“Aahhh….!”Raksha membuka matanya dengan napas yang tersengal. Matanya yang tengah melotot itu menampakkan dirinya dalam dunianya yang gelap di sekitarnya.Lambat laun, kegelapan yang semula menaungi perlahan meredup, menampilkan ruang tahta yang angker dan tidak terawat. Raksha kala itu melihat karpet merah digelar hingga ujung ruang tahta, dimana disana terlihat seseorang tengah duduk di kursi tahta tersebut. Orang itu adalah Aryasatya.Aryasatya tengah duduk angkuh sembari menatap tajam Raksha. DI sebelahnya, terdapat anjing hitam bermata merah yang ukurannya hampir melebihi tiga kali manusia dewasa tengah di rantai. Anjing itu menggonggong keras seraya menunjukkan taringnya yang tajam ke arah Raksha. Kalau rantai itu tidak menahannya, anjing liar itu mungkin sudah berlari lalu menerjang Raksha.“Kau memilih membangkang ternyata, Raksha Mavendra….” Aryasatya memulai pembicaraan dengan nada dingin. Tangan kirinya yang berwarna hitam legam itu mengetuk-ngetuk kursi tahtanya karena se
“Gahhh….!”Raksha bangun sambil memegangi pundak kirinya. Lubang luka yang sebelumnya ada itu kini kembali tertutup. Sebagian garis hitam yang terpatri di sepanjang pundak dan lengan kiri Raksha masih terlihat, tetapi tidak setebal dan sebanyak sebelumnya.Tidak ada rasa sakit atau rasa perih yang Raksha rasakan. Dia hanya kaget karena mimpinya yang bertemu dengan Aryasatya itu begitu nyata di benaknya.“Ternyata kau berhasil menguasainya, Raksha.”Kata-kata Isvara membangunkan kesadaran Raksha. Adik kandung gurunya itu tengah menatapinya dingin. Diendra sang ksatria berpedang hitam berdiri siaga di sebelah Isvara, begitu juga dengan sepuluh pendekar Yaksha yang berada di belakang Isvara.“Apa yang anda lakukan terhadap saya, Nona Isvara…?” tanya Raksha masih memasang kesiagaannya. Suja, Asoka, dan Gardapati yang menghela napas lega akan kebangkitan tuannya pun langsung memasang posisi di dekat Raksha.“Aku hanya menunjukkan jalan. Syukurlah kalau kau menapakinya dengan benar.” Raks
“SENA!”Raksha memperkencang larinya sambil menyeru panik. Namun dia tidak menyangka kalau Isvara jauh lebih cepat darinya.Isvara mengerling, menatap Raksha yang berlari kepayahan di belakangnya, tetapi dia tahu kalau musuhnya itu tidak mungkin mengunggulinya. Sepersekian detik ketika Isvara mengepal tinju kirinya, kilatan petir merah menyalak liar.“Kau kalah, Raksha! Kematian kekasihmu itu adalah bukti kalau kau masih lemah!” Isvara menyeru sembari mengarahkan tinju kirinya ke arah Sena dan Saguna yang masih merintih perih menahan efek gas beracun yang tengah merongrong tubuh mereka. Hanya dalam satu kedipan mata, kilatan petir merah Isvara melesat cepat meghancurkan lantai permukaan di sekitarnya untuk melahap habis Sena dan Saguna.Isvara menatap tajam kedua korbannya, memastikan mereka tewas habis oleh petir merahnya. Namun sontak gempa datang membuat lantai permukaan yang dia pijak terguncang. Dia tidak sadar kalau itu adalah Sakuntala, Sang Siluman Kelabang Raksasa, yang merup
“Nona Isvara…tidak…”Raksha merintih sambil menahan tangisnya. Air matanya tidak terbendung lagi sehingga tumpah menetesi wajah pucat Isvara.Isvara bisa merasakan hangatnya air mata Raksha walau tubuhnya semakin dingin. Napasnya yang lambat laun kian memendek dan darah yang terus menerus keluar dari perut dan dadanya semakin mempercepat ajalnya.“Kenapa…? Kau adalah pemenangnya, Raksha. Jangan sampai….aku basah kuyup begini….karena air matamu….” ujar Isvara lemah.“Sa-saya tidak tahu kalau saya harus turut senang atas kemenangan ini atau tidak, nona….kehilangan guru saya adalah kesedihan yang nyata. Apalagi saya gagal melindungi keluarga guru….”“Dasar bodoh….” Isvara mengangkat telapak tangan kanannya yang sakitnya bukan main lalu menempelkannya itu di wajah Raksha hanya untuk mengusap air mata di pipi Raksha. Namun darah Isvara malah berlumuran memenuhi pipi Raksha sekarang.“Bagi Mavendra….nyawa ini tidaklah penting… Kita sebagai pendekar Dunia Arwah….akan tetap hidup di dua alam
