Beranda / Lainnya / Dendam Sang Bintang / 5. Rumah incaran Bintang

Share

5. Rumah incaran Bintang

Penulis: Yully Kawasa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-15 16:52:33

Sedangkan bagi mereka yang miskin dan tidak punya apa-apa, akan dihina dan dianggap pembawa sial.

Istilah yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, itu berlaku di kota asalnya.

Bahkan hukum pun dikuasai oleh orang berduit.

Berbeda di kota tempatnya tumbuh dewasa. Di sana justru sebaliknya, hukum tidak bisa dibayar dengan uang. Karena bagi mereka, merekalah hukumnya. Sogok menyogok tidak berlaku. Kekerasan adalah jawaban.

“Sudah dekil, bau amis gini, terus mau menyewa rumah kontrakan ini?” Lelaki itu menunjuk rumah yang ada didepannya. “Kamu jangan bermimpi, brengsek!” umpat lelaki itu kesal.

“Apa benar harga sewanya pertahun limapuluh juta?” tanya Bintang tidak mempedulikan hinaan lelaki itu.

Mata lelaki itu membulat sempurna dan bertanya, “Apa kamu serius mau menyewa rumah ini?”

“Aku serius, Tuan.”

Walaupun tidak percaya, tapi lelaki itu memilih mengantar Bintang menemui orangtuanya dan memberitahu maksud kedatangan Bintang ke sana.

“Apa? Menyewa rumah kontrakan kita? Kamu jangan bercanda, lelaki dekil ini mana mungkin punya uang sebanyak itu.” Sungut lelaki paruh baya kesal. Dia menganggap putranya buang-buang waktu meladeni Bintang.

Berbeda dengan sang istri, dia jutru bertanya, “Aku bisa memberikan rumah kontrakan itu, padamu! Tapi …,”

Wanita paruh baya itu menatap Bintang, jari telunjuknya diletakkan di dagu.

“Tapi apa, Nyonya?” tanya Bintang.

“Limapuluh juta itu berlaku sampai tanggal 31 Desember 2022! Bukankah sekarang sudah tanggal 15 Agustus 2023? Jadi sekarang harga sewanya sudah menjadi tujuhpuluh lima juta rupiah! Kalau mau ambil, silahkan bayar lunas dan tandatangani kontrak. Tapi kalau tidak, silahkan pergi. Bukankah aku tidak perlu mengantarmu?” kata wanita paruh baya itu tersenyum mencibir.

“Tapi, Nyonya ….”

“Tujuh puluh lima juta itu sudah harga yang paling murah, kalau tidak percaya, silahkan Anda cek saja harga kontrakan lainnya!” gerutu wanita itu, memotong kalimat Bintang dengan kesal.

Bintang menatap ketiga orang yang berdiri didepannya secara bergantian.

Apa mereka pikir aku bodoh? Jelas-jelas rumah itu sudah lama kosong. Hanya orang yang tidak tahu latar belakang rumah itu saja yang mau menyewanya. Tidak akan ada satu orang pun yang bersedia untuk tinggal di rumah yang pernah menelan korban sebanyak sepuluh orang sekaligus. Tapi bagaimana sampai tanah kintal itu bisa menjadi milik mereka? Bukankah mami dan papi tidak pernah menjualnya?

Ya! Rumah kontrakan yang menjadi incaran Bintang tidak lain adalah rumah milik keluarga Morales. Rumah orangtuanya.

Walaupun di sana terjadi kebakaran, tapi pemilik barunya merenovasi rumah itu dengan sangat sempurna, hingga layak untuk dihuni. Namun, sayangnya tidak ada yang mau mengontraknya karena latar belakang rumah itu sudah menjadi rahasia umum.

“Apa aku bisa menawarnya menjadi tiga puluh lima juta?” tanya Bintang, kepalanya menunduk dalam-dalam.

