Share

Dendam Sang Pelakor
Dendam Sang Pelakor
Author: Harumi Akari

Bab 1. Memadu Kasih

Erangan seorang gadis menyelimuti seluruh ruangan kecil, pria itu begitu bahagia memainkan tubuh wanita yang ada di hadapannya itu. Berulang kali wanita tersebut merasakan geli di tubuhnya, bahkan keringat sudah bercucuran di seluruh tubuh wanita itu.

Hingga satu jam sudah waktu yang mereka lalui bersama di atas ranjang, permainan mereka usai dan sama-sama mencapai kenikmatan yang hebat. Pria bertubuh kekar itu pun tidur di sisi kekasihnya dengan nafas yang terengah-engah, merasa puas dan bahagia, wanita berambut panjang tersebut menutup tubuhnya yang masih berkeringat itu dengan selimut.

"Capek, Mas?" tanya Dara kepada kekasihnya itu dan mengusap rambut kekasihnya perlahan.

"Iya, Sayang. Maaf ya, aku sedang ingin sekali melakukanya hari ini. Pekerjaanku begitu berat," tandas pria itu sembari mengusap rambut Dara dengan lembut.

"Mas Rendra, kulihat hari ini wajahmu tidak terlalu bahagia, apa terjadi sesuatu?" tanya Dara kepada kekasihnya itu. Ia memiringkan tubuhnya hingga bisa melihat Rendra di sampingnya.

"Maaf ya ...," tutur Rendra sedikit bersedih, namun terlihat senyum di wajahnya mulai mengembang.

"Kenapa sih! Jangan bikin penasaran deh!" ketus Dara yang melancipkan bibirnya agar Rendra mau bercerita.

"Mas ngga bisa terus menerus sama kamu," tutur pria itu menjiwit pipi Dara.

"Loh? Maksudnya? Kok gitu, Mas?" Dara langsung membelalakkan matanya ketika kekasihnya berkata seperti itu.

"Iya, karena aku harus kembali bekerja!" Rendra menjulurkan lidahnya seakan mengajak Dara untuk bercanda. Yang sebenarnya, ia hanya tidak bisa mengungkapkannya secara langsung di depan kekasihnya.

Dara memukul lengan Rendra dan tersenyum menanggapi ucapan pria itu. Sudah hampir tujuh tahun mereka berpacaran, dan usia mereka sudah menginjak 27 tahun. Hubungan terlama yang pernah Dara jalani, dan ia bahagia memiliki Rendra di sisinya.

"Dik, sebenarnya, mas ada permintaan terakhir untukmu." Rendra membuka pembicaraan baru dengan kekasihnya itu.

"Apa itu, Mas? Kenapa juga yang terakhir?" tanya Dara kepada Rendra dengan mengernyitkan jidatnya.

"Mas ada satu client yang mau membayar besar. Ini client terakhir, karena setelah itu mas tidak akan lagi menggunakan kamu sebagai ladang uang." Rendra memegang pipi kekasihnya dengan lembut.

"Sungguh? Kenapa, Mas? Mas udah nemu yang baru?" tanya Dara dengan sedikit cemas.

"Hush! Bukan begitu! Mas mau mulai merawat tubuhmu untuk mas sendiri. Mas tidak mau lagi membagikan tubuh indahmu itu kepada orang lain," pungkas Rendra sembari mengusap bibir Dara yang begitu merah merona dan sangat menggoda.

"Astaga," kejut Dara ketika kekasihnya berkata seperti itu. Ia sangat bahagia karena akhirnya kekasihnya mau fokus dengan kekasihnya.

Sudah hampir lima tahun Dara selalu membantu kekasihnya mendapatkan uang dengan menjual tubuhnya sendiri, Rendra yang selalu mencarikan client untuk kekasihnya itu, dan hasilnya dibagi dua. Dara rela melakukan apapun demi kekasih yang sangat ia cintai. Pasalnya, ialah yang membuat Dara bangkit dari keterpurukan hidupnya.

"Maafkan aku, karena selama menjadi kekasihmu, aku hanya bisa merepotkanmu dan selalu saja bergantung kepada tubuhmu untuk mencari uang," ujar Rendra.

"Tidak apa-apa, Mas. Aku juga bahagia melakukannya demi kamu." Dara menyeka air mata yang hampir keluar dari ujung matanya.

"Jangan menangis, mas sayang kamu, Dik." Rendra mengecup kening Dara perlahan dan lembut.

