Tanpa disadari, April mengusap rambut pria itu dengan lembut. Tapi, sekarang April memikirkan hal lain. Jambak! "Argh!" erang pria ini. Angga mengernyitkan matanya. Dia berusaha tidak pusing ketika April menjambaknya. Tapi tidak bisa, April membuat kepala Angga berisi kunang-kunang yang merah. "Apa itu sakit?" tanya April dengan wajah yang datar. Tentu saja sakit, kenapa April harus bertanya demikian? Tapi Angga menggelengkan kepalanya. Lalu tersenyum sambil merapikan kembali rambutnya. "Tidak. Tidak sakit," jawabnya dengan senyum yang cerah. "Jadi aku bisa menjambakmu lagi?" tanya April. "Eh? Tidak boleh, April. Kau tahu bahwa—""Kalau begitu pergilah. Kenapa kamu masih disini?" pinta April sambil mendorong tubuh Angga keluar. "Tunggu, April. Bisakah aku duduk di rumahmu sebentar? Aku hanya akan duduk dan menonton TV saja. Sungguh, aku tidak akan melakukan apapun," ungkapnya memohon. Angga meletakan kedua tangannya dan menggesekan satu sama lain. Memberikan tatapan mata yan
"Huh, dasar pria gila! Aku tidak akan tertipu dengan taktik mu. Tapi lebih menyenangkan mengikuti arusmu dulu, bukan? Siapa tahu aku akan mendapatkan sesuatu dari pada hadiah sialanmu itu!" batin April. Menurut April, Leo adalah pria bodoh yang dia temui di dunia. Berpura-pura tidak berbohong agar April masuk perangkapnya. Tentu saja April mengikuti lubang jebakan itu dengan sukarela, tapi Leo lupa, April tidak pernah datang dengan tangan kosong bahkan jika dia pergi ke neraka. "Huft, aku sudah lama ingin bertemu Camilla. Tidak apa-apa. Jika itu sangat darurat, aku akan menemuimu nanti malam," jawab April. April senang bahwa fakta Leo mulai menyukainya dan menyembunyikan semua ini dari Camilla. Layaknya April sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Kryuk! Suara perut orang lapar! April menoleh pada pintu yang terkunci. Dia berjalan dan membuka pintu tersebut. Ternyata, Angga sedang ada disana sampai tubuhnya tersungkur setelah April menarik pintunya. "Untung saja Leo tidak mene
April membelalakan matanya tidak percaya. Walaupun April tidak yakin, jika April akan mendapatkan perlindungan yang dia pikirkan itu. April memalingkan wajahnya. Dia segera memakan nasi goreng buatannya yang biasa saja. “Makanlah. Mungkin itu masakanku tidak begitu enak, tapi ini cocok untuk orang yang kelaparan seperti kita,” kata April tanpa menatap Angga. Angga mulai memasukan beberapa suap sendok ke dalam mulutnya. Walaupun benar, nasi goreng ini biasa saja. Tapi karena April yang memasak, Angga menghabiskan nasi itu tanpa tersisa sedikitpun. “Masakanmu enak. Lihat, aku menghabiskannya,” kata Angga sambil memperlihatkan piring kosongnya itu. Sedangkan nasi milik April masih tersisa banyak. April tersenyum mengerikan pada nasi yang membuat tubuhnya berenergi itu. “Huh, aku tahu jika nasi ini tidak enak,” kata April sambil menyindir Angga. Angga menyilangkan tangannya. Dia berusaha membuat April percaya diri dengan masakannya. Tapi April pergi sambil berniat mencuci piring ko
Di sebuah restoran bintang lima …Seorang pria yang mengenakan kemeja putih, dengan lengan yang digulung itu tengah menunggu seorang wanita lajang. Hanya ada dua kursi. Satu kursi miliknya yang sedang dia duduki, dan satunya lagi kosong. “Sudah telat dua jam,” kata pria itu. Bersama bunga merah merona, Leo sendirian di tempat itu. Ya, dia sengaja membooking restoran mewah itu hanya untuk bertemu dengan April. Entah ide buruk dari mana, tapi Leo sudah memikirkannya sejak lama. “Aku sudah menghubunginya 57 kali, tapi dia tidak mengangkatnya,” ujarnya pada ponsel dengan baterai yang sudah merah. “Bagaimana ini? Apa aku harus menunggunya?” batin Leo. Sementara itu, sejak tadi istrinya, Camilla sudah menghubungi Leo beberapa kali. Drrt! Panggilan dari Camilla yang kesekian kalinya. Kali ini, Leo akan mengangkatnya. “Maaf, Camilla. Tadi aku sedang membahas pekerjaan,” ujarnya dengan suara yang dibuat-buta. Ya, seharusnya Leo lemah seperti sebelumnya. Tapi karena Leo sebal jika Cami