“Aku hanya mampu bayar segitu, Nyonya. Uangku hanya tigapuluh enam juta. Sejutanya sebagai cadangan untuk uang makanku sampai mendapatkan pekerjaan.” Bintang menjelaskan dengan nada memelas, seperti pasrah.

Ketiga orang itu terkejut menengar penawaran Bintang, mereka sama sekali tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari mulut lelaki dekil itu. Mereka pikir Bintang hanya main-main.

“Apa kamu yakin mau mengontrak rumah itu?” tanya lelaki paruh baya itu meyakinkan dirinya sendiri.

“Aku yakin, Tuan. Aku baru datang di kota ini, rumah kontrakan yang paling murah hanyalah milik Tuan dan Nyonya. Aku ke sini juga dengan memberanikan diri, tapi kalau memang tidak bisa, aku pasrah.” Kata Bintang lemas.

“Terima kasih, saya permisi dulu. Maaf mengganggu waktunya.” Kata Bintang dan melangkah menjauh.

‘Satu, dua, ti ….’

Benar saja dugaan Bintang, belum juga sempat menyebutkan angka tiga, pemilik rumah langsung saja memblokir langkah kaki Bintang, “Tunggu dulu.”

“Ada apa, Tuan?”

“Ok! Tiga puluh lima juta tunai! Anggap saja keluarga kami membantumu, karena kamu baru mau mencari kerja. Kita akan membahas lebih lanjut tentang syarat-syarat kontrakan di rumahku saja.” Kata lelaki itu mulai melunak, Dia melangkah menjauh dari rumah itu.

Bintang menatap rumah yang terletak di ujung jalan itu, jantungnya deg-deg’an. “Tidak! Rumah itu pasti bukan tempat tinggal keluarga ini, kan?”

Namun, harapan Bintang pupus, ternyata rumah itulah yang menjadi tujuan lelaki itu. Dengan langkah berat, Bintang mengikutinya masuk.

Matanya memindai sekeliling, semua barang masih sama, hanya saja letak dan posisi yang berubah, beserta foto-foto yang terpajang di sana sudah bukan lagi foto keluarga besar Morales.

Apakah kematian mami dan papi benar-benar membuat kakek terpukul? Bahkan rumah beserta isinya pun sampai dijualnya. Tapi ke mana paman? Apakah paman memilih menjauh untuk melupakan semua kejadian ini?

Ya! Rumah itu dulunya milik kakek Bintang.

“Ini surat kontraknya telah selesai aku buat, kamu baca dan tanda tanganilah.” Kata lelaki itu sambil memberikan berkas kepada Bintang.

Bintang membaca dengan teliti isi surat kontrak itu dan tersenyum. Dalam surat itu hanya menegaskan kalau uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan, walaupun Bintang hanya menginap di sana tidak sampai setahun penuh. Dalam surat kontrak juga tertulis kalau semua bentuk perbaikan, pergantian kerusakan, pembayaran listrik dan air, semuanya menjadi tanggung jawab pengontrak.

“Maaf, Tuan. Apakah aku bisa mengirim uangnya lewat M’Bangking? Terus terang aku tidak memegang uang tunai sebanyak itu sekarang.” Kata Bintang.

Bukannya menjawab, tapi lelaki itu melangkah masuk dan kembali lagi dengan membawa buku rekening. “Kirim saja ke nomor ini!”

Tanpa menunggu Bintang langsung mentransfer uang, kemudian langsung menandatangani berkas yang ada didepannya.

“Tuan bisa cek, uangnya sudah masuk. Terima kasih banyak, Tuan.” Kata Bintang.

Lelaki itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ketika memeriksa ponselnya sudah ada ketambahan dana tiga puluh lima juta.

Sedangkan Bintang kembali memperhatikan rumah itu.