Lagi-lagi dunia gelap ini lagi.Sena berjalan tanpa arah di tengah kegelapan yang menyelimuti langit. Satu-satunya cahaya hanyalah jalan yang dia tapakki. Tidak ada apapun selain gelap gulita didepannya.“Hm?”Sena berhenti ketika dia melihat sosok pria yang tengah mengedarkan pandangannya, seolah seperti mencari seseorang. Senyumnya mendadak sumringah karena sosok pria yang dia lihat itu ternyata adalah Raksha.“Raksha!”Sena berlari menghampiri Raksha lebih cepat. Raksha yang baru sadar akan keberadaannya pun ikut tersenyum menyambut kedatangan Sena. Cahaya yang mengikuti Sena membuat sosok Raksha yang semula samar menjadi terang benderang.Sena melihat Raksha berujar, tetapi tidak ada kata-kata yang terdengar. Apa suara Raksha terlalu pelan? Dia mempercepat langkahnya agar dia bisa mendengar lebih jelas di dunia aneh ini.Tinggal satu langkah lagi Sena mencapai Raksha, tiba-tiba dia berhenti. Wajah Raksha yang dia lihat mendadak memucat lalu memuntahkan darah. Telapak tangan yang d
“Tunggu, Raksha!”Sena tiba-tiba menarik tangan Raksha yang hendak menjauh. Walau tubuhnya masih terasa ringkih, dia memaksakan diri bangun, tetapi Raksha menahannya.“Jangan memaksakan diri, Sena.” bisik Raksha.“Tidak apa-apa. Aku sudah pulih.” Sena bersikeras bangun. Dia berdiri sambil memegangi pundak Raksha.“Hanya Raksha yang dipanggil oleh Guru Besar.” tegas salah satu prajurit kerajaan itu.“Aku pendekar Padepokan Kanuragan Wiratama yang juga terlibat dalam misi Goa Zanitha. Aku berhak ikut untuk menemani Raksha.” Sena protes.Prajurit itu menggeleng. “Perintah guru besar jelas. Hanya Raksha yang harus menghadap.” tegasnya lagi menahan amarah.“Aku ikut! Kalian tidak bisa melarangku!”“Dasar wanita tidak tahu malu! Kau ini pendekar atau bukan?! Kau harusnya mengerti batasan perintah guru besar!”“Tidak ada hubungannya dengan itu! Aku bisa menemani Raksha!”“Kau-““Sudahlah.” Gesang tiba-tiba menyela. Sang prajurit yang semula murka itu pun langsung terdiam. “…biarkan dia ikut.
“Beri jalan untuk Tuan Ragnala!”Seruan keras Yajna dan Enda, murid Ragnala, kala itu membuat kesepuluh prajurit Kanezka yang hendak menahan mereka langsung ciut. Para prajurit Kanezka itu tidak bisa berbuat banyak karena mereka tahu Ragnala adalah pengawal langsung Raja Widyanata yang memiliki kekuasan tertinggi di Kerajaan Kanezka.“Apa kalian tidak mendengar?! Berikan jalan untuk Tuan Ragnala!” seru Yajna sekali lagi sehingga kesepuluh prajurit Kanezka itu menepi lalu bersimpuh takut. Tepat setelah itu, Ragnala mempercepat langkah menghampiri Sena.“T-tuan Ragnala…! Anda-““Jangan khawatir. Aku sudah mengetahui semuanya. Serahkan padaku sekarang.” sela Ragnala sembari memegangi kedua pundak Sena.Sena terdiam bingung. Tubuhnya sempat merinding ngeri ketika dia melihat tatapan tajam Ragnala yang tertuju pada Krisnobroto dan Gesang.Krisnobroto pun ikut diam menahan takut karena dia tidak bisa sembarang berbuat kalau pengawal Raja Widyanata itu persis ada didepannya. Dia takut kalau
“Satu bulan lagi….”Raksha melamun melihat bulan sabit yang di lautan bintang yang tersebar di langit malam kala itu. Tubuhnya penuh keringat dan napasnya masih terengah-engah karena dia baru saja menyelesaikan latihan meditasinya untuk menguatkan pengendalian Kanuragan Ozora dan Kanuragan Yaksha bersamaan di dalam tubuhnya itu.Setelah bantuan Ragnala, Padepokan Kanuragan Wiratama mendapat bintang jasa yang lebih dari cukup untuk bisa ikut serta dalam Turnamen Sembilan Bintang Langit, turnamen antar pendekar padepokan para dewa dimana juara dari turnamen ini akan diberikan kesempatan untuk menjadi pengawal elit Raja Widyatama. Bagi Raksha, dia butuh jabatan setingkat itu untuk mengetahui lebih dalam kekuatan Kanezka yang sebenarnya sebelum dia berencana untuk menghancurkannya.“Tuan Raksha…”Sekilas Raksha menatap bayangannya, dia melihat sosok siluman srigala di balik bayangannya.“Ada apa, Gardapati?”“Saya mendapat informasi dari Chandra. Sebuah informasi yang mendesak…”Raksha me