Tiga bulan sudah berlalu. Angga masih belum sadarkan diri. Setiap hari doa melayang terbang di langit-langit yang sering menunjukan cerah dan gelapnya. Tidak ada kata putus asa untuk orang yang dekat dengan Angga. Walau satu perbedaan yang sangat kentara antara April dan yang lainnya adalah seberapa banyak isak tangis yang keluar sampai membuat mata dan kepala sakit. “April, kamu selalu datang setiap hari. Terima kasih, ya. Tapi, ada yang ingin saya katakan secara pribadi. Kamu bisa meluangkan waktu sebentar, kan? ” kata Ibu Angga—Haira Endaru. Perasaan April menjadi tak menentu. Dia tidak pernah diminta berbicara di tempat lain selain ruangan ini. Selain itu, tatapan penuh kelelahan itu memiliki dua rati. Apakah dia lelah dengan begadangnya, atau merasa risih April datang setiap hari? pikirnya. “Baik, Bu.” Melipir sedikit dari Rumah Sakit tempat Angga dirawat, April dan Haira pergi ke sebuah cafe yang banyak pengunjung. Mereka duduk di pojok jendela. Kesannya lebih tertutup bahk
"Sayangku. Apakah kamu tidak akan bangun? Tidak. Aku percaya jika kamu bisa bangun secepatnya. Setelah kamu bangun, mari lakukan hal yang ingin kamu sukai." Mawar dalam perjalanan untuk merayu Angga lebih dalam. Rela melakukan banyak hal untuk pria idamannya yang tertidur seperti Pangeran. Sedangkan April dari tadi hanya bisa bersembunyi di bilik kecil. Melihat bagaimana wanita yang memuja pria yang mencintai dirinya. Rasa tidak pantas tiba-tiba membakar hati April. "Sepertinya aku harus membiarkan mereka berduaan. Rasanya aku seperti orang aneh yang sengaja menguping. Ya, tidak apa-apa. Hatiku benar-benar tidak apa-apa," gumamnya. April hanya bisa membuat perjanjian ringan yang berat untuk dirinya sendiri. Dia ingin sekali cemburu, tapi dia sadar bahwa dia bukan siapa-siapa. April memukul pikiran dan hatinya berkali-kali agar tak menginginkan hal lebih dari Angga. Walaupun mereka sudah pernah melakukan hal yang dilarang norma satu kali, April berusaha untuk melupakannya dan tida
Kabar baik karena Angga sudah siuman sejak satu hari yang lalu. Semua keluarga menyaksikan bersama. Termasuk April. Walau April hanya dapat melihat di belakang, karena keluarga Mawar ingin lebih dekat muncul di mata Angga. Namun betapa besar rasa cinta sang pria, mata Angga yang telah lama menutup itu dapat menemukan wajah wanita yang dicintai di antara kerumunan manusia yang berbondong-nondong mendekatinya. Angga membalas senyum bibir indah wanita itu. “Namun sekarang terlalu sulit untukku datang ke Rumah Sakit yang baru. Karena pekerjaannya yang sangat banyak. terlebih, Ibu Angga yang menginginkannya,” batin April sambil menekan beberapa tombol dari keyboard komputernya. Itu karena Angga belum bisa dinyatakan sembuh. koma yang kedua kalinya, dan terpaksa harus dibawa ke rumah sakit yang lebih memadai akan kasus yang langka ini. Jadi Angga terbang ke luar Negeri untuk perawatannya. TAK! “Jangan melamun begitu, dong. Terlalu banyak, ya. Pekerjaannya? Mau makan siang dulu? Kamu ta
