Erangan seorang gadis menyelimuti seluruh ruangan kecil, pria itu begitu bahagia memainkan tubuh wanita yang ada di hadapannya itu. Berulang kali wanita tersebut merasakan geli di tubuhnya, bahkan keringat sudah bercucuran di seluruh tubuh wanita itu.
Hingga satu jam sudah waktu yang mereka lalui bersama di atas ranjang, permainan mereka usai dan sama-sama mencapai kenikmatan yang hebat. Pria bertubuh kekar itu pun tidur di sisi kekasihnya dengan nafas yang terengah-engah, merasa puas dan bahagia, wanita berambut panjang tersebut menutup tubuhnya yang masih berkeringat itu dengan selimut."Capek, Mas?" tanya Dara kepada kekasihnya itu dan mengusap rambut kekasihnya perlahan."Iya, Sayang. Maaf ya, aku sedang ingin sekali melakukanya hari ini. Pekerjaanku begitu berat," tandas pria itu sembari mengusap rambut Dara dengan lembut."Mas Rendra, kulihat hari ini wajahmu tidak terlalu bahagia, apa terjadi sesuatu?" tanya Dara kepada kekasihnya itu. Ia memiringkan tubuhnya hingga bisa melihat Rendra di sampingnya."Maaf ya ...," tutur Rendra sedikit bersedih, namun terlihat senyum di wajahnya mulai mengembang."Kenapa sih! Jangan bikin penasaran deh!" ketus Dara yang melancipkan bibirnya agar Rendra mau bercerita."Mas ngga bisa terus menerus sama kamu," tutur pria itu menjiwit pipi Dara."Loh? Maksudnya? Kok gitu, Mas?" Dara langsung membelalakkan matanya ketika kekasihnya berkata seperti itu."Iya, karena aku harus kembali bekerja!" Rendra menjulurkan lidahnya seakan mengajak Dara untuk bercanda. Yang sebenarnya, ia hanya tidak bisa mengungkapkannya secara langsung di depan kekasihnya.Dara memukul lengan Rendra dan tersenyum menanggapi ucapan pria itu. Sudah hampir tujuh tahun mereka berpacaran, dan usia mereka sudah menginjak 27 tahun. Hubungan terlama yang pernah Dara jalani, dan ia bahagia memiliki Rendra di sisinya."Dik, sebenarnya, mas ada permintaan terakhir untukmu." Rendra membuka pembicaraan baru dengan kekasihnya itu."Apa itu, Mas? Kenapa juga yang terakhir?" tanya Dara kepada Rendra dengan mengernyitkan jidatnya."Mas ada satu client yang mau membayar besar. Ini client terakhir, karena setelah itu mas tidak akan lagi menggunakan kamu sebagai ladang uang." Rendra memegang pipi kekasihnya dengan lembut."Sungguh? Kenapa, Mas? Mas udah nemu yang baru?" tanya Dara dengan sedikit cemas."Hush! Bukan begitu! Mas mau mulai merawat tubuhmu untuk mas sendiri. Mas tidak mau lagi membagikan tubuh indahmu itu kepada orang lain," pungkas Rendra sembari mengusap bibir Dara yang begitu merah merona dan sangat menggoda."Astaga," kejut Dara ketika kekasihnya berkata seperti itu. Ia sangat bahagia karena akhirnya kekasihnya mau fokus dengan kekasihnya.Sudah hampir lima tahun Dara selalu membantu kekasihnya mendapatkan uang dengan menjual tubuhnya sendiri, Rendra yang selalu mencarikan client untuk kekasihnya itu, dan hasilnya dibagi dua. Dara rela melakukan apapun demi kekasih yang sangat ia cintai. Pasalnya, ialah yang membuat Dara bangkit dari keterpurukan hidupnya."Maafkan aku, karena selama menjadi kekasihmu, aku hanya bisa merepotkanmu dan selalu saja bergantung kepada tubuhmu untuk mencari uang," ujar Rendra."Tidak apa-apa, Mas. Aku juga bahagia melakukannya demi kamu." Dara menyeka air mata yang hampir keluar dari ujung matanya."Jangan menangis, mas sayang kamu, Dik." Rendra mengecup kening Dara perlahan dan lembut.Dara tidak lagi menanyakan perihal apa maksud dari Rendra ketika ia berhubungan tadi, ia memilih untuk tidak membahas masalah tersebut. Lagipula, mungkin saja yang dimaksud Rendra juga ia akan memberikan Dara ke client terakhirnya dan tidak lagi menjual tubuhnya."Semoga memang benar apa yang diucapkan Mas Rendra, jika ia tidak akan lagi menjual tubuhku, dan