Bagi Bintang memutuskan aliran listrik seperti itu, bukanlah hal yang sulit. Ibunya yang seorang pengusaha dan bergerak dibidang listrik sering mengajaknya ke kantor.
Di sana Bintang banyak bertanya kepada karyawan yang sedang melakukan uji coba tentang listrik. Karena itulah Bintang tahu bagaimana cara membuat kebakaran melalui jaringan listrik, mengatur jarak, hingga tidak menimbulkan korban.“Kak, apa kita sudah menang? Mami dan Papi mana?”“Pertandingan belum berakhir, masih ada yang harus kita lakukan. Ikuti kakak ya?”Bintang membawa Mentari ke dalam kerumunan orang-orang dan menghilang di antara gang sempit.Melihat segerombolan laki-laki yang mengenakan jas hitam menatap sekeliling, seperti sedang mencari sesuatu. Bintang segera menarik sang adik ke dalam persembunyian dan membungkam mulut sang adik.Walaupun tidak yakin kalau segerombolan lelaki berjas itu adalah penjahat, tapi bagi Bintang sekarang waktunya untuk waspada.Begitu ada kesempatan Bintang langsung mengajak adiknya bersembunyi di dalam mobil pick up yang isinya spring bed.Bintang dapat bernafas lega ketika mobil itu mulai melaju meninggalkan kota.“Kak, kita mau ke mana? Kenapa mami dan papi tidak ada?” bisik Mentari di telinga Bintang.Haruskah aku terus berbohong? Tapi Mentari terlalu kecil untuk tahu kalau sekarang mami dan papi sudah tiada! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa Tuhan mengambil mami dan papi secara bersamaan? Kenapa juga dengan cara sekeji ini?Kata orang hidup dan mati seseorang ditentukan oleh sang pencipta, tapi apakah ini takdir orangtuaku? Kenapa? Mentari masih kecil! Mentari tidak tahu apa-apa, Dia masih butuh kasih sayang orangtuanya! Kenapa Engkau mengambil mami dan papi dari kehidupan kami? Kenapa?!Adilkah hidup ini? Ada yang hidupnya sampai sembilan puluhan tahun, tapi kenapa ada juga yang masih kecil sudah meninggal? Orangtuaku masih tigapuluh tahunan, kenapa Engkau memanggil mereka secepat itu? Dengan cara yang mengenaskan pula?! Tidak! Ini bukan takdirmu, manusia kejam itulah yang membuat aku dan adikku harus kehilangan orangtua. Aku akan membalaskan kematian mami dan papi!“Kenapa kakak menangis? Apa Mentari salah?”Pertanyaan sang adik menambah rasa sakit di hatinya.“Kakak tidak akan nangis lagi, tapi Mentari harus janji tidak akan menyebut nama mami dan papi kepada siapapun mulai sekarang, walaupun itu teman baik Mentari. Mami dan papi pesannya gitu,” bisik Bintang sambil memeluk sang adik.“Maksudnya?” tanya Mentari bingung.“Jangan menyebut nama mami dan papi lagi. Setelah usia Mentari sepuluh tahun, kakak janji akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.” Jelas Bintang.“Apa Mentari sayang sama mami dan papi?”“Sayang.”“Kalau sayang … ikuti saja perintah kakak ya? Karena mami dan papi menginginkan Mentari baik-baik saja. Janji sama kakak. Mentari tidak akan pernah mengatakan kalau kita adalah keluarga Morales.” Kata Bintang, jari kelingkingnya diangkat keatas.“Janji.” Mentari menyilangkan jari kelingkingnya dan disatukan dengan jari kelingking sang kakak.Setelah hampir dua jam perjalanan, mobil berhenti disebuah restoran kecil, di tempat terpencil.Bintang menatap dua orang yang turun dari mobil, memasuki restoran.‘Pembunuh mami dan papi bukan orang biasa, kalau aku dan adikku hanya menggunakan mobil ini tentu saja bisa dilacak lewat CCTV. Aku yakin cepat atau lambat mereka pasti akan menemukan kenyataan, kalau anak keluarga Morales belum meninggal.’ Batin Bintang yakin.Walaupun bingung, tapi Mentari hanya mengikuti ketika Bintang memberi komando padanya untuk ikut turun.Berlahan keduanya melangkah, menerobos dinginnya malam.Walaupun dingin menyengat, tapi itu sama sekali tidak dirasakan Bintang. Ingatannya kembali kepada lelaki yang membunuh orangtuanya secara tragis.“Kak, Mentari kedinginan.”Bintang menarik nafas panjang, tidak ada yang dapat dilakukannya selain memeluk sang adik dengan erat, “Bertahanlah, Dik.”Merasakan tubuh sang adik agak hangat, membuat Bintang gemetaran.‘Tidak! Mentari tidak boleh demam, di sini tidak ada siapapun, di sini juga tidak ada dokter!’ batin Bintang khawatir.Namun, harapan Bintang sia-sia. Tubuh adiknya mengigil, sedangkan suhu badannya panas.Tidak mau terjadi sesuatu dengan Mentari, Bintang berusaha menghentikan mobil yang lewat di jalanan sepi itu.Bukannya berhenti, mobil justru semakin melaju. Seperti baru melihat hantu.Sampai akhirnya tidak ada pilihan lain bagi Bintang selain mempertaruhkan nyawanya demi sang adik.Saat ada mobil lewat, Dia dengan berani langsung berdiri menghadang di tengah. Matanya terpejam, tangannya gemetar.“Apa kamu gila, ha? Kalau mau mati jangan di sini! Lompat dari Gedung atau terjun di sungai atau apalah, yang penting tidak merugikan orang lain!” gerutu lelaki muda yang keluar dari mobil dengan penuh amarah.“Maaf, kak. Adikku demam, aku tidak tahu harus minta tolong siapa lagi.” Kata Bintang pasrah, jari telunjuknya menunjuk Mentari yang duduk dipinggir jalan dengan tubuh mengigil.Lelaki itu langsung saja mendekati Mentari dan memeriksa suhu tubuhnya. “Kenapa kalian berdua sendirian di sini? Mana ayah dan ibumu?”“Maaf, kak, Kami hanyalah gelandangan, kami terbiasa hidup berpindah-pindah. Kami tadi mengikuti mobil pick up, tapi saat mobil berhenti kami ikutan turun untuk melihat-lihat. Saat kami balik mobil itu sudah pergi.” Kata Bintang berbohong.“Kamu jangan coba berbohong, pakaian yang kalian kenakan jelas sekali merek mahal, atau ….” Lelaki itu menatap Bintang.Bintang tercekat mendengar hal itu, dia sama sekali tidak memikirkan kalau pakaian yang dikenakannya dan sang adik merupakan barang brend ternama.“Cepat naik ke mobil kakak.” Perintah lelaki itu dan membantu Mentari berjalan.Lelaki tidak dikenal itu langsung menghidupkan pemanas mobil dan memberikan pakaian ganti kepada Bintang. “Ini pakaikan kepada adikmu, juga kamu. Maaf kakak hanya punya kaos itu. Tapi tak apalah, nanti kalau sampai di toko pertama, kakak belikan pakaian untuk kalian berdua. Dan ingat … jangan mencuri lagi.”Tidak lama setelah berganti pakaian dan minum obat, Mentari terlelap dalam pangkuan sang kakak.Hampir satu jam perjalanan, mobil berhenti disebuah toko dipinggiran kota. “Kalian berdua tunggu di sini saja, nanti kakak balik lagi.”Tidak sampai sepuluh menit lelaki itu telah kembali. “Ini pakaian untuk kalian.”Bintang menerima pemberian lelaki itu dan mengucapkan terima kasih.Walaupun bingung, tapi lelaki itu tidak dapat berbuat apa-apa ketika Bintang dan sang adik bersikeras menolak untuk tinggal di rumahnya.“Ya sudah, ini uang untuk kalian. Jika suatu saat kalian membutuhkan bantuan, ini kartu nama kakak. Simpan baik-baik.” Kata lelaki itu sambil memberikan kartu nama kepada Bintang.“Terima kasih, kakak ganteng.” Kata Mentari tersenyum.Mobil lelaki itu meluncur dengan kecepatan sedang meninggalkan Bintang dan Mentari."Kenapa kita tidak ikut kakak ganteng itu saja, kak?" tanya Mentari bingung.‘Maaf, Dik. Kakak tidak mau menyeret orang lain ke dalam masalah kita.’ Batin Bintang.Ya! Bintang tidak mau kalau lelaki itu ikutan meninggal di tangan pembunuh orangtuanya.Uang yang diberikan lelaki itu, digunakan Bintang untuk naik bus tiga kali, kemudian naik kereta api.Bintang memilih meninggalkan tempat asalnya, dan pergi sejauh mungkin. Walaupun dia sendiri tidak punya tempat tujuan.Sepuluh tahun kemudian.Bintang dan Mentari kini tinggal di kota yang jauh lebih kejam dari kota asalnya. Di kota itu selalu terjadi pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan bentuk kejahatan lainnya. Kota di mana polisi tidak bisa tidur dengan tenang, bahkan masyarakat di sana sama sekali tidak takut dengan yang namanya polisi. Balapan liar, turnamen beladiri liar, panjat tebing tanpa pengaman, perkelahian antar warga merupakan hal yang wajar di kota itu. Bagi mereka nyawa bukanlah sesuatu yang berharga.Kota itu terkenal dengan kehidupan mereka yang tidak takut akan hukum, hingga membuat pendatang berpikir dua kali untuk menetap. Namun, berbeda dengan Bintang dan Mentari, mereka justru menyukai tempat itu. Apalagi setelah Mentari tahu kalau orangtuanya telah tiada.Sejak memilih untuk menetap di kota kecil itu, Bintang mengutamakan sekolah Mentari. Dia menyekolahkan Mentari dari hasil ikutan balapan liar, turnamen beladiri liar, bahkan panjat tebing tanpa pengaman dijalani Bintang
“Hebat! Hebat! Beraninya sama lelaki paruh baya, pakai keroyok lagi?! Benar-benar bikin malu anak muda!” cetus Bintang sambil bertepuk tangan, seolah-olah bangga dengan sikap segerombolan orang tak dikenal itu. Sejenak mereka berhenti dan menatap asal suara. Melihat senyuman penuh ejekan dari Bintang, membuat mereka marah dan sebagian menyerang Bintang secara membabi buta.Namun bagi Bintang mereka sama sekali bukanlah tandingannya, dengan mudahnya Bintang memukul mundur orang-orang itu.“Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Bintang sambil membantu lelaki paruh baya itu berdiri, kemudian menuntunnya ke tepi dan mengobati luka lelaki itu dengan menggunakan obat tradisional. “Apa kamu mengenalku?” tanya lelaki paruh baya itu menatap Bintang.“Apakah menolong orang lain harus saling kenal? Bukankah tidak? Aku tidak tahu kesalahan terletak pada siapa, tapi aku tidak suka melihat mereka mengeroyok, Tuan. Bukankah perkelahian itu tidak seimbang? Mereka ada banyak orang, sedangkan Tuan? Hanya
Sedangkan bagi mereka yang miskin dan tidak punya apa-apa, akan dihina dan dianggap pembawa sial.Istilah yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, itu berlaku di kota asalnya. Bahkan hukum pun dikuasai oleh orang berduit.Berbeda di kota tempatnya tumbuh dewasa. Di sana justru sebaliknya, hukum tidak bisa dibayar dengan uang. Karena bagi mereka, merekalah hukumnya. Sogok menyogok tidak berlaku. Kekerasan adalah jawaban.“Sudah dekil, bau amis gini, terus mau menyewa rumah kontrakan ini?” Lelaki itu menunjuk rumah yang ada didepannya. “Kamu jangan bermimpi, brengsek!” umpat lelaki itu kesal.“Apa benar harga sewanya pertahun limapuluh juta?” tanya Bintang tidak mempedulikan hinaan lelaki itu.Mata lelaki itu membulat sempurna dan bertanya, “Apa kamu serius mau menyewa rumah ini?”“Aku serius, Tuan.”Walaupun tidak percaya, tapi lelaki itu memilih mengantar Bintang menemui orangtuanya dan memberitahu maksud kedatangan Bintang ke sana.“Apa? Menyewa rumah kontrakan kita? Kamu j