"April, dia kemana, ya?" kata Angga yang setiap hari memikirkannya. Sejak Angga siuman, setiap hari Angga hanya bertemu dengan keluarga, kerabat dekat, dan tunangannya—Mawar. Angga senang bisa kembali sehat. Dia setiap hari juga juga melakukan terapi dengan rutin pada tubuhnya yang kaku untuk berjalan. Dia juga diberi kebebasan untuk memegang ponselnya. Namun hasil yang dia dapatkan ketika setiap hari menghubungi April, adalah nol. Tidak ada jawaban atas telponnya, tidak ada balasan atas pesan tulusnya. Angga juga memerintahkan Sekretarisnya namun dia juga selalu membuat alasan tidak logika. Seolah-olah ada yang mengawasi Angga saat ini. "Sayang, kamu kenapa melamun, sih? Kamu memikirkan pekerjaan, ya? Padahal tidak perlu dipikirkan seperti ini. Zayn sudah melalukannya sangat baik. Jadi kamu tidak perlu khawatir—""Mawar," panggilnya serius. "Eng!" Sedangkan mawar membalasnya seperti anak kucing yang manis. Hanya Mawar yang menganggap tingkahnya sangat imut. "Apakah April tidak
Kesembuhan adalah puncak kesuksesan. Karena kesehatan adalah hal yang berharga melebihi kekayaan. Angga, pria hebat pujaan semua wanita itu berhasil keluar dari tempat yang mengurungnya karena penyakit mematikan. “Senangnya bisa pulang, Bu,” kata Angga kepada sang Ibu. melempar senyum rasa syukur bahwa dia masih hidup sampai detik ini. Wanita yang sedikit menangis saat anaknya menutup mata dengan sakit yang parah, kini bisa berderai layaknya air terjun yang di pegunungan. Air mata itu, jatuh sejatuh-jatuhnya. “Ibu, kenapa menangis? Aku sudah sembuh, Bu. Jangan mengkhawatirkan hal lain. Karena sekarang kita bisa berkumpul bersama seperti ini,” ungkap anak itu. Ya, walaupun usianya sudah menginjak angka 3, tapi Angga masih tetap anak-anak bagi Haira. “Ibu selalu ingin bertanya, Nak. Alasan kenapa kamu menyembunyikan penyakit ini pada kami? Apa kamu tidak percaya pada kami? Dan kalau wanita itu yang mengetahuinya? Ibu sangat khawatir padamu, Nak,” lirihnya pilu. Angga menghela nafas
Karena Angga habis jatuh sakit dari penyakit yang mengerikannya, maka mau tidak mau Haira menuruti semua keinginan anaknya hari ini. Keinginan Angga adalah setelah dari rumah sakit, dia ingin pergi menemui April. Sedangkan Haira dari tadi tidak bicara dengan Angga atau siapapun bukan karena marah. Melainkan dia berpikir bahwa dirinya sangatlah bodoh sampai tidak menyadari bahwa Angga menyukai April, dan perasaan April juga terlihat sama. “Hah, semuanya jadi rumit. Bagaimana aku menjelaskan pada tunangannya?” batin Haira. Dagunya terus dia topang, w;aaupun sebenarnya yang berat adalh kepala. Haira melihat anaknya yang tengah menatap jendela pesawat. Dapat dipastikan tatapan mata itu adalah tatapan rindu. Senyumnya, Haira baru kali ini dapat melihat anaknya tersenyum seperti itu. “Saat Angga masih kecil, senyum itu menandakan bahwa dia sedang menanti hal bahagia. Ternyata seperti itu perasaanmu, Nak,” batinnya lagi. Lalu Haira menatap kepada pria berjanggut di sebelahnya. Dia juga
Akhirnya, kabar baik yang ditunggu datang juga. Perasaan putus asa April yang berpikir bahwa Angga akan meninggalkannya itu telah sirna. Tidak ada yang mati, mereka berkumpul kembali. Walaupun masa sulit masih harus dihadapi setelah ini. “Rumah ini terlihat nyaman, ya. Sayang sekali jika ditinggali oleh Angga sendirian. Semoga suatu saat ada wanita yang mau menemaninya, bersama anak-anak yang tumbuh di rumah megah ini,” celetuk Haira sambil menatap dan mengetuk-ngetuk interior di dalamnya. April memandangnya dengan pilu. Dia tahu kemana arah Haira mengatakannya. Tapi April sudah berjanji, bahwa dia tidak akan serakah. “Ibu—”“April, maukah kamu memasak denganku? Karena Angga ingin makan sesuatu masakan Ibunya tadi. Alangkah baiknya jika kamu emnemani Ibu untuk memasaknya,” pinta Haira. Haira bahkan memotong pembicaraan Angga, sebelum Angga berkata lebih jauh lagi mengenai hal ini. “Dasar, kenapa dia tega sekali?” batin Janu. Sejak Angga masih kecil, janu adalah orang tua yang ti