“Anda boleh melihat, tapi tidak boleh menyentuh satupun barang yang ada di sini! Kamu harus tahu, setiap barang yang berada di sini harganya fantastis! Kalau kamu memecahkan satu saja guci yang ada di sini, maka kamu tidak akan mampu menggantinya!” cetus wanita itu pedas.

“Maaf, berapa harganya?” tanya Bintang memancing keadaan.

“Itu guci yang paling murah, harganya lima ratus juta!” kata lelaki itu, jari telunjuknya menunjuk guci yang diletakkan paling sudut.

“Semahal itu? Aku sama sekali tidak menyangka, kalau keluarga Tuan benar-benar kaya raya.”

Kesombongan keluarga itu digunakan Bintang untuk mengorek informasi bagaimana sampai rumah itu bisa jatuh ke tangan mereka. Segala pujian dan tatapan takjub ditunjukkan Bintang.

“Kemajuan kota ini, tidak serta merta membuat masyarakatnya ikutan maju. Mereka terlalu naif, mereka tidak akan pernah mau membeli sesuatu jika pernah terjadi tindak pembunuhan di dalamnya!” jawab lelaki itu dengan santai.

“Pembunuhan? Maksudnya?” tanya Bintang semakin penasaran.

Bab terkait

  • Dendam Sang Bintang    6. Apa aku sudah disentuh?

    Capter 6‘Sial! Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa bisa keceplosan?’ batin lelaki itu kesal.“Deni! Antar dan tunjukkan Bintang setiap sudut rumah yang sudah dikontraknya. Ayah hanya takut kalau nantinya dia tersesat," kata lelaki itu mengalihkan pembicaraan dan langsung meninggalkan Bintang.Bintang hanya menatap kepergian lelaki itu dalam diam. Jelas sekali ada sesuatu yang disembunyikan lelaki itu. Apa maksudnya dengan pembunuhan tragis? Apakah yang menimpa mami dan papi, juga menimpah kakek dan paman? Atau yang dimaksud lelaki tadi itu rumah mami dan papi? Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Bintang.“Ikut aku sekarang!”Suara tegas Deni langsung membuyarkan lamunan Bintang.Tidak mau menimbulkan kecurigaan, Bintang langsung mengikuti langkah kaki Deni menuju rumah yang baru di kontrakannya.Sesampainya di rumah kontrakan, Deni membuka pintu dan melemparkan kunci kearah Bintang. Dengan sigap Bintang menangkapnya.“Tiga puluh lima juta, lengkap dengan fasilitas! Kamu berunt

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-15
  • Dendam Sang Bintang    7. Rintangan

    'Astaga, apa yang harus aku lakukan?' batin Bintang panik, ketika gadis itu tiba-tiba menangis tak terkendali.Bintang yang sama sekali tidak berpengalaman dalam membujuk gadis manja, bingung menghadapi sosok yang ada didepannya.Bukannya prihatin, Bintang justru kesal dan membatin, 'Sial! Kenapa aku harus diperhadapkan dengan gadis manja ini?' Setelah berpikir panjang, akhirnya Bintang mengirim pesan melalui aplikasi hijau pada mentari, adiknya.[Dik, bagaimana cara membujuk gadis yang sedang menangis? Kakak butuh jawaban cepat!][Peluk dia, dan katakan agar dia tidak usah takut, karena kakak bersamanya.] balas Mentari.Sesuai saran Mentari, Bintang memeluk gadis tak dikenal itu. Namun, bukannya tenang tapi gadis itu justru mendorongnya dengan kasar. Matanya yang sembab menatap Bintang, tiba-tiba ....PLAKKK!!!!Bintang mengelus pipinya yang terasa perih akibat tamparan telak dari gadis tak dikenal.Gadis itu berlari meninggalkan Bintang yang kebingungan.Namun, tidak mau terjadi se

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • Dendam Sang Bintang    8. Bahayanya Ruangan terakhir

