“Nona Isvara…jangan khawatir. Aku bukan musuh.”
Raksha berbisik, berharap pesan penting itu tersampaikan ke Isvara. Dia tahu kalau Isvara bisa mendengar apapun melalui prajurit arwah elitnya itu.
“…ini berbeda. Kau bukan Jayendra. Ternyata berita tentang kematian kakakku itu benar adanya.” suara Isvara terdengar sendu dan pelan.
“Nona Isvara, tolong berikan aku kesempatan. Aku adalah Raksha, murid Jayendra. Aku bersumpah dengan kekuatanku sebagai Pendekar Dunia Arwah akan melindungi semua Mavendra!”
“Kau berkomplot dengan Kanezka? Pantas saja Diendra kebingungan ketika melawanmu.”
“Ini hanya penyamaranku, Nona Isvara! Aku memiliki rencanaku sendiri untuk menghancurkan Kanezka dari dalam! Kumohon, percayalah padaku!”
“Kau tidak tahu apa yang kau hadapi, Raksha. Kanezka di luar sana sudah bersiap untuk menghancurkanmu dan semua yang ada di Goa Zanitha.”
<“Serangan jarak jauh….hanya itu pilihanku…”Saguna bergumam sembari meredakan rasa tegang yang melanda hatinya. Dia tahu Sena dan Raksha harus tetap konsentrasi dan kalau dia melakukan serangan dekat, tidak ada yang melindungi mereka.Saguna terperanjat kaget ketika dia melihat ketiga prajurit itu tiba-tiba menghentikan langkahnya sekitar 20 kaki darinya. Instingnya menajam ketika dia sadar ada kilatan petir dan aura merah Kanuragan Yudha yang menyelimuti bilah golok hitam mereka masing-masing. Mereka semua hendak melontarkan medan energi penghancur ke arahnya, Raksha, dan Sena.Buru-buru Saguna menghirup napas panjang melalui mulut dan hidungnya. Cahaya jingga Kanuragan Agni yang semula memancar di tubuhnya kini terkonsentrasi di perutnya. Dia memfokuskan diri lebih kuat sehingga aliran napas dan kanuragan Agni di perutnya itu semakin kuat, lalu dia hembuskan semua itu dari mulutnya hingga menjadi semburan api yang dahsyat bagai ombak
Sesak.Rasanya ada batu besar yang menimpa dada Raksha sehingga napasnya terengah-engah. Raksha memaksakan diri bangun walau rasanya membuka matanya pun begitu berat dan menyakitkan. Semua sendi otot-ototnya terasa perih ketika dia mencoba bergerak. Kanuragan Ozora yang ada di dalam tubuhnya pun tidak bisa membantunya. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang asing dalam tubuhnya yang mengganggu aliran kanuragan Ozora itu.“Uegh…!”Raksha memuntahkan darah karena terlalu memaksakan diri. Wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang merinding dingin membuat dia kesulitan konsentrasi. Setelah menunggu beberapa saat untuk mengatur napasnya, dia bisa melihat sekelilingnya.Raksha kala itu berada di ruangan yang luas, entah dimana, tetapi dia tidak melihat tembok yang menjadi pembatas di ruangan itu. Lantai batu yang dia pijak dan yang dia lihat sejauh mata memandang berwarna putih. Satu-satunya sumber cahaya yang ada di ruangan itu adalah bara api ungu yang melayang di langit-langit ruangan misterius
“Kenapa harus berseteru, Nona Isvara? Bukankah sudah saya bilang kalau saya akan melindungi anda?”Pertanyaan Raksha tidak membuat Isvara menghentikan hawa membunuhnya yang menyeruak dari aura Kanuragan Ozora di tubuhnya. Dari tatapannya yang menajam, Raksha tahu kalau Isvara sudah siap untuk bertarung.“Konflik Pendekar Dunia Arwah dengan Kerajaan Kanezka tidaklah sesederhana yang kau bayangkan, Raksha. Hanya dengan membuatku bertahan hidup bukan berarti kau telah selangkah lebih maju dari Kanezka yang zalim.” tepis Isvara tenang.Raksha duduk bersimpuh, berharap hal itu bisa melunakkan hati Isvara. “S-saya tahu kalau sekedar menyelamatkan anda belum tentu bisa membuat Kanezka takluk, tetapi bukan berarti saya harus meninggalkan anda, nona! Saya telah berjanji pada Guru Jayendra untuk menyelamatkan Mavendra dan Pendekar Dunia Arwah! Ini adalah bentuk amanah yang harus saya lakukan apapun taruhannya, nona!” lanjutnya memohon.“….memohon atas kehidupan Pendekar Dunia Arwah bukanlah jal
“Bersiaplah, Raksha!” Raksha mengepal kedua tinjunya. Hawa membunuh Isvara yang membeludak rasanya membuat udara terasa tipis dan dada sesak. Namun dia sudah meneguhkan hati untuk tidak mundur. Sontak aura ungu Kanuragan Ozora di tubuh Isvara menyeruak hebat. Dalam satu kedipan mata, dia melesat sambil melayangkan tinjunya ke arah Raksha. Suja dan Asoka sudah antisipasi tinju cepat Isvara. Namun baru saja mereka hendak membentengi tuannya, sosok bayangan besar menaungi mereka. Sekilas mereka mengerling, pedang hitam Diendra yang dipenuhi kilatan petir merah Kanuragan Yudha menghantam mereka berdua bersamaan sehingga keduanya terpental jauh. Gardapati yang sadar akan kedatangan Diendra dengan cepat menerkam leher musuhnya itu sehingga Diendra tertunduk sambil menahan perih akan taring siluman srigala yang kian menusuk. Diendra memberontak sehingga dia menjauhi dari Raksha. Raksha segera menangkis tinju kuat Isvara yang hampir mematahkan hidungnya. Instingnya langsung menyeru ketika
