***"Bagus sih menurut aku, lanjutin aja," kata Sellina. "Cowok brengsek kaya mantan kamu emang baiknya dikasih pelajaran.""Syukur-syukur kamu pacaran atau nikah beneran tuh sama saudara kembarnya biar mantan kamu nangis darah," ucap Lukman. "Kurang ajar banget nyakitin anak Papa.""Enggak dulu deh, Pa, kalau nikah. Enggak tertarik," kata Kalania. "Bukan apa-apa ya tapi saudara kembarnya mantan Kalania itu orangnya kaku banget kaya kanebo kering. Enggak asyik ngobrol sama dia dan Kala enggak suka. Kala sukanya yang enak diajak ngobrol terus diajak gosip dan dia enggak bisa karena sedikit aja Kala ngomong panjang, dia langsung ngatain Kala bawel. Nyebelin.""Tapi kadang cowok gitu act of service lho, Kal," ucap Sellina—lagi-lagi teringat pada sikap manis Rainer semasa mereka pacaran dulu.Tak berubah, pria itu sejak dulu memang bisa dibilang kaku. Namun, jangan diragukan ketika dia jatuh cinta karena meskipun tak banyak bicara, Rainer lebih banyak bertindak dan semua tindakan yang dia
*** "Kalania, tolong jangan bercanda dulu. Saya serius," kata Rainer. "Itu pun kalau kamu masih mau melanjutkan niat balas dendam pada Rajendra. Kalau sudah tidak minat, ya sudah tidak apa-apa, kita enggak perlu ketemu dan ke depannya pun kamu enggak usah temuin saya atau hubungin saya karena kerjasama kita berakhir." "Elah Rainer baperan banget," kata Kalania. "Iya ayo ketemu, Rainer, ayo. Aku kirim alamat apartemen aku ke kamu dan kamu tunggu di lobi sampai aku datang ya, aku habis ini langsung pulang. Jangan naik dulu ke atas karena kamu enggak akan diizinin." "Ya sudah." "Ya sudah apa?" tanya Kalania—masih belum puas menggoda sang kekasih palsu. "Yang jelas dong kalau ngomong, jangan ambigu gitu." "Kirim alamat kamu sekarang atau saya bilang detik ini juga ke Rajendra kalau kita enggak benar-benar pacar-" "Iya Rainer iya, bentar!" ujar Kalania. "Sabar dong. Udah mah kaku, kesabaran setipis tisu. Untung ganteng, kalau enggak, udah aku lempar di muara angke deh kamu sejak
***"Udah cari keperluannya? Aku pikir kamu langsung pulang."Barusaja membuka pintu unit apartemen, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Kalania pada Rainer yang kini berdiri di depannya sambil menenteng kresek putih bertuliskan nama sebuah minimarket.Membicarakan masalah Rajendra yang katanya meminta bukti kemudian mengungkap pula opsi yang dipilih, beberapa waktu lalu Rainer memang berpamitan untuk mencari perlengkapan yang katanya akan dipakai untuk mengatasi ciuman diantara mereka berdua.Entah apa yang dibeli pria itu, Kalania sendiri tak tahu karena ketika bertanya cara apa yang dimaksud Rainer, putra sulung Aleora tersebut tak langsung memberikan jawaban sehingga Kalania pun menunggu dengan rasa penasaran dan sekarang setelah Rainer kembali, rasa penasaran di dalam hatinya bertambah."Minimarketnya antri," kata Rainer."Beli apa aja emangnya?""Nih," kata Rainer sambil mengangkat kresek putih yang dia bawa."Ya apa? Mata aku enggak tembus pandang kali," ucap Kalania. "Man
***"Fotonya di balkon biar bagus," kata Kalania sambil tersenyum. "Kalau di sini rasanya enggak enak ja-""Ayo," kata Rainer—memotong ucapan Kalania. "Kita foto di balkon dan pake kamera hp saya biar nanti bisa saya kirim langsung ke Rajendra.""Aku minta fotonya.""Buat apa?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Nakut-nakutin tikus di sini," kata Kalania. "Muka kamu kan kadang nyeremin. Jadi siapa tahu tikus di sini kabur setelah aku kasih lihat foto kamu.""Ck.""Kenapa?" tanya Kalania dengan senyumannya. "Tersungging eh tersinggung?""Enggak," sanggah Rainer dengan raut wajah datar andalannya. "Kalau gadis waras yang ngomong, saya tersinggung, tapi karena kamu yang bilang, saya biasa aja.""Jadi kata kamu aku gila gitu? Enggak waras?""Bukan saya yang ngomong," celetuk Rainer sambil beranjak. "Ayo.""Ish."Sambil mendesis, Kalania pada akhirnya beranjak kemudian bersama Rainer dia