    Bintang kembali memperhatikan sekelilingnya, sunyi. Tidak ada seorang pun di sana. Dia sendirian."Untuk apa garis merah ini?" tanya Bintang pada dirinya sendiri, ketika memperhatikan garis merah yang ada didepannya.Ya! Didepan Bintang hanya ada garis merah segi empat, yang jaraknya sekitar 4 meter dari tembok. Di belakangnya juga ada potongan-potongan kayu, pakaian satu set, serbuk putih yang Bintang sendiri tidak tahu fungsinya.Namun, dia yakin semua itu saling berhubungan. Entah kenapa dia lebih tertarik dengan adanya garis merah itu.Pasti ada alasannya jika garis merah ini berada di sini! Tapi apa? Kenapa dalam ruangan segede ini hanya ada garis merah, kayu, pakaian, serbuk putih? Aku yakin semua ini pasti ada fungsinya! Tapi apa? Tidak mau penasaran lebih lama, Bintang langsung saja menyentuh garis merah itu menggunakan jari telunjuknya.Secara refleks, Bintang langsung meloncat mundur. Dia terkejut melihat pemandangan yang ada didepannya.Ya! Di dalam garis merah itu, banyak

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-18
  • Dendam Sang Bintang    9. Maafkan aku, Bintang!

    'Ternyata pilihan kakakku tidak salah, lelaki itu memiliki kemampuan memimpin. Itu jelas terlihat dari caranya yang tidak bertindak gegabah. Kalau seperti ini, aku yakin Bintang mampu melewati ujian mematikan ini!' batin bos besar tanpa senyuman.Kalau bos besar terlihat tenang, tapi tidak demikian dengan dua orang yang bersamanya. Dua orang itu mulai ragu dengan kemampuan Bintang, saat melihat Bintang hanya memperhatikan tanpa ada tindakan selanjutnya.'Panjang benang laser sekitar 25 meter, besarnya benang laser hanya seperti benang jahit. Semua benang laser memiliki warna yang sama, biru.'Setelah memperhatikan secara seksama, Bintang kembali mengambil kayu berbentuk balok, kemudian melangkah kesamping kiri dan melemparnya.Kalau benang laser yang pertama, membela kayu menjadi empat bagian. Berbeda dengan benang laser yang bentuknya lebih pendek, balok itu langsung menjadi serpihan kecil.'Apa mungkin panjang benang laser adalah kuncinya? Karena semakin pendek benang laser, maka k

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Dendam Sang Bintang    10. Selamat dari kematian

    Bintang menatap stopwatch digital timer dan membatin, 'Waktuku tinggal empat menit, semoga instingku kali ini tepat.'Bintang langsung saja memasang tangga lipat aluminium. Sebelum menaiki tangga, Bintang melumurkan serbuk putih itu ke tubuhnya."Bintang, apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau terjun bebas ke dalam jaring laba-laba itu?" tanya lelaki tua itu terkejut melihat aksi nekat Bintang."Apa aku punya pilihan? Bukankah tidak?" cetus Bintang kesal.'Sepertinya Bintang ditakdirkan untuk memperpendek umurku,' batin lelaki tua itu pasrah.Berlahan tapi pasti, Bintang mulai menaiki tangga. Dia berdiri di atas tangga, matanya menatap jaring laba-laba yang berbentuk benang laser.Bintang kembali menatap stopwatch digital timer yang berjalan mundur, waktunya tinggal beberapa detik saja.Dia langsung mengatur posisi. Tangan kanannya memegang pisau, sedangkan tangan kirinya memegang gunting yang telah membuka.Semua mata terpana, ketika melihat Bintang melompat ke dalam jaring laba-laba.K

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Dendam Sang Bintang    11. Identitas Baru