memanfaatkannya sebagai ladang uangnya," batin Dara dengan penuh harap-harap cemas.Mereka pun memilih bermalam di hotel tersebut dan menghilangkan rasa rindu yang selama ini dirasakan oleh Dara karena pekerjaannya yang begitu padat sebagai pemilik bar. Hampir setiap minggu mereka menghabiskan waktu dengan bermalam berdua di hotel, selain mengurus bar, Dara juga sering sekali menerima pekerjaan dari Rendra untuk mendapatkan uang. Karena dengan tubuhnya, ia bisa mendapatkan nominal yang cukup besar.Awalnya, ia tidak mau jika harus melibatkan tubuhnya itu, karena mau bagaimanapun Rendra adalah orang pertama yang merenggut kesuciannya, ia tidak mau jika tubuhnya ternoda oleh orang lain. Namun, karena jerat hutang yang semakin banyak, dan membuat hidup Rendra kesusahan, Dara pun rela melakukan apa saja untuk membantu Rendra, meskipun harus dengan menjual tubuhnya sendiri.Hasilnya selalu mereka bagi dua, dan Dara selalu menabung uang itu untuk biaya nikah suatu hari nanti. Ia menginginkan sebuah hubungan yang serius sampai ke jenjang pernikahan, ia sudah memantapkan dirinya sendiri bersama dengan Rendra.Pagi harinya, karena mereka hanya menginap semalam saja, dan Rendra juga sudah harus pergi bekerja."Malam ini aku share lokasi ya, Dik. Mas janji, ini akan jadi yang terakhir," papar Rendra sembari membenarkan dasinya dan bersiap untuk pergi."Iya, Mas. Kamu nggak bisa lebih lama lagi di sini?" tanya Dara yang masih duduk di tempat tidur dan menikmati pagi yang indah."Nggak bisa, Sayang. Mas harus kerja hari ini, biar bisa nikah sama kamu," tutur pria itu.Dara hanya bisa mengerucutkan bibirnya, dan segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu memeluk Rendra dengan erat dari belakang. Ia masih menginginkan semalam lagi bersama kekasihnya, karena mereka juga sangta jarang bertemu."Kapan kita seperti ini lagi, Mas? Aku tersiksa karena rindu." Dara mencium aroma parfum khas milik kekasihnya itu, yang jelas membuat gairahnya memuncak."Belum tahu, Sayang. Pokoknya, sabar ya, nggak lama kok."Rendra membalikkan badannya dan terlihat jelas tubuh indah wanitanya itu, ia mengusap rambut Dara dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Tiap kecupan yang diberikan oleh kekasihnya itu jelas membuatnya semakin jatuh cinta."Hati-hati, Mas. I love you," ucap Dara sembari melepaskan pelukannya itu."I love you too, Dik."Rendra pun segera pergi dari kamar tersebut, dan pergi untuk bekerja. Sebenarnya, Rendra merasa sangat bersalah karena telah memperlakukan kekasihnya dengan sangat tidak baik. Ia bahkan tidak mampu berkata yang sebenarnya kepada kekasihnya itu. Masih ada uang yang harus ia peras, client terakhir yang akan membuat hubungan mereka berpisah untuk selamanya.Sampai di lobby, terdapat satu panggilan masuk ke dalam ponselnya, Rendra tersenyum melihat nama di layar ponselnya itu."Hallo, Sayang. Ada apa telepon?" tanya Rendra.["Acara kita dua hari lagi, Mas. Kamu sudah siap, 'kan?"] tanya wanita yang ada di dalam panggilan tersebut."Tentu saja aku siap, Sayang. Kamu jangan khawatir ya, aku sudah melunasi semuanya," tutur Rendra sembari berjalan ke mobilnya.["Baiklah kalau begitu, semangat kerjanya, Sayang! I love you!"] tutur wanita itu."I love you too, Maya."Hari di mana ia mendapatkan client terakhirnya, Dara berdandan dengan sangat cantik agar clientnya merasa terpuaskan, siapa tahu ia juga diberi tip karena servisnya yang baik. Ia menaiki lift hotel bintang lima, dan terlihat tiap-tiap ruangannya yang begitu mewah dan megah. Pantas saja kekasihnya dapat gaji yang besar, clientnya saja kaya raya seperti ini.Ia memasuki kamar 505, di mana clientnya berada. Ia baru pertama kali mendapatkan client yang seperti ini, jantungnya cukup berdegup kencang dan merasa canggung, karena ia hanya mengenakan rok mini berwarna hitam, singlet hitam, lalu ditutup dengan jaket jeans berwarna birunya. Ia semakin gugup ketika ia sudah menekan bel kamar."Aduh, dandananku norak tidak, ya? Aku takut jika tidak cocok dengannya," batin Dara sembari menata rambutnya dan menggerai rambutnya ke sebelah kanan dadanya.Hingga terdengar suara engsel pintu yang telah terbuka. Perlahan memunculkan wajah seorang pria muda dan tampan. Tidak seperti biasanya, client kali