“Bangkitlah, Yaksha! Biar kutunjukkan kekuatan sejati Yaksha di tangan dingin Rajendra!”Aura merah kehitaman Kanuragan Yudha yang menyelimuti tubuh Raksha kini menyeruak lalu membeludak. Kedua matanya yang semula terpejam kembali terbelalak. Warna merah yang kini timbul di matanya menunjukkan kalau Aryasatya telah mengendalikan jiwa Raksha sepenuhnya. Kedua tanduk tumbuh di kepalanya, begitu juga dengan giginya yang meruncing. Raksha bangun dengan tatapan membunuh yang luar biasa besar tertuju pada Isvara.“Mavendra….” Raksha mengatakan itu seperti anjing liar karena tubuhnya kini dikuasai Aryasatya.“Aryasatya Rajendra, kau sudah kalah oleh Raksha. Kenapa kau masih mengganggunya?” balas Isvara santai.“…berisik! Aku tidak kalah! Aku tidak pernah kalah! Rajendra tidak pernah kalah! Kalian Mavendra hanyalah kumpulan pendekar naif yang membuat nasib Pendekar Dunia Arwah menderita di Nusantara!”“Kalau kau memang peduli dengan nasib Pendekar Dunia Arwah, seharusnya kau percayakan kekuat
“Aahhh….!”Raksha membuka matanya dengan napas yang tersengal. Matanya yang tengah melotot itu menampakkan dirinya dalam dunianya yang gelap di sekitarnya.Lambat laun, kegelapan yang semula menaungi perlahan meredup, menampilkan ruang tahta yang angker dan tidak terawat. Raksha kala itu melihat karpet merah digelar hingga ujung ruang tahta, dimana disana terlihat seseorang tengah duduk di kursi tahta tersebut. Orang itu adalah Aryasatya.Aryasatya tengah duduk angkuh sembari menatap tajam Raksha. DI sebelahnya, terdapat anjing hitam bermata merah yang ukurannya hampir melebihi tiga kali manusia dewasa tengah di rantai. Anjing itu menggonggong keras seraya menunjukkan taringnya yang tajam ke arah Raksha. Kalau rantai itu tidak menahannya, anjing liar itu mungkin sudah berlari lalu menerjang Raksha.“Kau memilih membangkang ternyata, Raksha Mavendra….” Aryasatya memulai pembicaraan dengan nada dingin. Tangan kirinya yang berwarna hitam legam itu mengetuk-ngetuk kursi tahtanya karena se
“Gahhh….!”Raksha bangun sambil memegangi pundak kirinya. Lubang luka yang sebelumnya ada itu kini kembali tertutup. Sebagian garis hitam yang terpatri di sepanjang pundak dan lengan kiri Raksha masih terlihat, tetapi tidak setebal dan sebanyak sebelumnya.Tidak ada rasa sakit atau rasa perih yang Raksha rasakan. Dia hanya kaget karena mimpinya yang bertemu dengan Aryasatya itu begitu nyata di benaknya.“Ternyata kau berhasil menguasainya, Raksha.”Kata-kata Isvara membangunkan kesadaran Raksha. Adik kandung gurunya itu tengah menatapinya dingin. Diendra sang ksatria berpedang hitam berdiri siaga di sebelah Isvara, begitu juga dengan sepuluh pendekar Yaksha yang berada di belakang Isvara.“Apa yang anda lakukan terhadap saya, Nona Isvara…?” tanya Raksha masih memasang kesiagaannya. Suja, Asoka, dan Gardapati yang menghela napas lega akan kebangkitan tuannya pun langsung memasang posisi di dekat Raksha.“Aku hanya menunjukkan jalan. Syukurlah kalau kau menapakinya dengan benar.” Raks
“SENA!”Raksha memperkencang larinya sambil menyeru panik. Namun dia tidak menyangka kalau Isvara jauh lebih cepat darinya.Isvara mengerling, menatap Raksha yang berlari kepayahan di belakangnya, tetapi dia tahu kalau musuhnya itu tidak mungkin mengunggulinya. Sepersekian detik ketika Isvara mengepal tinju kirinya, kilatan petir merah menyalak liar.“Kau kalah, Raksha! Kematian kekasihmu itu adalah bukti kalau kau masih lemah!” Isvara menyeru sembari mengarahkan tinju kirinya ke arah Sena dan Saguna yang masih merintih perih menahan efek gas beracun yang tengah merongrong tubuh mereka. Hanya dalam satu kedipan mata, kilatan petir merah Isvara melesat cepat meghancurkan lantai permukaan di sekitarnya untuk melahap habis Sena dan Saguna.Isvara menatap tajam kedua korbannya, memastikan mereka tewas habis oleh petir merahnya. Namun sontak gempa datang membuat lantai permukaan yang dia pijak terguncang. Dia tidak sadar kalau itu adalah Sakuntala, Sang Siluman Kelabang Raksasa, yang merup