    ***"Kenalkan namaku Stiven Gonsales, sebelumnya aku merupakan pimpinan ke dua di sini," kata lelaki tua itu mengulurkan tangannya kearah Bintang.Bintang menyambut uluran tangan itu dan berkata, "Bukankah tidak perlu lagi bagiku untuk memperkenalkan diri?""Lelaki tadi adalah adikku, namanya Rivaldo Gonsales. Sebelumnya dia adalah pimpinan tertinggi dalam kelompok dunia bawah tanah ini. Tapi sekarang posisi itu telah diserahkan sepenuhnya ke dalam tanganmu,""Kalau sebelumnya aku adalah pimpinan ke dua dalam dunia gelap ini, tapi setelah adikku menyerahkan sepenuhnya kepemimpinan ke tanganmu, itu artinya semua keputusan ada di tanganmu.""Maksudnya?" tanya Bintang pura-pura tak paham."Sebagai pimpinan baru, kamu berhak mengganti struktur kepemimpinan dalam organisasi dunia bawah tanah ini, termasuk mengganti jabatanku," kata Stiven pasrah.Bintang tidak merespon ucapan Stiven. Dia lebih tertarik dengan kondisi bangunan bawah tanah, bangunan yang ternyata sangat megah dan mewah."Kal

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22
  • Dendam Sang Bintang    12. Tawaran pembunuhan

    Bintang memilih meninggalkan ruangan bawah tanah, setelah Stiven Gonsales mengumumkan posisinya dalam dunia hitam itu.Walaupun tidak ada komentar, tapi Bintang dapat melihat jelas tatapan hinaan dari sekelompok bawahannya. Bintang tahu itu adalah orang kepercayaan Rivaldo.***Dengan ijazah SMA, Bintang melamar pekerjaan di beberapa perusahaan.Namun, sebagai pendatang baru dan tidak punya koneksi, Bintang mengalami kesulitan dalam menemukan pekerjaan. Tapi dia tidak menyerah dan meminta bantuan Stiven.Sampai akhirnya, satu kejadian membawanya ke dalam tawaran yang tidak main-main.Ya, setelah menolong pimpinan perusahaan, Bintang ditawarkan menjadi manager di perusahaan itu."Jujur saja aku memang kesulitan mencari pekerjaan, tapi aku menolong tuan bukan mengharapkan imbalan," tolak Bintang, ketika lelaki tak dikenal itu menawarkan posisi manager kepadanya.Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya lelaki tak dikenal itu mengalah. Dia mengikuti keinginan Bintang. Bekerja melalu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-23
  • Dendam Sang Bintang    13. Tawaran Arkanza Lee

    ***Bintang terlentang di kasurnya, matanya terpejam, hatinya terasa sakit."Dik, setelah kakak pikir panjang, sepertinya ayah dan ibu tidak menginginkan hidup kita hancur.""Maksud, kakak?""Bukankah pengorbanan ayah dan ibu akan sia-sia kalau salah satu dari kita meninggal? Orang yang membunuh ayah dan ibu, bukanlah orang biasa. Sedangkan kita? Kita hanya saling memiliki. Apa kakak egois, Dik?" "Aku mengerti perasaan, Kakak.""Namun, jujur saja kakak tidak bisa melupakan kejadian itu begitu saja. Kalau kakak menetap sementara waktu di negeri seberang, apa kamu setuju? Setidaknya sampai kakak benar-benar bisa merelakan kematian ayah dan ibu.""Apapun keputusan kakak, Mentari akan mendukungnya.""Kakak ingin menyendiri, sampai kakak benar-benar ikhlas. Jika kamu dalam keadaan mendesak dan butuh kakak, kamu bisa menghubungi kakak lewat Inst***m, kakak akan langsung datang padamu. Tapi kalau hanya sekedar tanya kabar, kakak harap kamu tak melakukannya. Namun, kakak janji akan baik-baik

