“Yang Mulia! Mohon ikuti saya!”Raksha langsung paham dengan seruan Gardapati. Buru-buru dia naik ke punggung Gardapati lalu berpegangan erat sehingga dia bisa melesat jauh bersamaan dengan Suja, Asoka, Diendra, dan Sakuntala. Saat itu, Sakuntala masuk ke bawah tanah untuk bersembunyi dari raksasa yang berderap maju untuk melumat tuannya.“UOOOHHHH!”Sang raksasa menyeru keras tiada henti. Dia mengambil salah satu reruntuhan rumah yang ada didekatnya lalu menendangnya ke arah Raksha dan pengawalnya. Beruntung pengawal Raksha bergerak cepat untuk menghindar reruntuhan rumah yang menghantam ke tiap sisi.Raksha dan pengawalnya terus berlari menyusuri jalanan utama yang retak hebat dan penuh dengan timbunan reruntuhan rumah. Mereka berlari terus sampai akhirnya tiba di alun-alun kota. Namun setibanya disana, langit tiba-tiba menjadi gelap. Mereka baru sadar kalau langit gelap itu bukan dari awan yang menutupi cahaya senja, melainkan dari tubuh sang raksasa yang baru saja meloncat tinggi
“Bawa aku ke kepalanya, Gardapati!”Seruan Raksha kala itu membuat Gardapati, sang siluman srigala, kian kencang berderap. Dia meloncat dari lantai atap rumah sekitar 100 kaki dari posisi Sang Raksasa, lalu berlari melewati jalan utama kota yang retak dan reruntuhan yang menghalangi.Di tengah perjalanan, Raksha mengepal tinju kirinya. Api ungu Kanuragan Ozora dan Petir merah Kanuragan Yaksha di tubuhnya mengalir kencang ke seluruh tubuhnya lalu terkonsentrasi kian pekat di sepanjang tangan kirinya. Garis hitam terpatri di sepanjang lengan kiri Raksha bersamaan dengan tumbuhnya tanduk hitam di sisi kiri kepalnaya.Raksha tahu kalau Kanuragan Ozora dan Kanuragan Yaksha dalam jiwanya itu tengah menyalak hebat, tetapi dia bisa mengendalikannya untuk saling bersinergi menjadi satu energi penghancur yang dahsyat. Tinju kirinya kini diselimuti kobaran api ungu dan kilatan petir merah hebat yang menari tiada henti. Fokusnya hanya satu, yaitu menghancurkan Sang Raksasa.Gardapati meloncat tin
“Jadi apa yang kau mau? Membunuhku di tempat aneh ini?”Raksha sengaja menantang Nandina, tetapi sang raksasa yang tengah menggenggam tubuhnya erat itu masih menahan nafsunya untuk tidak melumat Raksha hingga tewas. DIa tahu kalau Nandina-lah yang membuat sang raksasa itu tidak melakukan itu.“Kenapa jadi kesal? Apa kau masih marah kalau kemampuanmu sebagai Pendekar Kanuragan Wiratama tidak bisa berkembang setara seperti Sena?” Nandina terkekeh.“Kanuragan Wiratama hanyalah alat bagiku untuk menyusup ke Kerajaan Kanezka nantinya, Nandina…”“Heh…aku tahu itu, Raksha. Kanuragan Ozora dan Yaksha yang ada di dalam tubuhmu itu berlawanan dengan Kanuragan Wiratama yang tengah kau tempa. Walau kau punya bakat sebagai pendekar, tetapi tidak mungkin seorang pendekar bisa menguasai Kanuragan para dewa dan Kanuragan Pendekar Dunia Arwah bersamaan. Kedua kanuragan itu sejatinya berlawanan satu sama lain.”“…berarti itu juga berlaku padamu.”Nandina mengangkat bahunya. “ …memang benar. Tapi setida
“Kenapa, Raksha? Apa lidahmu kelu karena genggaman sang raksasa?”Pertanyaan Nandina yang memancing itu belum membuat Raksha buka mulut. Dilihat dari manapun, Raksha tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Nandina agar dia bisa keluar dari dunia aneh ini. Namun hati kecilnya menjerit, mengatakan kalau dia tidak mungkin ikut andil dalam rencana Nandina untuk membantai banyak orang tidak berdosa di Nusantara ini dengan alasan para Rakshasa yang kelewat muluk itu.“Aku akui kekuatan Rakshasa memang hebat, Nandina. Tapi bukan begini caranya….” ujar Raksha.Nandina menghela napas panjang. Raut wajahnya menampikkan ekspresi kecewa. “Sudah berkali-kali kujelaskan, ternyata kau masih naif. Padahal aku kira kau berbeda dari kalangan Mavendra dan Yaksha yang dangkal itu.” ujarnya.“Tidak hanya Mavendra dan Yaksha, siapapun yang akalnya masih waras tahu kalau rencana pembantaian oleh para Rakshasa ini gila! Kau pikir kedamaian akan terbentuk setelah tragedi macam itu?!” tegas Raksha.“Man