“Sekretaris, eh maaf! CEO—”“Panggil saja aku seperti biasa. Aku ini hanya sementara duduk disini,” kata Zayn kepada rekan kerja, divisi finance. “Baiklah, Sekretaris Zayn. Benarkah Pak Angga sudah sembuh? Haruskah kami divisi Finance membesuknya?” “Sekretaris Zayn, Divisi IT bilang mereka ingin menjenguk Pak Angga. Apakah Anda bisa mengatur jadwalnya?” “Sekretaris Zayn—”“Apa?! Mau membesuk Pak Angga? Sekretaris sementara adalah April sekarang. Laporan seperti itu harusnya tanyakan saja pada April. April, bagaimana? Sepertinya ada divisi lain lagi yang akan bertanya.”KRIEET! Semua orang yang ada di dalam ruangan CEO itu memutar kepalanya bersamaan, melihat ke arah pria berkacamata kotak dan culun itu.“Eh? Kenapa tiba-tiba aku merasakan energi negatif yang mengintimidasi disini?” batinnya sambil menelan ludahnya sendiri dengan kasar. “Pak Budi ada apa?” tanya Angga dengan tatapan yang hangat. Ya, setidaknya April lebih positif dari semua orang. “I-ini Sekretaris April, saya
“Jacob! Tunggu aku!” teriak seorang anak perempuan yang cantik dan imut. “Tidak mau! Pergi, kamu!” Jacob mendorong tubuh anak perempuan seusianya di sekolah.Tapi anak perempuan tersebut tidak menangis walaupun Jacob mendorongnya keras. Dia berusaha untuk bangkit dengan coklat yang terbungkus rapi di sebuah tupperware. “Aku tahu dia akan melemparnya. Jadi aku yang cantik ini memiliki ide untuk membungkus dengan rapat agar tak jatuh,” gumam anak perempuan itu. “Jacob!” panggilnya lagi. Jacob terus berlari ke arah Ibunya—April. “Mama!” rengeknya. Dua memeluk tubuh April yang sedang menggendong Hailey Endaru—Adik Jacob.“Kenapa, sayang? Itu temanmu, kan? Kenapa sikapmu seperti itu kepada teman?” tanya April. Jacob malah menggerakkan pundaknya enggan dengan mulut yang cemberut. “Hai, kamu menyukai anakku?” tanya Angga kepada anak perempuan itu. Anak perempuan itu mengangguk dengan semangat. “Aku menyukai Jacob, Om. Aku mau memberikan cokelat ini tapi Jacob malah berlari. Ini cokla
“April!” lirihnya. Bahkan seorang Angga yang tidak takut apapun memiliki ketakutan akan istrinya yang meninggalkannya selama ini. Bahkan Angga yang pernah menjadi relawan di suatu Negara yang terdapat genosida itu tidak bisa dipungkiri, jika matanya enggan terbuka untuk melihat mata istri yang tertutup. Dengan keberanian yang tersisa, Angga menandatangani dokumen itu. Dia tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Di tidak bisa berpikir jernih. Dia hancur, melebihi apapun. “Wanita yang kudapatkan dengan penuh perjuangan agar tidak pergi, tapi kenapa dia malah tetap pergi dengan cara yang lain?” batin Angga. April sudah merasakan firasatnya dari awal. Sejak April memaksa untuk mengantarnya ke makam orang tuanya ternyata saat itulah April tahu dirinya akan menyusul pergi orang tuanya. “Sabar, Nak. Jangan seperti ini. Kasihan anakmu,” ucap Haira. Haira tak bisa menahan air matanya. Pasalnya, dia tahu seberapa besar cinta Angga kepada April.Dia juga terkejut, jika April yang dikenal