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-24

Bab terbaru

  • Dendam Sang Bintang    119. Di sinilah Devano Willow meninggal

    Ya! Edy membawa Kumbara ke hutan. Hutan di mana Devano Willow harus meregang nyawa, karena perbuatan murid kesayangannya sendiri. Di mana juga Devano Willow menolak keras untuk disembuhkan dan memilih mati. Edy menatap Kumbara dan tersenyum sinis, "Bagaimana? Apa kau suka kejutan ku? Bukankah kau tak menyangka kalau aku akan membawa mu ke sini? Kumbara ... Kumbara ... apa kau pikir aku tak bisa membaca pikiran mu? Tidak, Kumbara! Bukankah Kau ingin memperlambat proses kesembuhan bos ku, kan? Lebih baik pikirkan baik-baik setelah melihat ini." Setelah mengakhiri kalimatnya. Edy mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan melakukan panggilan video call. Melihat Austin yang terbaring di atas ranjang, membuat jantung Kumbara berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia ketakutan. "Edy, aku mohon lepaskan cucuku," pinta Kumbara berlutut di kaki Edy. "Nyawa cucu mu, bergantung padamu. Kalau kau mau memperlambat proses pengobatan bos ku, maka ku pastikan Austin akan kehilangan fungsi organ

  • Dendam Sang Bintang    118. Hutan ini?

    "Bagaimana Edy, apakah kau sudah mengirim orang untuk mengawasi Austin Maverick? Cucu kesayangannya?" tanya Ekaputra santai. Dan Kumbara tahu artinya. Itu ancaman tak langsung untuknya."Kau mau membunuh cucu ku? Silahkan! Maka kau tak akan pernah mendapatkan pengobatan apapun dariku. Kau hanya akan menemukan tubuhku mati kaku," ancam Kumbara. Ya! Selain Kumbara maka tak akan ada seorangpun yang dapat mengobati Ekaputra. Jadi Kumbara tahu persis, Ekaputra tak akan berani bertindak bodoh. Karena membunuh Austin Maverick, itu sama saja bunuh diri. "Apa bos memerintahkan untuk membunuh cucu mu? Bukankah tidak? Bos meminta ku mengawasinya. Itu artinya ...," Edy tak meneruskan kalimatnya, dia justru tersenyum menatap Kumbara."Artinya apa, Brengsek!" teriak Kumbara emosi."Itu artinya setiap kesalahan dalam pengobatan yang kau lakukan, maka cucu mu yang akan kena dampaknya. Tapi tenang saja, kami tak akan langsung membunuhnya. Kami akan menerornya terlebih dahulu. Kalau kau bisa memperce

  • Dendam Sang Bintang    117. Sejak kapan kau terluka, Eka?

    "Sejak kapan kau terluka, Ekaputra? Apa kau menggunakan tenaga angin?" tanya Kumbara memastikan kalau dugaannya tak meleset."Aku terluka sejak tujuh bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Desember 2023. Btw dari mana kau tahu kalau aku menggunakan tenaga angin?" tanya Ekaputra curiga."Mengingat kau adalah murid Devano Willow, sangat mustahil ada orang mengalahkan mu. Apalagi membuat kondisi mu seperti ini. Jadi hanya ada satu kemungkinan, kau menggunakan tenaga angin. Apa kau menemukan seseorang yang kuat, hingga kau harus menggunakan tenaga dalam yang selama ini tak pernah kau publikasikan?" Kumbara menatap Ekaputra, seolah-olah tak tahu apa yang sedang terjadi.Ekaputra diam seribu bahasa. Dia tahu berbohong juga percuma. Kumbara tahu betul masa lalunya. Mulai dari Devano Willow yang memilihnya menjadi murid, bagaimana juga dia mengkhianati gurunya sendiri."Kenapa kau diam saja? Apakah tebakanku benar? Apa mungkin dia adik seperguruan mu yang menghilang?" tanya Kumbara pura-pura tak tahu

  • Dendam Sang Bintang    116. Kita bertemu lagi, Kumbara.