“Raksha…kumohon…bangun…” Sebelumnya, Raksha masih begitu berat untuk membuka kedua matanya. Percikan air dingin yang membasahi wajahnya masih belum cukup untuk membuat dia sadar dari tidurnya. Namun ketika ada tetesan air hangat yang memercik wajahnya, dia pun perlahan terbangun. Dalam pandangannya yang masih buram itu, sosok Sena yang tengah sibuk menyeka air mata yang tidak berhenti keluar di kedua pipinya itu terlihat begitu dekat dengannya. Raksha membuka mulutnya tetapi masih membisu. Telapak tangan kanannya dia julurkan hingga meraih wajah Sena, berusaha untuk menyeka air matanya walau tubuhnya masih lemas. “Jangan menangis…” gumam Raksha. Sena terbelalak kaget. Dia langsung menggenggam telapak tangan kanan Raksha sembari menyeka air mata yang tersisa di pipinya. Senyumnya leganya kembali merekah karena Raksha sudah sadar. “Syukurlah….syukurlah…terima kasih dewa….” Raksha diam, menunggu Sena menghentikan tangis dan gumamannya sejenak. Sekilas dia melihat ke sekitar, suara r
“Guru Nandina menghilang?”Raksha sampai mengulang pertanyaannya untuk kedua kali ketika Sena mendatanginya dengan raut wajah cemas. Sebenarnya, dia sudah menduga kalau Nandina tidak akan menunjukkan dirinya, tetapi dia harus memperlihatkan kalau dirinya ini tidak tahu agar Sena tidak curiga.“Y-ya, Raksha. Ini aneh. Padahal biasanya guru sudah ada semenjak pagi. Kalaupun tidak bisa, biasanya guru memberi kabar kepada kita kalau guru hendak ada urusan!” Sena masih tidak bisa menahan kecemasannya.“Apa kamu sudah cari beliau di Padepokan Udayana? Mungkin guru besar memanggil guru Nandina kesana mendadak…”Sena menggeleng. “Awalnya kukira juga begitu, tetapi aku tidak melihatnya disana. Kutanya prajurit yang disana pun mereka tidak melihat guru. Ini aneh…”Raksha beranjak dari kursinya lalu menghampiri Sena. “Sepertinya Guru Nandina ada urusan penting di luar kota. Bukannya guru bilang kalau beliau minta kita berlatih mandiri untuk persiapan Turnamen Sembilan Bintang Langit?” lanjutnya
“Hmm…?”Sena menatap lama riak air yang timbul di samping kiri kapal layarnya. Padahal tidak ada awan dan tidak ada rintik hujan kala itu, tetapi permukaan air di sekitar kapal layarnya itu menimbulkan riak yang cukup kencang. Kalau dia perhatikan lebih cermat lagi, riak itu berasal dari dalam lautan, tetapi dia tidak tahu apa yang menyebabkan itu.Raksha yang daritadi melihat Sena dengan dahi mengernyit itu pun kini menatap ke arah yang sama. Riak air yang timbul di sekitar kapal mereka menimbulkan pertanyaan yang sama baginya. Tidak hanya itu, dia juga merasakan getaran yang walau pelan tetapi semakin terasa besar di sepanjang kapal layar kecilnya itu.“Yang Mulia Raksha, kami merasakan ada pergerakan yang tidak wajar di laut sekitar. Ada bahaya yang mengancam.” peringatan Suja terdengar jelas di dalam kepala Raksha. “Aku juga merasakannya, Suja. Apa kalian bisa memeriksa darimana sumbernya?” tanya Raksha.“Sejauh ini kami hanya bisa menduga itu berasal dari dalam laut, tetapi kam
“Tuan Taksa! Nyonya Indu! Kapal Pendekar Kanuragan Wiratama sudah tenggelam!”Seruan prajurit Kanezka di kapal perang Nismara kala itu membuat tatapan Indu dan Taksa tertuju pada kapal layar Raksha dan Sena yang tengah karam. Mereka tidak melihat baik Raksha atau Sena yang ada di reruntuhan kapal yang tersisa.Namun jurus Sang Naga Air milik mereka adalah salah satu jurus terkuat di kalangan pendekar air. Sang Naga Air tidak akan berhenti sampai dia mematikan mangsanya walau sudah berada didalam laut sekalipun.Baik Taksa ataupun Indu tidak peduli dengan kematian Raksha dan Sena. Mereka berdua bisa menghindar dari tuduhan Raja Widyanata dan loyalisnya dengan dalih kalau kapal layar mereka bocor lalu mereka mati tenggelam.“Hahahahah! Mampus! Tidak akan ada yang bisa menandingi kuatnya jurus Sang Naga Air di lautan! Bahkan Pendekar Kanuragan Wiratama sekalipun!” seru Indu sambil tertawa pongah. Perutnya yang tambun dan penuh gelambir itu bergetar setiap kali dia tertawa.“Kita masih ha