Kandungan April sudah menginjak sembilan bulan. Mungkin hanya menghitung hari April melahirkan. April memiliki permintaan sebelum dia melahirkan. Dia ingin pergi ke makam orang tuanya. Angga sudah meminta April untuk pergi saat sudah melahirkan beberapa bulan saja, tapi April bersikeras untuk pergi ke makam orang tuanya hari ini. Tak mau tahu, Angga pun menuruti keinginan April itu. Sekarang, April sudah berada di depan makam mereka. April cukup kuat melangkah dengan perut besarnya. Sementara Angga memayungi tubuh April yang terkena sengatan matahari. “Ayah, Ibu … Maaf karena telat datang kemari. Terakhir kali sebelum aku menikah, ya. Aku datang kemari bersama suamiku lagi. Lihatlah, dia rela memberikan payungnya padahal dia juga kepanasan seperti itu. Mirip sekali dengan Ayah. Aku tidak akan berlama-lama, Ayah. Aku hanya ingin memberikan bunga ini untuk kalian.”April menyimpan buket yang memiliki warna yang sama dengan buket di makam Ibunya. “Aku ingin mengatakan secara langsun
Momen romantis setelah pernikahan. Angga dan April memiliki hari libur, jadi mereka fokus untuk menghabiskan waktu di rumah April. Mereka masih tinggal di kawasan yang masih memiliki hawa penuh dendam itu.“Angga, temani aku ke ruang bawah tanah, yu,” pintanya. “Dengan senang hati, Tuan Putri,” balas Angga sambil mengecup punggung tangan April. April dan Angga akhirnya masuk ke tempat yang buat itu. Tempat dimana hawa dendam lebih kuat. Tempat yang menyimpan memori kenangan yang buruk. “Apa yang ingin kau lakukan di tempat ini?” tanya Angga. “Aku merasa sesak dengan ruangan ini. Informasi penting tentang orang yang kubalas, lalu foto-foto yang tidak ingin aku lihat juga masih ada. Aku ingin mencabut semua foto tu dan membakarnya. Lalu aku tidak mau melihat satu barang ini di rumahku lagi. Bagaimana jika kita menyingkirkan semuanya?” tanya April. Angga mengerti karena sejak awal, April tidak menyukai tempat ini. Tempat ini memang sangat mendukung untuk misi April, tapi tempat ini
Air susu dibalas dengan air tuba. Perilaku tak terpuji Toni itu akhirnya mendapatkan balasan yang setimpal walau tak perlu merenggut nyawa. Tapi hukuman ini angkah pantas bagi Tomi. Perusahaan bangkurut seecpat mengedipkan magta. Meski begitu, perusahaan ini diambil alih oleh April. Meski dia harus memulainya lagi dari nol, tapi April tidak ragu untuk menarik banyak saham, karena sejak awal, perusahaan ini memanglah milik Ayahnya. “Bersama dokumen rahasia ini, akan membangun kembali perusahaan yang Ayah bangun dengan susah payah sampai meninggalkan nyawa pada Pria tua bengis sepryi dia,” gummanya smabik emlikhta Tomi yang sednag diseret oleh Petugas Kepolisian. Di luar Perusahaan yang bangkrut ini, terdapat banyak media TV Swasta maupun Negeri yang mengolok-olok Tomi dengan senjaya miliknya. Entah itu ponsel, mic, atau mulut para wartawan yang pedas. “Pak Tomi, apakah Anda menyesal telah membunuh banyak orang?”“Pak Tomi, apakah Anda tidak memiliki niatan untuk minta maaf?”“Untu
Setelah mengadakan pernikahan, pasangan pengantin baru biasanya akan melakukan malam pertama. Walaupun ini bukan pertama kalinya, tapi ini akan menjadi waktu mereka menghabiskan malam pertama dengan keadaan sadar.April memakai pakaian yang menampilkan lekuk tubuh langsingnya. Paha yang mulus sangat terekspos. Dadanya yang terbelah menjadi bagian yang indah juga pasti tidak akan berhenti ditatap oleh Angga. “Hah, tenanglah. Aku tidak boleh gugup seperti ini. Aku yakin bisa melakukannya dengan baik dan cepat,” gumamnya sambil menganggukan kepalanya dengan percaya diri. “Eh, cepat? T-tapi dia selalu melakukan pemanasan dengan lama sekali. Tidak tidak! Jangan takut. Setidaknya, dia hanya akan melakukannya satu sekali.”KLEK!Angga membuka pintu kamar itu tanpa mengetuk dulu. Dia datang dengan handuk kimononya. Belahan dadanya sangat terekspos di tempat yang memiliki cahaya yang terang ini.“Pakaian itu sangat cocok untukmu,” kata Angga dengan tengil. Dia bahkan memberikan satu kedipan m