    [Bos Edy, seperti dugaan mu. Kumbara secara sukarela ikut bersama kami. Kami sedang dalam perjalanan. Sekitar lima belas menit lagi kami sampai markas.]Edy mengucek matanya sendiri, tak percaya dengan pesan yang baru saja dibacanya, "Ini bukan mimpi, kan, Bos? Ini nyata, kan? Mereka berhasil menemukan Kumbara, kan, Bos?"Ekaputra Lee tak menjawab, dia langsung saja menarik ponsel yang ada dalam genggaman Edy. Dia penasaran."Apakah benar Kumbara sedang dalam perjalanan ke sini?" tanya Ekaputra tak percaya."Sepertinya rencana ku berhasil, Bos," kata Edy penuh semangat.Benar saja tak sampai lima belas menit. Anak buah Edy telah sampai di markas."Kalau kau ingin membunuhku, silahkan! Tapi jangan pernah menyakiti cucuku, Brengsek!" cetus Kumbara dengan wajah merah padam. Berusaha mengendalikan amarahnya.Ya! Ketika mengetahui orang yang menghadang jalannya adalah anak buah Ekaputra, Kumbara berusaha melarikan diri.Namun, semua berubah ketika anak buah Ekaputra mengatakan kalau sampai

  • Dendam Sang Bintang    115. Siapa kau sebenarnya, Bintang?

    ***Sementara itu di negeri seberang, Ekaputra Lee sedang beristirahat di dalam ruangannya. Dia di temani oleh orang kepercayaannya, Edy."Bagaimana? Apakah kau telah menemukan orang yang tepat untuk menyembuhkan ku?" tanya Ekaputra terlihat pasrah.Edy menatap Ekaputra dengan perasaan iba, "Aku sudah menugaskan semua anak buah untuk mencari keberadaan kakek Kumbara. Sepertinya hanya dia yang bisa mengobati mu, Bos.""Berapa lama kemungkinan Kumbara bisa ditemukan? Bukankah membawa Kumbara ke sini itu mustahil? Apalagi kalau dia tahu akulah orang yang ingin bertemu dengannya. Yang aku tahu dia tidak suka dipaksa. Dia bahkan tak tergiur dengan uang," ujar Ekaputra menatap Edy lemas."Menemukannya memang sulit. Karena Yang aku tahu, dia telah lama pensiun dari profesinya. Dia selalu berkelana dari satu kota ke kota lain, bahkan dari satu negara ke negara lainnya. Tapi untuk sementara, aku yakin dia berada di Indonesia. Karena tak ada nama Kumbara Osal dalam penerbangan apapun selama sat

  • Dendam Sang Bintang    114. Kami hanya ingin kebebasan

    "Sebenarnya apa yang terjadi, Bintang? Apa mungkin Dirty dan Richard terluka?" tanya Anggun Maharani menatap Bintang, menyelidiki.Bintang menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban."Kenapa kau menyembunyikan ini dari kami? Apa bagi mu, kami hanyalah orang asing?" cetus Anggun kecewa.Tubuh Bintang terasa lemas, dia langsung saja duduk di sofa tak jauh darinya berdiri. "A-a-apa kau juga terluka?" selidik Anggun merasa ada yang tak beres.Bintang menganggukkan kepalanya dan berkata pelan, "Andai saja aku tak bergabung dan menjadi pimpinan Fierce Spider. Mungkin tak akan berakhir seperti ini. Diego Smith tak akan terluka parah, tak akan ada namanya pertumpahan darah yang merenggut banyak nyawa anggota Fierce Spider. Dirty dan Richard juga tak akan pernah bergabung dengan Fierce Spider.""Hanya karena aku terluka, mereka bertiga menyembunyikan kondisi sesungguhnya. Kau tahu apa alasan mereka? Mereka hanya tidak ingin aku kepikiran dan membuat kondisiku memburuk.""Sejak awal harusny