Capter 6‘Sial! Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa bisa keceplosan?’ batin lelaki itu kesal.“Deni! Antar dan tunjukkan Bintang setiap sudut rumah yang sudah dikontraknya. Ayah hanya takut kalau nantinya dia tersesat," kata lelaki itu mengalihkan pembicaraan dan langsung meninggalkan Bintang.Bintang hanya menatap kepergian lelaki itu dalam diam. Jelas sekali ada sesuatu yang disembunyikan lelaki itu. Apa maksudnya dengan pembunuhan tragis? Apakah yang menimpa mami dan papi, juga menimpah kakek dan paman? Atau yang dimaksud lelaki tadi itu rumah mami dan papi? Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Bintang.“Ikut aku sekarang!”Suara tegas Deni langsung membuyarkan lamunan Bintang.Tidak mau menimbulkan kecurigaan, Bintang langsung mengikuti langkah kaki Deni menuju rumah yang baru di kontrakannya.Sesampainya di rumah kontrakan, Deni membuka pintu dan melemparkan kunci kearah Bintang. Dengan sigap Bintang menangkapnya.“Tiga puluh lima juta, lengkap dengan fasilitas! Kamu berunt
'Astaga, apa yang harus aku lakukan?' batin Bintang panik, ketika gadis itu tiba-tiba menangis tak terkendali.Bintang yang sama sekali tidak berpengalaman dalam membujuk gadis manja, bingung menghadapi sosok yang ada didepannya.Bukannya prihatin, Bintang justru kesal dan membatin, 'Sial! Kenapa aku harus diperhadapkan dengan gadis manja ini?' Setelah berpikir panjang, akhirnya Bintang mengirim pesan melalui aplikasi hijau pada mentari, adiknya.[Dik, bagaimana cara membujuk gadis yang sedang menangis? Kakak butuh jawaban cepat!][Peluk dia, dan katakan agar dia tidak usah takut, karena kakak bersamanya.] balas Mentari.Sesuai saran Mentari, Bintang memeluk gadis tak dikenal itu. Namun, bukannya tenang tapi gadis itu justru mendorongnya dengan kasar. Matanya yang sembab menatap Bintang, tiba-tiba ....PLAKKK!!!!Bintang mengelus pipinya yang terasa perih akibat tamparan telak dari gadis tak dikenal.Gadis itu berlari meninggalkan Bintang yang kebingungan.Namun, tidak mau terjadi se
Bintang kembali memperhatikan sekelilingnya, sunyi. Tidak ada seorang pun di sana. Dia sendirian."Untuk apa garis merah ini?" tanya Bintang pada dirinya sendiri, ketika memperhatikan garis merah yang ada didepannya.Ya! Didepan Bintang hanya ada garis merah segi empat, yang jaraknya sekitar 4 meter dari tembok. Di belakangnya juga ada potongan-potongan kayu, pakaian satu set, serbuk putih yang Bintang sendiri tidak tahu fungsinya.Namun, dia yakin semua itu saling berhubungan. Entah kenapa dia lebih tertarik dengan adanya garis merah itu.Pasti ada alasannya jika garis merah ini berada di sini! Tapi apa? Kenapa dalam ruangan segede ini hanya ada garis merah, kayu, pakaian, serbuk putih? Aku yakin semua ini pasti ada fungsinya! Tapi apa? Tidak mau penasaran lebih lama, Bintang langsung saja menyentuh garis merah itu menggunakan jari telunjuknya.Secara refleks, Bintang langsung meloncat mundur. Dia terkejut melihat pemandangan yang ada didepannya.Ya! Di dalam garis merah itu, banyak
'Ternyata pilihan kakakku tidak salah, lelaki itu memiliki kemampuan memimpin. Itu jelas terlihat dari caranya yang tidak bertindak gegabah. Kalau seperti ini, aku yakin Bintang mampu melewati ujian mematikan ini!' batin bos besar tanpa senyuman.Kalau bos besar terlihat tenang, tapi tidak demikian dengan dua orang yang bersamanya. Dua orang itu mulai ragu dengan kemampuan Bintang, saat melihat Bintang hanya memperhatikan tanpa ada tindakan selanjutnya.'Panjang benang laser sekitar 25 meter, besarnya benang laser hanya seperti benang jahit. Semua benang laser memiliki warna yang sama, biru.'Setelah memperhatikan secara seksama, Bintang kembali mengambil kayu berbentuk balok, kemudian melangkah kesamping kiri dan melemparnya.Kalau benang laser yang pertama, membela kayu menjadi empat bagian. Berbeda dengan benang laser yang bentuknya lebih pendek, balok itu langsung menjadi serpihan kecil.'Apa mungkin panjang benang laser adalah kuncinya? Karena semakin pendek benang laser, maka k