Nara berjalan menelusuri lobby hotel dan segera keluar dari hotel tersebut. Ia memutuskan untuk segera pergi setelah pekerjaannya dirasa sudah selesai dan mendapatkan banyak uang.Nathan memberikan uang cash sebanyak 20 juta, lalu ia meminta Dara untuk menyimpan 10 juta yang langsung ia kirimkan ke rekening Dara. Itu adalah uang paling banyak yang ia dapatkan. Selama ini ia hanya mendapatkan ratusan ribu, bahkan paling banyak mungkin dua sampai lima juta, kali ini ia mendapatkan uang lebih banyak dari biasanya dan sangat percaya diri dengan uang ini ia jelas bisa menikahi kekasihnya itu."Uang tipnya juga banyak banget! Benar-benar pria tajir!" gumam Dara sembari mengingat saldo di rekeningnya yang semakin bertambah banyak.Ia sempat mengingat kejadian di mana Nathan melontarkan kata-kata yang membuat pipinya merah."Jangan korbankan tubuhku?" gumam Dara.Mengingat ucapan itu saja sudah membuat Dara tidak tahan ingin berteriak. Bahkan berandai-andai jika Nathan adalah kekasihnya, past
"Sejak kapan kamu dengan wanita itu?" Dara beranjak dari kasur dan berdiri menatap mata Rendra tanpa rasa ragu sedikitpun."Tiga tahun lalu," jawab Rendra dengan mudahnya. Sedangkan Dara jelas tidak terima pengkhianatan ini."Tiga tahun kamu berselingkuh dariku, Mas? Kenapa? Aku melakukannya buat kamu, 'kan?" tanya Dara sembari menepuk dadanya sendiri agar Rendra bisa melihat Dara yang sudah berkorban sejauh ini."Tujuh tahun denganmu, hanya buang-buang waktu saja. Sikapmu bahkan belum dewasa, masih sama saja seperti dulu. Terlebih, kamu juga mudah sekali disentuh oleh pria lain selain aku, mengapa tak kau tolak sekali saja permintaanku? Jika kau menolaknya mungkin tidak begini akhirnya," elak Rendra dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali."Lantas, jika kutolak, kau pasti akan meninggalkanku, bukan? Kamu hanya perlu bilang padaku untuk tidak melakukan hal seperti ini, bukan? Mengapa kau justru memanfaatkan tubuhku? Otak dan hatimu di mana, Mas?" Dara menunjuk dada Rendra dan
Dara masih merasa kesal, tatkala Rendra mencampakannya begitu saja. Air mata tak ada henti-hentinya mengalir dari matanya. Ia ingat betul, banyak sekali kenangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh Dara sampai dia tidak mementingkan hal itu. Namun, yang Rendra lakukan sudah sangat keterlaluan."Tega sekali dia melakukan hal seperti ini kepadaku. Padahal aku melakukan semuanya untuknya," tandas Dara.Ia meringkuk di kasur dan hanya bisa memeluk lututnya sembari menangis sesenggukkan. Banyak hal yang ia sesali, seandainya dia selalu cek ponselnya setiap saat, seandainya ia tidak menjual tubuhnya, seandainya ia tidak mengenal Rendra sejak awal. Nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi."Ah! Aku tidak boleh lemah begini! Aku harus kuat menghadapi semua ini." Dara langsung beranjak dan duduk bersandar di kasur. "Ia bisa seenaknya menghancurkan hidupku, aku juga bisa melakukan hal yang sama kepadanya. Menghancurkan hidup seseorang sangatlah mudah, bukan?" gumam Dara se