  • Dendam Sang Bintang    113. Diego Smith terluka

    ***Kaki Bintang terasa lemas, matanya berkaca-kaca, hatinya terasa sakit. Lelaki yang dulunya merupakan orang terkuat di Fierce Spider dan sangat ditakuti, kini terbaring tak berdaya. "Sejak kapan dia seperti ini?" tanya Bintang dengan suara berat."Bos Diego sudah seperti ini setelah beberapa hari kembali ke sini. Namun, tak ada seorangpun yang tahu akan kondisinya. Dia bahkan memintaku untuk tak pernah menemui siapapun yang merupakan mantan anggota Fierce Spider," ujar lelaki itu menatap Diego yang masih terpejam.Bintang melangkah mendekati Diego dan berkata pelan, "Apa karena ini kau memilih meninggalkan kami? Kenapa kau tak memberitahuku, kalau kau juga terluka sama seperti ku? Apa kau tak pernah menganggap ku sahabat?"Berlahan mata Diego Smith terbuka. Dia menatap Bintang dan berusaha tersenyum."Kenapa kau berada di sini?" tanya Diego hampir tak terdengar."Aku ke sini untuk mengobati mu, Diego," jelas Bintang dan langsung mengeluarkan satu botol minuman pemberian lelaki tu

  • Dendam Sang Bintang    112. Aku belum terlambat, kan? Diego masih hidup, kan?

    Saat Richard hendak mencari informasi keberadaan Diego Smith, Bintang menentangnya. Dia meminta Richard dan Dirty untuk beristirahat.Bintang menatap Richard dan Diego secara bergantian, kemudian berkata dengan tegas, "Kalau kalian tetap mau mencari keberadaan Diego Smith, maka tanggung sendiri konsekuensinya! Aku akan membuat kalau berdua menyesal telah menentang ku!" "Sepertinya kali ini kita harus menyerah. Apa kau tak lihat rona wajahnya? Selama mengenalnya, aku tak pernah melihat kemarahan seperti itu di wajahnya," bisik Dirty di telinga Richard."Sama. Sebaiknya kita istirahat, sebelum dia tambah marah. Yang ada kita berdua diikat," Richard balik berbisik."Aku minta kalian untuk beristirahat, bukannya bisik-bisik!" bentak Bintang kesal.Ya! Bintang melakukan itu semua karena ketakutannya. Dia takut kalau-kalau, dua sahabat baiknya meninggalkannya ke dunia lain."Iya! Iya! Aku istirahat!" cetus Dirty dan langsung meninggalkan Bintang menuju kamarnya. Begitupun dengan Dirty.'Tu

  • Dendam Sang Bintang    111. Ketika Bintang tahu kalau Dirty dan Richard juga terluka

    "Tanaman itu akan menjadi obat jika di konsumsi oleh seseorang yang sedang keracunan. Mau itu racun biasa maupun mematikan. Hanya saja takarannya harus pas, jika tidak akan sangat berbahaya. Namun, karena daun itu lebih dikenal sebagai daun beracun maka tak ada satu manusia pun yang mau mengkonsumsinya. Jangankan mengkonsumsi, bahkan memetik daun itu saja mereka ketakutan," jawab lelaki itu tersenyum.Bintang terdiam, kini dia paham kenapa lelaki itu memintanya meminum air rebusan daun beracun itu."Kau tak perlu lagi mendapatkan pengobatan lanjutan. Kau hanya perlu istirahat dan makan makanan yang bergizi. Organ tubuhmu akan membaik secara berlahan. Sampai kau benar-benar sembuh, maka jangan coba-coba menggunakan tenaga mu, dalam bentuk apapun. Apa kau paham?"Bintang menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Istirahatlah. Aku juga butuh istirahat," ujar lelaki itu dan langsung meninggalkan Bintang sendirian.Keesokan harinya.Seperti biasa sinar matahari dengan berani masuk lewat ce

DMCA.com Protection Status