Bintang menatap stopwatch digital timer dan membatin, 'Waktuku tinggal empat menit, semoga instingku kali ini tepat.'Bintang langsung saja memasang tangga lipat aluminium. Sebelum menaiki tangga, Bintang melumurkan serbuk putih itu ke tubuhnya."Bintang, apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau terjun bebas ke dalam jaring laba-laba itu?" tanya lelaki tua itu terkejut melihat aksi nekat Bintang."Apa aku punya pilihan? Bukankah tidak?" cetus Bintang kesal.'Sepertinya Bintang ditakdirkan untuk memperpendek umurku,' batin lelaki tua itu pasrah.Berlahan tapi pasti, Bintang mulai menaiki tangga. Dia berdiri di atas tangga, matanya menatap jaring laba-laba yang berbentuk benang laser.Bintang kembali menatap stopwatch digital timer yang berjalan mundur, waktunya tinggal beberapa detik saja.Dia langsung mengatur posisi. Tangan kanannya memegang pisau, sedangkan tangan kirinya memegang gunting yang telah membuka.Semua mata terpana, ketika melihat Bintang melompat ke dalam jaring laba-laba.K
Ya! Edy membawa Kumbara ke hutan. Hutan di mana Devano Willow harus meregang nyawa, karena perbuatan murid kesayangannya sendiri. Di mana juga Devano Willow menolak keras untuk disembuhkan dan memilih mati. Edy menatap Kumbara dan tersenyum sinis, "Bagaimana? Apa kau suka kejutan ku? Bukankah kau tak menyangka kalau aku akan membawa mu ke sini? Kumbara ... Kumbara ... apa kau pikir aku tak bisa membaca pikiran mu? Tidak, Kumbara! Bukankah Kau ingin memperlambat proses kesembuhan bos ku, kan? Lebih baik pikirkan baik-baik setelah melihat ini." Setelah mengakhiri kalimatnya. Edy mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan melakukan panggilan video call. Melihat Austin yang terbaring di atas ranjang, membuat jantung Kumbara berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia ketakutan. "Edy, aku mohon lepaskan cucuku," pinta Kumbara berlutut di kaki Edy. "Nyawa cucu mu, bergantung padamu. Kalau kau mau memperlambat proses pengobatan bos ku, maka ku pastikan Austin akan kehilangan fungsi organ
"Bagaimana Edy, apakah kau sudah mengirim orang untuk mengawasi Austin Maverick? Cucu kesayangannya?" tanya Ekaputra santai. Dan Kumbara tahu artinya. Itu ancaman tak langsung untuknya."Kau mau membunuh cucu ku? Silahkan! Maka kau tak akan pernah mendapatkan pengobatan apapun dariku. Kau hanya akan menemukan tubuhku mati kaku," ancam Kumbara. Ya! Selain Kumbara maka tak akan ada seorangpun yang dapat mengobati Ekaputra. Jadi Kumbara tahu persis, Ekaputra tak akan berani bertindak bodoh. Karena membunuh Austin Maverick, itu sama saja bunuh diri. "Apa bos memerintahkan untuk membunuh cucu mu? Bukankah tidak? Bos meminta ku mengawasinya. Itu artinya ...," Edy tak meneruskan kalimatnya, dia justru tersenyum menatap Kumbara."Artinya apa, Brengsek!" teriak Kumbara emosi."Itu artinya setiap kesalahan dalam pengobatan yang kau lakukan, maka cucu mu yang akan kena dampaknya. Tapi tenang saja, kami tak akan langsung membunuhnya. Kami akan menerornya terlebih dahulu. Kalau kau bisa memperce