Langit yang membiru berubah menjadi gelap. Dia menunjukan kemeriah bintang yang mati jutaan tahun yang lalu dan bersinar di waktu yang tepat. Sinar bulan menerangi alam semesta ini. Alam pun mendukung kemeriahan pernikahan April dan Angga. Sorak sorai suara ratusan manusia yang berbahagia di pernikahan dua insan ini. Mereka bernyanyi di atas alunan piano yang menyejukan. Siang tadi, mereka sudah melakukan akad nikahnya dan sekarang sudah sah menjadi suami istri. Sedangkan malam ini merupakan acara jamuan penting bersama keluarga, kerabat dan sahabat terdekat. April dan Angga beberapa kali melangkah pada tamu yang menghadiri acaranya. “Se-selamat atas pernikahan kalian, ya. Aku turun bersukacita,” kata Sekretaris Zayn kepada dua insan itu. “Terima kasih. Kau carilah jodoh supaya hidupmu tidak melulu monokrom seperti itu,” balas Angga dengan candaanya.Orang yang mendengarnya antara harus tertawa atau terkejut. Pasalnya, Angga bukanlah orang yang bisa bercanda seperti itu di depan
Pernikahannya semakin dekat dan April ingin memberitahu orang-orang terdekatnya mengenai hari bahagianya. Termasuk Leo. Dia pergi sendirian untuk menemui leo di daerah pegunungan yang terdapat panti asuhan. Akses menuju ke tempat itu cukup mudah. Suasananya yang masih asri dan hawa dingin di pagi hari. Ya, April sengaja datang lebih pagi untuk menemui Leo. Setidaknya, dia ingin berlama-lama bersama orang yang cukup berjasa untuk hidupnya. Saat kaki menapak tanah yang lembab. April menemukan pria dengan bentuk tubuh yang dikenainya. Pria itu mengenakan pakaian yang tipis dengan wara yang sudah pudar. “Leo!” panggilnya dengan suara yang lantang. Semnetara Leon yang sedang mengaikan paaian anak-anak itu tampak mengenali suara yang tidak bisa dia lupakan. “Suara itu …” Leo membalikan badannya dengan wajah yang pucat dan lingkar hitam di bawah matanya. “Leo!” April berlari ke arahnya. Dia memeluk tubuh yang kehilangan banyak otot itu. Pelukan yang erat, dan inilah yang paling Leo rin
“Sayang, apakah kamu siap?” tanya Angga yang dibalas dengan anggukan gadis cantik ini. Mereka sudah berada di depan rumah orang tua Angga. Walaupun Angga sering tampil rapi dengan jas hitamnya, tapi kini dia ingin tampil lebih bebas untuk menyesuaikan pakaian April. Sedangkan April terlihat anggun dengan gaun merah mudanya. Riasan tipis yang memuat wajahnya fresh juga membuat Apri lebih cantik. Angga memberikan tangannya agar tanga April dapat menggandengnya. “Aku siap,” jawabnya sambil melempar senyum yang lebih lebar. Inilah, senyum yang tidak pernah April tunjukan pada siapapun setelah kematian orang tuanya. Akhirnya, pria pembernai ini dapat membangunka senyumyang sudah lama tidur itu. “Ayah, Ibu. Kami datang,” ucap mereka dengan kompak. Mereka memeluk satu sama lain. Apalagi kehadiran April sudah sangat ditunggu-tunggu. “Ibu rindu sekali kepada kalian. Apakah kalian sangat sibuk sampai sudah lama tidak menemui Ibu? Bercanda hahaha. Meski begitu, Ibu sudah membuatkan masak