan kami….bunuh kami….sebelum Birawa mengendalikan kita semua….”Sang Pendekar Kanuragan Wiratama yang tengah mengunci kedua lengan Raksha kala itu menghujani pundak Raksha dengan air matanya. Di tengah keterpurukannya dan teman-temannya sesama Pendekar Kanuragan Wiratama, dia tahu hanya Raksha yang bisa membantunya bebas dari rencana gila Birawa.“Kau masih hidup? Kenapa bisa Birawa mengendalikanmu?” tanya Raksha berbisik. Dia bisa merasakan Kanuragan Ozora mengalir di tubuh pendekar itu beserta kesepuluh pendekar kanuragan wiratama lainnya, tetapi dia masih ragu kalau itu adalah penyebabnya.“Kami tidak tahu….semua berlalu begitu panjang dan menyedihkan, pemuda. Kami semula memang berteman baik dengan Pendekar Dunia Arwah. Kami berlindung diri disini karema kami khawatir dengan sergapan Kanezka yang hendak memburu kami. Kami hanya ingin bertahan. Namun semua berubah ketika Birawa….punya idenya yang luar biasa gila.”“….maksudmu membangkitkan Sang
“Maju kau, Raksha!”Birawa berderap kencang lalu mengayun pisau kujang emasnya ke arah leher Raksha. Tebasannya yang cepat itu langsung ditangkis dengan tinju Raksha yang sudah dilapisi aura Kanuragan Ozora terkuatnya.Birawa tidak menyerah. Dia kembali maju lalu menebas horizontal berkali-kali untuk menggorok leher lawannya dengan cepat, tetapi Raksha berhasil menangkisnya berkali-kali dengan tinjunya sambil melangkah mundur.Birawa meloncat maju lebih kuat ketika Raksha mundur cukup jauh. Namun dia tidak sadar ketika Raksha balik berpijak lalu melontarkan tendangan balasannya hingga menghujam perutnya kasar, mendorongnya jauh hingga terpental ke ujung goa.Kini giliran Raksha yang menyerang. Dia loncat maju, menerjang Birawa dengan tendangan lututnya, yang sayangnya berhasil ditangkis oleh pisau kujang emas Birawa. Namun, Raksha lanjut memutar tubuhnya lalu melontarkan tendangan sampingnya yang kena telak menghantam perut musuhnya. Birawa kembali terpental keras ke ujung goa hingga
“Ini…apa?”Sena meregangkan telapak tangan kanannya ke arah mulut goa. Telapak tangan kanannya itu berhenti, soelah-olah ada tembok transparan yang menahannya. Dugaannya benar, ada kanuragan aneh yang membentuk tembok, yang menahan dirinya masuk ke dalam goa ini.Fakta bahwa Sena tidak bisa masuk ke dalam goa membuat Seluruh pengawal arwah elit Raksha terdiam kebingungan. Sena yang sejatinya adalah Pendekar para Dewa seharusnya bisa masuk ke dalam goa ini tanpa terhalang jurus Birawa.“Dia tidak bisa masuk goa? Apa karena kita yang bersembunyi di balik bayangannya?” bisik Asoka keheranan.“Tidak, tidak mungkin seperti itu. Seharusnya dia bisa masuk seperti Tuan Raksha yang telah diberikan izin oleh pemilik jurus ini dan kita akan dikeluarkan paksa apabila dia masuk ke dalam goa.” sela Gardapati.“Bukankah dia Pendekar Para Dewa? Apa dia menyembunyikan sesuatu dari Tuan Raksha?” tanya Diendra curiga.“Apa bisa jadi dia adalah Pendekar Dunia Arwah?” bisik Suja penasaran.“Masih kecil ke
“Ah, ini tidak adil!”Sena menendang kursi yang ada di ruang jeruji depannya. Emosinya yang masih meletup-letup memaksa dia untuk duduk di salah satu ranjang jeruji sambil memijat-mijat dahinya yang mendadak terasa pusing. Niatannya untuk segera istirahat di Padepokan Kanuragan Wiratama pupus sudah karena keluarga Mahadri memaksa Raksha dan Sena masuk ke dalam penjara karena masih diduga mencuri pusaka suci milik Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara.“Padahal baru saja kita bebas dari penjara Keluarga Jagadita, sekarang Keluarga Mahadri malah memenjarakan kita lagi?! Ada apa dengan kebebalan mereka?! Mereka bahkan bilang kalau kita bisa bebas kalau kita bisa mengembalikan pusaka suci Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara?! Apa mereka itu dungu?! Sudah kubilang berkali-kali kalau kita berdua ini bukan pencuri!” Sena masih meluapkan amarahnya sambil mengepal kedua tinjunya keras. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sempat memancar terang untuk membentuk tombak perak yang akan dia guna