"Sejak kapan kau terluka, Ekaputra? Apa kau menggunakan tenaga angin?" tanya Kumbara memastikan kalau dugaannya tak meleset."Aku terluka sejak tujuh bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Desember 2023. Btw dari mana kau tahu kalau aku menggunakan tenaga angin?" tanya Ekaputra curiga."Mengingat kau adalah murid Devano Willow, sangat mustahil ada orang mengalahkan mu. Apalagi membuat kondisi mu seperti ini. Jadi hanya ada satu kemungkinan, kau menggunakan tenaga angin. Apa kau menemukan seseorang yang kuat, hingga kau harus menggunakan tenaga dalam yang selama ini tak pernah kau publikasikan?" Kumbara menatap Ekaputra, seolah-olah tak tahu apa yang sedang terjadi.Ekaputra diam seribu bahasa. Dia tahu berbohong juga percuma. Kumbara tahu betul masa lalunya. Mulai dari Devano Willow yang memilihnya menjadi murid, bagaimana juga dia mengkhianati gurunya sendiri."Kenapa kau diam saja? Apakah tebakanku benar? Apa mungkin dia adik seperguruan mu yang menghilang?" tanya Kumbara pura-pura tak tahu
[Bos Edy, seperti dugaan mu. Kumbara secara sukarela ikut bersama kami. Kami sedang dalam perjalanan. Sekitar lima belas menit lagi kami sampai markas.]Edy mengucek matanya sendiri, tak percaya dengan pesan yang baru saja dibacanya, "Ini bukan mimpi, kan, Bos? Ini nyata, kan? Mereka berhasil menemukan Kumbara, kan, Bos?"Ekaputra Lee tak menjawab, dia langsung saja menarik ponsel yang ada dalam genggaman Edy. Dia penasaran."Apakah benar Kumbara sedang dalam perjalanan ke sini?" tanya Ekaputra tak percaya."Sepertinya rencana ku berhasil, Bos," kata Edy penuh semangat.Benar saja tak sampai lima belas menit. Anak buah Edy telah sampai di markas."Kalau kau ingin membunuhku, silahkan! Tapi jangan pernah menyakiti cucuku, Brengsek!" cetus Kumbara dengan wajah merah padam. Berusaha mengendalikan amarahnya.Ya! Ketika mengetahui orang yang menghadang jalannya adalah anak buah Ekaputra, Kumbara berusaha melarikan diri.Namun, semua berubah ketika anak buah Ekaputra mengatakan kalau sampai
***Sementara itu di negeri seberang, Ekaputra Lee sedang beristirahat di dalam ruangannya. Dia di temani oleh orang kepercayaannya, Edy."Bagaimana? Apakah kau telah menemukan orang yang tepat untuk menyembuhkan ku?" tanya Ekaputra terlihat pasrah.Edy menatap Ekaputra dengan perasaan iba, "Aku sudah menugaskan semua anak buah untuk mencari keberadaan kakek Kumbara. Sepertinya hanya dia yang bisa mengobati mu, Bos.""Berapa lama kemungkinan Kumbara bisa ditemukan? Bukankah membawa Kumbara ke sini itu mustahil? Apalagi kalau dia tahu akulah orang yang ingin bertemu dengannya. Yang aku tahu dia tidak suka dipaksa. Dia bahkan tak tergiur dengan uang," ujar Ekaputra menatap Edy lemas."Menemukannya memang sulit. Karena Yang aku tahu, dia telah lama pensiun dari profesinya. Dia selalu berkelana dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu negara ke negara lainnya. Tapi untuk sementara, aku yakin dia berada di Indonesia. Karena tak ada nama Kumbara Osal dalam penerbangan apapun selama sat
"Sebenarnya apa yang terjadi, Bintang? Apa mungkin Dirty dan Richard terluka?" tanya Anggun Maharani menatap Bintang, menyelidiki.Bintang menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban."Kenapa kau menyembunyikan ini dari kami? Apa bagi mu, kami hanyalah orang asing?" cetus Anggun kecewa.Tubuh Bintang terasa lemas, dia langsung saja duduk di sofa tak jauh darinya berdiri. "A-a-apa kau juga terluka?" selidik Anggun merasa ada yang tak beres.Bintang menganggukkan kepalanya dan berkata pelan, "Andai saja aku tak bergabung dan menjadi pimpinan Fierce Spider. Mungkin tak akan berakhir seperti ini. Diego Smith tak akan terluka parah, tak akan ada namanya pertumpahan darah yang merenggut banyak nyawa anggota Fierce Spider. Dirty dan Richard juga tak akan pernah bergabung dengan Fierce Spider.""Hanya karena aku terluka, mereka bertiga menyembunyikan kondisi sesungguhnya. Kau tahu apa alasan mereka? Mereka hanya tidak ingin aku kepikiran dan membuat kondisiku memburuk.""Sejak awal harusny