bergegas menuju balkon. Tak langsung melakukan apa yang diinginkan Rajendra, step pertama yan
***Tak menjawab karena urusan yang akan semakin panjang, Rainer memilih untuk melanjutkan langkahnya hingga selang beberapa menit dia pun pergi meninggalkan apartemen juga Kalania yang masih berada di balkon.Tak melakukan apa-apa selama beberapa saat pasca perginya Rainer, Kalania pada akhirnya membuka kembali foto dia juga pria itu di ponselnya dan begitu melihat foto aneh tersebut, seulas senyum tipis terukir."Bisa-bisanya Rainer lebih pilih cium solatip dibanding pipi gue," gumam Kalania. "Senajis itukah gue di mata dia? Ah, atau emang dia pada kenyataanya udah enggak tertarik sama cewek? Seme nih jangan-jangan. Lebih parahnya dia mungkin uke."Terkekeh sendiri, selanjutnya itulah yang dilakukan Kalania hingga setelah terus memandangi fotonya dan Rainer, ingatan tentang solatip yang masih menempel di pipi, muncul—membuatnya dengan segera duduk di kursi yang tersedia untuk melepas solatip tersebut sebelum menempel lebih parah di pipinya.Ketika Kalania sibuk dengan solatip, maka
***[Bisa ke kantor penerbitan? Ada yang mau dibicarain sama kamu.]Baru membuka mata beberapa menit lalu, Kalania sudah disuguhkan pesan tersebut yang kini terpampang nyata di layar ponselnya. Beringsut, setelah itu hal tersebutlah yang dia lakukan sebelum mencerna kembali ucapan sang editor yang pagi ini mengiriminya pesan."Ini ada apa nih mendadak disuruh ke penerbitan?" tanya Kalania. "Revisinya kan belum selesai."Masih di fase mengumpulkan nyawa karena rasa pusing yang kini melanda, untuk beberapa saat Kalania duduk bersila hingga setelah tak ada rasa pusing pasca bangun tidur, yang dilakukannya setelah itu adalah; menghubungi Rena sang editor untuk memastikan.Menunggu sedikit lama panggilannya dijawab, Kalania sempat berdecak ketika sang editor tak kunjung menjawan telepon darinya hingga persis ketika dia beranjak dari kasur, panggilan terhubung bahkan suara Rena sang editor yang menangani naskahnya pun terdengar memberikan sapaa
***Dari siapa Calista tahu hubungannya dengan Rainer.Itulah pertanyaan yang langsung memenuhi benak Kalania sekarang dan tentunya tak hanya rasa penasaran, perasaan bingung pun muncul karena harus mengiakan atau menyangkal, Kalania mendadak tak tahu harus melakukan apa sehingga alih-alih langsung memberikan jawaban, dia justru diam."Kalania.""Untuk apa Ibu nanyain itu?" tanya Kalania. "Apa ini ada kaitannya sama kerjasama kita sebagai penulis dan penerbitan.""Ya intinya jawab dulu sih, saya pengen tahu soalnya," kata Calista. "Benar enggak kamu pacarnya Rainer?""Kalau yang ibu maksud itu Rainer Langit Mahendra yang punya saudara kembar Rajendra Bintang Mahendra dan Aisha Bulan Mahendra, jawabannya iya," ucap Kalania. "Saya pacarnya dia dan hubungan kami belum berjalan lama.""Oh jadi kamu.""Jadi kamu?" tanya Kalania dengan sebelas alis yang kini naik. "Maksud Ibu gimana?""Ya itu kamu," kata
***"Apa?" tanya Kalania—masih di mode singa, karena demi apa pun dia tak takut sama sekali pada Calista. "Udahlah, enggak penting banget saya ngeladenin cewek ambisius kaya Ibu. Cari sana bu cowok lain yang mau sama ibu, jangan ambil pacar saya. Nanti saya viralin lho di sosmed. Gini-gini saya pengikutnya banyak.""Belagu kamu!" ujar Calista—masih dengan suara tinggi, yang justru dimanfaatkan Kalania untuk meledek."Iri bilang sahabat, wle!"Terlalu malas untuk berdebat lebih lama, setelahnya Kalania memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan Calista dan begitu keluar, dia cukup terkejut melihat para staff yang berkumpul sambil memandangnya."Apa lihat-lihat? Mau gue kasih upil?" tanya Kalania sambil memasukan telunjuknya ke hidung tanpa merasa malu.Tak menunggu jawaban, setelahnya yang dilakukan Kalania adalah pergi dengan segera menuju mobilnya dan begitu sampai, yang dia lakukan adalah; mengomel hingga setelah perasaan