“Ah, akhirnya kita sampai, Raksha!”Sena buru-buru beranjak sambil menatap pelabuhan Kota Udayana yang semakin dekat dari perahunya. Dari terpaan angin kencang dan air yang tidak berombak, dia tahu kalau perahu yang tengah dia tumpangi itu akan membawa dirinya dan Raksha beberapa menit lagi.Raksha yang melihat ke arah yang sama awalnya menghela napas lega karena dia pun ingin istirahat sejenak. Namun kecurigaan tiba-tiba datang menyelimuti pikirannya ketika dia melihat seorang pria jangkung bertubuh gemuk yang mengenakan seragam katun berwarna ungu dengan rompi dan ikat pinggang berwarna kuning tengah duduk di ujung pelabuhan Udayana. Pria itu adalah Panji Mahadri, salah satu pendekar Dewi Pertiwi yang dulu pernah hampir membunuhnya karena kebenciannya terhadap pendekar Kanuragan Wiratama.Raksha semakin waspada ketika melihat ada dua pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam katun ungu yang sama seperti Panji tengah berdiri tegak di sebelah Panji. Kedua pria paruh baya itu ber
“Kami harus menghajar anda, Yang Mulia?”Asoka dan Gardapati masih kebingungan dengan perintah Raksha. Mereka berdua bahkan kaget ketika melihat Raksha memanggil Suja dari balik bayangannya.“Suja, kau pukul perutku. Asoka kau cabik punggungku. Gardapati kau gigit pundakku.” Perintah Raksha sembari menunjuk ke arah perut, punggung, dan pundaknya.“Apa Yang Mulia yakin dengan ini?” tanya Suja sama bingungnya.“Aku hanya ingin memastikan Sena percaya dengan ceritaku tadi. Cepat lakukan sebelum terlambat!” tegas Raksha sambil menyeru.Asoka dan Gardapati pun berhenti ragu. Asoka yang pertama kali melesat ke punggung Raksha lalu mencakar sebagian punggung Raksha dengan tinju cakarnya yang sengaja dia tidak buat terlalu mematikan agar tuannya bisa menahannya.Raksha bisa merasakan guratan yang tajam di sepanjang pinggangnya hingga darahnya sempat menyembur perlahan, tetapi dia masih bisa menahannya karena dia tahu Asoka menahan diri. Sepersekian detik setelah itu, Gardapati datang menerjan
“Semuanya! Ikuti aku!”Usai Sena menyimpan tongkat emasnya di balik punggungnya, dia pun langsung mengangkut Wanda yang masih tidak sadarkan diri. Seruannya yang keras membuat perhatian puluhan pendekar dewa angin yang masih kewalahan untuk kembali bangkit untuk melarikan diri. Ardiman yang ikut dibantu bangkit oleh para pendekar dewa angin pun kini sadar akan kehadiran Sena yang baru saja menolongnya untuk menjauh. Dia melihat Rakshasa sedang mengalihkan perhatiannya untuk melawan Raksha.“Suradarma….kau…membantu…kami…?” ujar Ardiman di tengah tubuhnya yang sekarat dan tertatih-tatih.“Sekarang bukan saatnya untuk mencurigaiku dan Raksha, Tuan Ardiman! Kita harus segera melarikan diri!” seru Sena balik.Ardiman tidak bisa membantahnya. Kondisinya dan seluruh pasukannya sudah sekarat dan kalau Rakshasa kembali menyerangnya maka kematian adalah kepastian yang akan menimpa mereka semua. Dia pun akhirnya memilih untuk menghilangkan kecurigaan terhadap Sena dan Raksha, lalu memilih memuta
“Raksha, biar aku yang urus ini.”Raksha berhenti melangkah sejenak ketika Sena memintanya sembari mengacungkan tongkat emasnya ke arah pintu goa yang ada di depannya itu. Hanya dengan satu hantaman, puing-puing batu yang menutup pintu goa itu hancur seketika oleh serangan Sena. Kini Sena dan Raksha bisa melihat sosok Rakshasas yang mengaung layaknya harimau raksasa yang hendak menerkam mangsanya, yakni Ardiman, Wanda, dan puluhan Pendekar Dewa Angin lainnya.“Astaga…baru pertama kali kulihat monster sebesar ini…” Sena mengencangkan pegangan tongkat emasnya sambil bersiaga penuh.“Monster itu masih mengincar Adriman. Kita punya kesempatan untuk menyerangnya dari belakang.” ujar Raksha sambil membuat telapak tangan kanannya memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sehingga membentuk pisau keris. Telapak tangan kirinya yang sudah menggenggam erat pisau kujang emas membuat dia semakin sigap dengan kemampuan silatnya.Namun Raksha tahu kalau Rakshasas bukanlah siluman biasa yang mud