***Kaki Bintang terasa lemas, matanya berkaca-kaca, hatinya terasa sakit. Lelaki yang dulunya merupakan orang terkuat di Fierce Spider dan sangat ditakuti, kini terbaring tak berdaya. "Sejak kapan dia seperti ini?" tanya Bintang dengan suara berat."Bos Diego sudah seperti ini setelah beberapa hari kembali ke sini. Namun, tak ada seorangpun yang tahu akan kondisinya. Dia bahkan memintaku untuk tak pernah menemui siapapun yang merupakan mantan anggota Fierce Spider," ujar lelaki itu menatap Diego yang masih terpejam.Bintang melangkah mendekati Diego dan berkata pelan, "Apa karena ini kau memilih meninggalkan kami? Kenapa kau tak memberitahuku, kalau kau juga terluka sama seperti ku? Apa kau tak pernah menganggap ku sahabat?"Berlahan mata Diego Smith terbuka. Dia menatap Bintang dan berusaha tersenyum."Kenapa kau berada di sini?" tanya Diego hampir tak terdengar."Aku ke sini untuk mengobati mu, Diego," jelas Bintang dan langsung mengeluarkan satu botol minuman pemberian lelaki tu
Saat Richard hendak mencari informasi keberadaan Diego Smith, Bintang menentangnya. Dia meminta Richard dan Dirty untuk beristirahat.Bintang menatap Richard dan Diego secara bergantian, kemudian berkata dengan tegas, "Kalau kalian tetap mau mencari keberadaan Diego Smith, maka tanggung sendiri konsekuensinya! Aku akan membuat kalau berdua menyesal telah menentang ku!" "Sepertinya kali ini kita harus menyerah. Apa kau tak lihat rona wajahnya? Selama mengenalnya, aku tak pernah melihat kemarahan seperti itu di wajahnya," bisik Dirty di telinga Richard."Sama. Sebaiknya kita istirahat, sebelum dia tambah marah. Yang ada kita berdua diikat," Richard balik berbisik."Aku minta kalian untuk beristirahat, bukannya bisik-bisik!" bentak Bintang kesal.Ya! Bintang melakukan itu semua karena ketakutannya. Dia takut kalau-kalau, dua sahabat baiknya meninggalkannya ke dunia lain."Iya! Iya! Aku istirahat!" cetus Dirty dan langsung meninggalkan Bintang menuju kamarnya. Begitupun dengan Dirty.'Tu
"Tanaman itu akan menjadi obat jika di konsumsi oleh seseorang yang sedang keracunan. Mau itu racun biasa maupun mematikan. Hanya saja takarannya harus pas, jika tidak akan sangat berbahaya. Namun, karena daun itu lebih dikenal sebagai daun beracun maka tak ada satu manusia pun yang mau mengkonsumsinya. Jangankan mengkonsumsi, bahkan memetik daun itu saja mereka ketakutan," jawab lelaki itu tersenyum.Bintang terdiam, kini dia paham kenapa lelaki itu memintanya meminum air rebusan daun beracun itu."Kau tak perlu lagi mendapatkan pengobatan lanjutan. Kau hanya perlu istirahat dan makan makanan yang bergizi. Organ tubuhmu akan membaik secara berlahan. Sampai kau benar-benar sembuh, maka jangan coba-coba menggunakan tenaga mu, dalam bentuk apapun. Apa kau paham?"Bintang menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Istirahatlah. Aku juga butuh istirahat," ujar lelaki itu dan langsung meninggalkan Bintang sendirian.Keesokan harinya.Seperti biasa sinar matahari dengan berani masuk lewat ce