Dara tidak lagi menanyakan perihal apa maksud dari Rendra ketika ia berhubungan tadi, ia memilih untuk tidak membahas masalah tersebut. Lagipula, mungkin saja yang dimaksud Rendra juga ia akan memberikan Dara ke client terakhirnya dan tidak lagi menjual tubuhnya.

"Semoga memang benar apa yang diucapkan Mas Rendra, jika ia tidak akan lagi menjual tubuhku, dan memanfaatkannya sebagai ladang uangnya," batin Dara dengan penuh harap-harap cemas.

Mereka pun memilih bermalam di hotel tersebut dan menghilangkan rasa rindu yang selama ini dirasakan oleh Dara karena pekerjaannya yang begitu padat sebagai pemilik bar. Hampir setiap minggu mereka menghabiskan waktu dengan bermalam berdua di hotel, selain mengurus bar, Dara juga sering sekali menerima pekerjaan dari Rendra untuk mendapatkan uang. Karena dengan tubuhnya, ia bisa mendapatkan nominal yang cukup besar.

Awalnya, ia tidak mau jika harus melibatkan tubuhnya itu, karena mau bagaimanapun Rendra adalah orang pertama yang merenggut kesuciannya, ia tidak mau jika tubuhnya ternoda oleh orang lain. Namun, karena jerat hutang yang semakin banyak, dan membuat hidup Rendra kesusahan, Dara pun rela melakukan apa saja untuk membantu Rendra, meskipun harus dengan menjual tubuhnya sendiri.

Hasilnya selalu mereka bagi dua, dan Dara selalu menabung uang itu untuk biaya nikah suatu hari nanti. Ia menginginkan sebuah hubungan yang serius sampai ke jenjang pernikahan, ia sudah memantapkan dirinya sendiri bersama dengan Rendra.

Pagi harinya, karena mereka hanya menginap semalam saja, dan Rendra juga sudah harus pergi bekerja.

"Malam ini aku share lokasi ya, Dik. Mas janji, ini akan jadi yang terakhir," papar Rendra sembari membenarkan dasinya dan bersiap untuk pergi.

"Iya, Mas. Kamu nggak bisa lebih lama lagi di sini?" tanya Dara yang masih duduk di tempat tidur dan menikmati pagi yang indah.

"Nggak bisa, Sayang. Mas harus kerja hari ini, biar bisa nikah sama kamu," tutur pria itu.

Dara hanya bisa mengerucutkan bibirnya, dan segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu memeluk Rendra dengan erat dari belakang. Ia masih menginginkan semalam lagi bersama kekasihnya, karena mereka juga sangta jarang bertemu.

"Kapan kita seperti ini lagi, Mas? Aku tersiksa karena rindu." Dara mencium aroma parfum khas milik kekasihnya itu, yang jelas membuat gairahnya memuncak.

"Belum tahu, Sayang. Pokoknya, sabar ya, nggak lama kok."

Rendra membalikkan badannya dan terlihat jelas tubuh indah wanitanya itu, ia mengusap rambut Dara dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Tiap kecupan yang diberikan oleh kekasihnya itu jelas membuatnya semakin jatuh cinta.

"Hati-hati, Mas. I love you," ucap Dara sembari melepaskan pelukannya itu.

"I love you too, Dik."

Rendra pun segera pergi dari kamar tersebut, dan pergi untuk bekerja. Sebenarnya, Rendra merasa sangat bersalah karena telah memperlakukan kekasihnya dengan sangat tidak baik. Ia bahkan tidak mampu berkata yang sebenarnya kepada kekasihnya itu. Masih ada uang yang harus ia peras, client terakhir yang akan membuat hubungan mereka berpisah untuk selamanya.

Sampai di lobby, terdapat satu panggilan masuk ke dalam ponselnya, Rendra tersenyum melihat nama di layar ponselnya itu.

"Hallo, Sayang. Ada apa telepon?" tanya Rendra.

["Acara kita dua hari lagi, Mas. Kamu sudah siap, 'kan?"] tanya wanita yang ada di dalam panggilan tersebut.

"Tentu saja aku siap, Sayang. Kamu jangan khawatir ya, aku sudah melunasi semuanya," tutur Rendra sembari berjalan ke mobilnya.

["Baiklah kalau begitu, semangat kerjanya, Sayang! I love you!"] tutur wanita itu.

"I love you too, Maya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status