Sambil menunggu Leo, April melihat ke sekitar. Dia baru sadar, bahwa di tempat ini hanya ada dua tamu yaitu April dan Leo. “Ternyata dia memesan ini untukku? Niat sekali karyawan biasa seperti dia?” batinnya sambil meremehkan Leo. “Ah, aku lupa. Ketika dia kehilangan pekerjaannya, dia masih tetap memiliki penghasilan dari perusahaan si Tomi sialan itu,” sambungnya. Ya, setelah April mulai ingat bahwa Leo tidak akan hidup melarat jika bukan April yang akan menghancurkannya suatu saat nanti.“Kenapa dia lama sekali? Apa melakukan hal menjijikan itu memakan waktu? Aku tidak tahu karena aku tidak pernah melakukannya,” kata April di dalam hatinya. DING!Sebuah ponsel berbunyi. Itu adalah pesan yang masuk dari ponsel Leo. Hanya ada April dan tentu saja dia yang menyadarinya. April mengernyitkan keningnya tidak mengerti. Dia tahu bahwa tadi Leo pergi dengan ponselnya. Tapi kali ini, di kursi milik Leo ada satu ponsel lagi. Dan lebih mengejutkannya, Tomi yang sudah memberi pesan itu kep
Sementara itu, April berhasil mengalihkan pembicaraannya dengan Leo. Agar Leo tidak banyak bertanya dan curiga dengan April yang menangis saat itu. "April, ada yang ingin kamu makan? Kamu suka menu apa?" tanya Leo sambil melihat banyak menu di buku menu tersebut. Menu yang tertera di sana adalah menu mewah dari berbagai Negara. Seperti makanan langka yang harganya mahal. Ini persis dengan restoran yang pernah Angga dan April datangi. "Aku ingin makan Posh Pie," balas April sambil menunjuk makanan dengan harga 124 juta itu. "Lalu minumnya aku ingin air putih. Aku sedang menghindari minuman manis-manis," lanjutnya. Sesuatu yang mudah untuk Leo mengeluarkan uang hanya untuk satu makanan seharga tas branded itu. Dia bukan orang yang pelit bahkan untuk Camilla atau untuk temannya yang lain. Apalagi, April adalah wanita yang istimewa di hatinya. "Posh pienya dua. Dengan air putih satu dan Magie Noir satu," kata pria itu kepada pelayan yang lebih tampan darinya. "Baik, mohon untuk
Pertemuan ini terlihat sangat sia-sia. Hanya makan malam di restoran mewah dan hadiah berupa tas bermerek. Kini, Leo sedang mengantar April pulang ke rumah. Di dalam mobil …“April, apakah kamu memiliki seorang kekasih?” tanya Leo di sela-sela hujan yang berisik itu. “Tidak ada,” balasnya dengan suara yang kecil. “Ah, begitu, ya,” kata Leo dengan senyum yang menyenangkan. Sedangkan April melihatnya dengan pandangan yang kesal. April menoleh kepada Leo yang bahkan tidak melihatnya karena harus fokus pada pandangannya ke depan. Ya, malam ini sangat berkabut walaupun di tengah kota yang memiliki banyak penerang. “Perasaanku tidak enak,” batin April sambil menoleh ke kursi belakang. Tidak banyak kendaraan di tengah malam seperti ini. Tidak, lebih tepatnya, ini hampir subuh. Leo terlalu banyak bicara sampai membuat April terlambat untuk pulang ke rumah. “April, maafkan aku, ya. Apakah kamu tidak terbiasa pulang selarut ini?” kata Leo. “Apa maksudnya? Apa dia sedang meremehkanku?” b
Di tengah hujan yang berjatuhan dari awan, mereka ikut menari di dalamnya. Seorang pria yang memiliki wanita di rumahnya, menunggu kepulangan sang pria itu. Tapi yang dia lakukan sekarang malah menggendong wanita lain. Walaupun hujan, itu bukan berarti kesengsaraan untuk Leo. “Apa yang sedang dia lakukan? Kenapa dia tidak mendengarkanku untuk menurunkan tubuhku?” batin April kesal. Adegan romantis yang sering ada di dalam drama, April tidak menyukainya jika dia harus melakukan hal romantis dengan pria ini. Tanpa April sadari, hal ini menguntungkan April untuk misinya. Tapi April malah terus mengumpat pria ini di dalam hatinya. Mereka menepi di bawah pohon. April mengernyitkan keningnya heran. “Apa dia ingin kita mati?” batin April. “Setidaknya, disini kita berteduh,” ungkapnya dengan wajah yang polos. “Kita akan mati.” Leo membelalakan matanya mendengar ungkapan April yang tiba-tiba. Yang benar saja, kenapa mereka harus mati, ketika mereka berhasil menghindari kematian tadi? p