“Nona Isvara…tidak…”Raksha merintih sambil menahan tangisnya. Air matanya tidak terbendung lagi sehingga tumpah menetesi wajah pucat Isvara.Isvara bisa merasakan hangatnya air mata Raksha walau tubuhnya semakin dingin. Napasnya yang lambat laun kian memendek dan darah yang terus menerus keluar dari perut dan dadanya semakin mempercepat ajalnya.“Kenapa…? Kau adalah pemenangnya, Raksha. Jangan sampai….aku basah kuyup begini….karena air matamu….” ujar Isvara lemah.“Sa-saya tidak tahu kalau saya harus turut senang atas kemenangan ini atau tidak, nona….kehilangan guru saya adalah kesedihan yang nyata. Apalagi saya gagal melindungi keluarga guru….”“Dasar bodoh….” Isvara mengangkat telapak tangan kanannya yang sakitnya bukan main lalu menempelkannya itu di wajah Raksha hanya untuk mengusap air mata di pipi Raksha. Namun darah Isvara malah berlumuran memenuhi pipi Raksha sekarang.“Bagi Mavendra….nyawa ini tidaklah penting… Kita sebagai pendekar Dunia Arwah….akan tetap hidup di dua alam
Lagi-lagi dunia gelap ini lagi.Sena berjalan tanpa arah di tengah kegelapan yang menyelimuti langit. Satu-satunya cahaya hanyalah jalan yang dia tapakki. Tidak ada apapun selain gelap gulita didepannya.“Hm?”Sena berhenti ketika dia melihat sosok pria yang tengah mengedarkan pandangannya, seolah seperti mencari seseorang. Senyumnya mendadak sumringah karena sosok pria yang dia lihat itu ternyata adalah Raksha.“Raksha!”Sena berlari menghampiri Raksha lebih cepat. Raksha yang baru sadar akan keberadaannya pun ikut tersenyum menyambut kedatangan Sena. Cahaya yang mengikuti Sena membuat sosok Raksha yang semula samar menjadi terang benderang.Sena melihat Raksha berujar, tetapi tidak ada kata-kata yang terdengar. Apa suara Raksha terlalu pelan? Dia mempercepat langkahnya agar dia bisa mendengar lebih jelas di dunia aneh ini.Tinggal satu langkah lagi Sena mencapai Raksha, tiba-tiba dia berhenti. Wajah Raksha yang dia lihat mendadak memucat lalu memuntahkan darah. Telapak tangan yang d
“Tunggu, Raksha!”Sena tiba-tiba menarik tangan Raksha yang hendak menjauh. Walau tubuhnya masih terasa ringkih, dia memaksakan diri bangun, tetapi Raksha menahannya.“Jangan memaksakan diri, Sena.” bisik Raksha.“Tidak apa-apa. Aku sudah pulih.” Sena bersikeras bangun. Dia berdiri sambil memegangi pundak Raksha.“Hanya Raksha yang dipanggil oleh Guru Besar.” tegas salah satu prajurit kerajaan itu.“Aku pendekar Padepokan Kanuragan Wiratama yang juga terlibat dalam misi Goa Zanitha. Aku berhak ikut untuk menemani Raksha.” Sena protes.Prajurit itu menggeleng. “Perintah guru besar jelas. Hanya Raksha yang harus menghadap.” tegasnya lagi menahan amarah.“Aku ikut! Kalian tidak bisa melarangku!”“Dasar wanita tidak tahu malu! Kau ini pendekar atau bukan?! Kau harusnya mengerti batasan perintah guru besar!”“Tidak ada hubungannya dengan itu! Aku bisa menemani Raksha!”“Kau-““Sudahlah.” Gesang tiba-tiba menyela. Sang prajurit yang semula murka itu pun langsung terdiam. “…biarkan dia ikut.