“Wanda…bersiaplah. Akan kita serang mereka lagi sekaligus dengan jurus angin sakti!”Seruan keras Ardiman membuat Wanda langsung bersiaga sembari memasang kuda-kuda tegak. Dia melihat pusaka syal hijau pamannya kini memancarkan cahaya hijau sehingga angin tornado berputar kencang mengitari tubuh mereka dan pasukannya.Tepat setelah Ardiman mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah lima pengawal arwah elit yang sebelumnya menyerangnya, dia kini ikut mengarahkan telapak tangan kanannya. Angin kencang yang kini terkumpul di pusaka syal hijau Ardiman menguat, bersamaan dengan puluhan pendekar dewa angin yang baru saja menyembuhkan lukanya lalu ikut berkonsentrasi sehingga angin tornado Ardiman berputar semakin kencang.“Lima prajurit arwah itu tidak menyerang, paman! Ini kesempatan kita!” seru Wanda semangat.“Ya, kita-“Ardiman tiba-tiba berhenti menyeru ketika tanah yang dia, Wanda, dan puluhan prajuritnya pijak berguncang keras, sampai-sampai mereka hampir kehilangan keseimbangan dan
“Pendekar Kanuragan Wiratama harusnya mampus!”Wanda berulang kali menyerukan hal itu dengan keki. Walau Birawa, Pendekar Kanuragan Wiratama yang dia dan keluarganya buru untuk keamanan Nusantara kini sudah mati, dia masih tidak terima kalau yang mengalahkan Birawa ternyata adalah Raksha dan Sena, dua Pendekar Kanuragan Wiratama yang kini paling hebat diantara pendekar kanuragan lainnya.Tidak hanya Keluarga Jaganita, Wanda ingat kalau keluarga lainnya dari Nismara, Mahadri, Pancaka, dan Bhagawanta pun belum menyerah untuk mengerdilkan Pendekar Kanuragan Wiratama sebelum mereka bergabung untuk ikut dalam kompetisi Turnamen Sembilan Bintang Langit.“…sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk memenjarakan mereka di Udayana, nak.”Ardiman tiba-tiba menanggapi Wanda, yang merupakan keponakannya.“Ya, paman! Mereka masih membawa bahaya di Udayana nanti, apalagi saat mereka mengikuti Turnamen Sembilan Bintang Langit!” seru Wanda.“Aku mengerti, nak. Banyak keluarga militer Kanezka yang mulai
“Jangan lambat kalian!”Sena dan Raksha lagi-lagi disentak oleh pendekar dewa angin yang ada di belakang mereka untuk melangkah lebih cepat. Mereka berdua tengah dalam perjalanan ke ujung utara hutan, dimana disana banyak bangunan rumah yang dibuat oleh pendekar dewa angin sebagai tempat mereka beristirahat dan berlatih di Pulau Babar.Raksha mengedarkan pandangannya sekilas. Dia melihat ada dua puluh lebih bangunan rumah yang jaraknya antar tumah sekitar 50 kaki tersebar di ujung hutan ini. Tidak banyak pohon yang tersebar di ujung hutan ini sehingga Raksha bisa merasakan kalau pendekar dewa angin yang ada disini lebih bebas untuk beraktivitas di tempat ini.Raksha yang awalnya mengira dia dan Sena akan dibawa ke salah satu rumah tersebut ternyata salah. Para pendekar dewa angin menyuruh mereka masuk ke salah satu goa yang ada sekitar 60 kaki di arah selatan tempat perumahan tersebut. Ketika Raksha melihat goa yang sempit itu dan jeruji di pintu goanya, dia baru sadar kalau para pen
“Yang Mulia, ternyata benar, pasukan Kanezka tengah mendatangi goa ini dengan persenjataan lengkap.”Bisikan Sakuntala yang terdengar hanya di dalam hati Raksha kala itu sempat membuat Raksha berhenti mengubur mayat terakhir di Goa. Dia melirik Sena sekelabat, setelah dia memastikan kalau Sena masih sibuk mengubur, dia kembali fokus ke Sakuntala.“Berapa kekuatan?” tanya Raksha berbisik.“Tidak banyak, Yang Mulia. Sekitar 30 kekuatan. Mereka semua mengenakan seragam pendekar silat Udayana berwarna hijau.” jawab Sakuntala.“….berarti mereka dari Padepokan Kanuragan Wayu. Kenapa mereka ada di pulau ini?”“Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tetapi saya bisa merasakan hawa membunuh dari mereka. Harap berhati-hati, Yang Mulia Raksha.”Raksha diam sejenak lalu berpikir. Dia tahu kalau Padepokan Dewa Angin dan Padepokan Dewa Air seringkali berkoalisi dan bertukar ilmu ajian sakti sehingga dia tidak heran melihat Wanda Jagadita dan Taksa Nismara bisa menguasai jurus pengendalian air dan angin