Selepas pergi dari pernikahan Rendra, Dara memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan minum di bar miliknya sendiri. Ia ingin menenangkan pikirannya dengan beberapa botol minuman setan agar pikirannya sedikit lega.Dara begitu dihormati di bar tersebut, dan terkenal dengan kebaikan yang ia lakukan kepada karyawannya, ia tidak pernah memaki, bahkan memarahi karyawannya. Semuanya juga tahu jika Dara adalah seorang wanita hebat sampai mampu membuka bar untuk mencukupi kehidupannya.Kini, semuanya terasa sia-sia di dalam hidup Dara, karena sudah tidak ada lagi yang membuatnya semangat bekerja selain Rendra. Dikhianati dan cintanya menjadi boomerang sendiri untuk kehidupannya, ia merasa hancur tatkala Rendra meninggalkan Dara dengan tanpa perasaan."Bu, anda sudah terlalu banyak minum. Mau saya antarkan ke dalam kamar?" tanya seorang bartender yang berada di hadapannya dan melihat bosnya mabuk-mabukan."Ah! Tidak perlu! Kau lakukan saja pekerjaanmu, aku akan melakukan pe
Dara tak bisa membuka matanya, sangat berat sekali untuknya meskipun ia mendengar seseorang yang berada di sekitarnya. Namun, tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Ia ingat, terakhir ia tak sadarkan diri setelah dicekik sekuat tenaga oleh Rendra, selepas itu sudah tidak ingat apa-apa lagi."Haruskah kita membawanya pulang?" tanya seorang wanita yang berada di dalam ruangan yang sama dengan Dara. Ia tahu betul siapa yang bicara begitu. Suaranya tidak asing lagi."Jangan, biarkan saja dia di sini. Sebentar lagi aku yakin dia akan sembuh, dan pria tadi juga sepertinya akan menjaga Dara dengan baik." Seorang pria juga ada di dalam.Dara segera berusaha untuk membuka matanya, meskipun sangat berat, dan tenggorokannya begitu sakit. Hingga ia berhasil menggerakkan jari jemarinya perlahan."Dara? Kau sudah sadar? Dokter! Dokter!"Wanita itu memanggil dokter ketika tahu Dara sudah membuka matanya dan melihat kedua orang tuanya berada di hadapannya.Beberapa
"Maksud ibu, Rendra yang membawaku?" tanya Dara yang masih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Bukan! Bukan Rendra, dia pria tinggi, tanpa kacamata, dan wajahnya sedikit judes!" jelas ibunya sembari menggaruk belakang kepalanya sendiri dan mengingat-ingat ketika bertemu dengan pria itu."Siapa dong?" tanya Dara yang justru keheranan dan tidak kepikiran perihal siapa yang membawanya ke rumah sakit ini."Tapi dia sangat ramah, ibu tidak sempat bicara banyak padanya sih. Dia hanya berkata bahwa ia sudah membayarkan seluruh biaya rumah sakitnya," urai ibu dan mengingat kebaikan yang ia berikan kepada keluarganya itu. "Kamu tidak kenal?" tanya ibunya lagi dan lagi."Tidak, Bu." Dara sama sekali tidak tahu siapa pria itu. Alhasil ia hanya menduga-duga saja."Ya sudah, kamu tidur saja. Tidak usah pikirkan hal lain lagi. Anggap saja pria yang tadi adalah malaikat untukmu. Lagipula, jika jodoh sudah pasti bertemu lagi kok," tukas ibunya Dara sembari membantu menarik selimut ke seluruh tu
Sudah cukup lama Dara berada di rumah sakit, sudah waktunya untuk keluar dari tempat itu dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Hanya saja, kali ini akan cukup berbeda dari kehidupan sebelumnya. Mengingat ia belum bisa bersentuhan dengan pria, menatap saja ia sudah takut. Kira-kira di mana ia akan bisa hidup tenang jika traumanya terus menerus bertambah.Ia merasa, bahwa dunia ini sudah tidak ramah lagi dengannya. Sudah tidak lagi menginginkannya untuk memijakkan kaki, hingga kini ia merasa sendiri dan terasingkan."Dara, kamu yakin nggak mau pulang ke rumah ibu?" tanya ibu yang mulai khawatir dengan anak tunggalnya itu."Tidak, Bu. Pekerjaanku sudah banyak di sini, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Lagipula, aku bisa hidup sendiri kok," tutur Dara kepada ibunya yang mengantarkannya sampai di luar rumah sakit dan Dara pulang dengan menggunakan taxi."Ya sudah, kalau ada apa-apa langsung hubungi kami ya. Jangan sungkan, atau jika ada yang meng