“Beri jalan untuk Tuan Ragnala!”Seruan keras Yajna dan Enda, murid Ragnala, kala itu membuat kesepuluh prajurit Kanezka yang hendak menahan mereka langsung ciut. Para prajurit Kanezka itu tidak bisa berbuat banyak karena mereka tahu Ragnala adalah pengawal langsung Raja Widyanata yang memiliki kekuasan tertinggi di Kerajaan Kanezka.“Apa kalian tidak mendengar?! Berikan jalan untuk Tuan Ragnala!” seru Yajna sekali lagi sehingga kesepuluh prajurit Kanezka itu menepi lalu bersimpuh takut. Tepat setelah itu, Ragnala mempercepat langkah menghampiri Sena.“T-tuan Ragnala…! Anda-““Jangan khawatir. Aku sudah mengetahui semuanya. Serahkan padaku sekarang.” sela Ragnala sembari memegangi kedua pundak Sena.Sena terdiam bingung. Tubuhnya sempat merinding ngeri ketika dia melihat tatapan tajam Ragnala yang tertuju pada Krisnobroto dan Gesang.Krisnobroto pun ikut diam menahan takut karena dia tidak bisa sembarang berbuat kalau pengawal Raja Widyanata itu persis ada didepannya. Dia takut kalau
“Satu bulan lagi….”Raksha melamun melihat bulan sabit yang di lautan bintang yang tersebar di langit malam kala itu. Tubuhnya penuh keringat dan napasnya masih terengah-engah karena dia baru saja menyelesaikan latihan meditasinya untuk menguatkan pengendalian Kanuragan Ozora dan Kanuragan Yaksha bersamaan di dalam tubuhnya itu.Setelah bantuan Ragnala, Padepokan Kanuragan Wiratama mendapat bintang jasa yang lebih dari cukup untuk bisa ikut serta dalam Turnamen Sembilan Bintang Langit, turnamen antar pendekar padepokan para dewa dimana juara dari turnamen ini akan diberikan kesempatan untuk menjadi pengawal elit Raja Widyatama. Bagi Raksha, dia butuh jabatan setingkat itu untuk mengetahui lebih dalam kekuatan Kanezka yang sebenarnya sebelum dia berencana untuk menghancurkannya.“Tuan Raksha…”Sekilas Raksha menatap bayangannya, dia melihat sosok siluman srigala di balik bayangannya.“Ada apa, Gardapati?”“Saya mendapat informasi dari Chandra. Sebuah informasi yang mendesak…”Raksha me
‘Datang ke bukit utara sekarang kalau kau berani, Raksha! Buktikan kalau kau bukan pecundang!’Raksha termenung melihat secarik kertas berisi pesan aneh yang baru saja dia dapat setelah usai latihan di Padepokan Kanuragan Wiratama. Awalnya dia kira pesan itu salah alamat, tetapi karena ada namanya, dia tahu kalau pesan itu memang tertuju padanya. Warna merah pada huruf tiap tulisan di pesan itu seolah memberi gambaran kalau itu ditulis menggunakan darah, walau Raksha sendiri tidak terlalu yakin itu benar atau tidak.Raksha tahu kalau dia punya banyak musuh di Udayana, terutama dari kalangan Pendekar para Dewa, jadinya dia tidak terlalu kaget soal ancaman kosong macam ini. Baru saja dia mau merobek pesan itu, dia melihat ada pesan lagi di belakang kertasnya. Pesan itu tertulis:‘Kalau kau tidak muncul, jangan harap Sena bisa selamat hari ini!’Raksha berhenti. Dari sekian banyak ancaman yang biasa dia dapat, ancaman ini yang paling berani karena bawa-bawa Sena. Kalau Sena harus terluka
“Mampus kau, Raksha!”Baswara, Anjali, dan gerombolan mereka maju serentak dengan teriakan yang garang. Hawa membunuh yang memekat kuat memenuhi langit yang semakin gelap karena dipenuhi awan yang mendung.Raksha balik badan lalu lari. Dia berlari lebih cepat dari mereka, buru-buru menuruni bukit lalu bersembunyi diantara salah satu batu besar yang ada disana. Cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang memancar pelan di telapak tangan kanannya itu dia ubah menjadi busur dan anak panah emas.Raksha sesekali mengintip dari batu besar tempat dia bersembunyi lalu melihat Baswara dan antek-anteknya tengah kebingungan mencarinya. Dengan gerakan yang perlahan dan lembut, dia angkat busurnya lalu tarik anak panahnya. Pandangannya tertuju pada kerumunan pendekar di belakang Baswara.Dua anak panah emas melesat kencang menghantam helm zirah perak yang dikenakan pendekar Baswara hingga membuat keduanya tidak sadarkan diri. Baswara dan Anjali sadar akan serangan yang datang, tetapi anak buah m
“Semuanya! Serang dia bersamaan!”Seruan Baswara membuat tiga belas pendekar pasukannya itu melempar lembing peraknya bersamaan ke arah Raksha. Rintik hujan dari langit kini menajam dengan puluhan lembing perak yang menghujani Raksha.Buru-buru Raksha berlari kencang sambil menjauh sambil menghindari lembing perak yang menghujaninya. Di tengah deru hujan yang menimpa, dia bisa merasakan ada suara angin yang tersayat dari belakang, menandakan lembing perak Baswara sedang melesat mengincar lehernya.Raksha tidak punya cukup waktu untuk menghindar. Dia balik badan lalu menangkis sekenanya menggunakan busur emasnya. Walau dia berhasil membuat arah lembing perak Baswara menjauh, tetapi pundak kanannya harus tersayat karena itu.“Ugh!”Raksha rubuh sejenak sambil menahan perih di pundaknya. Buru-buru dia bangun lagi lalu berlari lebih kencang. Kalau saja dia terlambat sedetik saja, puluhan lembing perak yang baru saja tiba akan mengenai tubuhnya sampai berlubang.Raksha terus berlari sampai