***"Fotonya di balkon biar bagus," kata Kalania sambil tersenyum. "Kalau di sini rasanya enggak enak ja-""Ayo," kata Rainer—memotong ucapan Kalania. "Kita foto di balkon dan pake kamera hp saya biar nanti bisa saya kirim langsung ke Rajendra.""Aku minta fotonya.""Buat apa?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Nakut-nakutin tikus di sini," kata Kalania. "Muka kamu kan kadang nyeremin. Jadi siapa tahu tikus di sini kabur setelah aku kasih lihat foto kamu.""Ck.""Kenapa?" tanya Kalania dengan senyumannya. "Tersungging eh tersinggung?""Enggak," sanggah Rainer dengan raut wajah datar andalannya. "Kalau gadis waras yang ngomong, saya tersinggung, tapi karena kamu yang bilang, saya biasa aja.""Jadi kata kamu aku gila gitu? Enggak waras?""Bukan saya yang ngomong," celetuk Rainer sambil beranjak. "Ayo.""Ish."Sambil mendesis, Kalania pada akhirnya beranjak kemudian bersama Rainer dia bergegas menuju balkon. Tak langsung melakukan apa yang diinginkan Rajendra, step pertama yan
***Tak menjawab karena urusan yang akan semakin panjang, Rainer memilih untuk melanjutkan langkahnya hingga selang beberapa menit dia pun pergi meninggalkan apartemen juga Kalania yang masih berada di balkon.Tak melakukan apa-apa selama beberapa saat pasca perginya Rainer, Kalania pada akhirnya membuka kembali foto dia juga pria itu di ponselnya dan begitu melihat foto aneh tersebut, seulas senyum tipis terukir."Bisa-bisanya Rainer lebih pilih cium solatip dibanding pipi gue," gumam Kalania. "Senajis itukah gue di mata dia? Ah, atau emang dia pada kenyataanya udah enggak tertarik sama cewek? Seme nih jangan-jangan. Lebih parahnya dia mungkin uke."Terkekeh sendiri, selanjutnya itulah yang dilakukan Kalania hingga setelah terus memandangi fotonya dan Rainer, ingatan tentang solatip yang masih menempel di pipi, muncul—membuatnya dengan segera duduk di kursi yang tersedia untuk melepas solatip tersebut sebelum menempel lebih parah di pipinya.Ketika Kalania sibuk dengan solatip, maka
***[Bisa ke kantor penerbitan? Ada yang mau dibicarain sama kamu.]Baru membuka mata beberapa menit lalu, Kalania sudah disuguhkan pesan tersebut yang kini terpampang nyata di layar ponselnya. Beringsut, setelah itu hal tersebutlah yang dia lakukan sebelum mencerna kembali ucapan sang editor yang pagi ini mengiriminya pesan."Ini ada apa nih mendadak disuruh ke penerbitan?" tanya Kalania. "Revisinya kan belum selesai."Masih di fase mengumpulkan nyawa karena rasa pusing yang kini melanda, untuk beberapa saat Kalania duduk bersila hingga setelah tak ada rasa pusing pasca bangun tidur, yang dilakukannya setelah itu adalah; menghubungi Rena sang editor untuk memastikan.Menunggu sedikit lama panggilannya dijawab, Kalania sempat berdecak ketika sang editor tak kunjung menjawan telepon darinya hingga persis ketika dia beranjak dari kasur, panggilan terhubung bahkan suara Rena sang editor yang menangani naskahnya pun terdengar memberikan sapaa
***Dari siapa Calista tahu hubungannya dengan Rainer.Itulah pertanyaan yang langsung memenuhi benak Kalania sekarang dan tentunya tak hanya rasa penasaran, perasaan bingung pun muncul karena harus mengiakan atau menyangkal, Kalania mendadak tak tahu harus melakukan apa sehingga alih-alih langsung memberikan jawaban, dia justru diam."Kalania.""Untuk apa Ibu nanyain itu?" tanya Kalania. "Apa ini ada kaitannya sama kerjasama kita sebagai penulis dan penerbitan.""Ya intinya jawab dulu sih, saya pengen tahu soalnya," kata Calista. "Benar enggak kamu pacarnya Rainer?""Kalau yang ibu maksud itu Rainer Langit Mahendra yang punya saudara kembar Rajendra Bintang Mahendra dan Aisha Bulan Mahendra, jawabannya iya," ucap Kalania. "Saya pacarnya dia dan hubungan kami belum berjalan lama.""Oh jadi kamu.""Jadi kamu?" tanya Kalania dengan sebelas alis yang kini naik. "Maksud Ibu gimana?""Ya itu kamu," kata
***"Apa?" tanya Kalania—masih di mode singa, karena demi apa pun dia tak takut sama sekali pada Calista. "Udahlah, enggak penting banget saya ngeladenin cewek ambisius kaya Ibu. Cari sana bu cowok lain yang mau sama ibu, jangan ambil pacar saya. Nanti saya viralin lho di sosmed. Gini-gini saya pengikutnya banyak.""Belagu kamu!" ujar Calista—masih dengan suara tinggi, yang justru dimanfaatkan Kalania untuk meledek."Iri bilang sahabat, wle!"Terlalu malas untuk berdebat lebih lama, setelahnya Kalania memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan Calista dan begitu keluar, dia cukup terkejut melihat para staff yang berkumpul sambil memandangnya."Apa lihat-lihat? Mau gue kasih upil?" tanya Kalania sambil memasukan telunjuknya ke hidung tanpa merasa malu.Tak menunggu jawaban, setelahnya yang dilakukan Kalania adalah pergi dengan segera menuju mobilnya dan begitu sampai, yang dia lakukan adalah; mengomel hingga setelah perasaan
***"Witwiw, cewek!"Berdiri dengan tubuh condong di pagar pembatas lantai dua, godaan tersebut lantas dilontarkan Rajendra pada dua perempuan yang kini terlihat asyik dengan kegiatannya menonton televisi.Bukan orang lain, dua perempuan tersebut adalah Aleora juga Aisha dan tentunya setelah mendapat godaan, kedua perempuan tersebut kompak mendongak untuk melihat sosok Rajendra sebelum akhirnya salah satu dari mereka, buka suara dan bukan Aisha, yang bertanya adalah Aleora sang sesepuh rumah."Kenapa, Jen?" tanya Aleora. "Kamu manggil Mama sendiri udah kaya godain cewek lewat aja.""Hehe." Nyengir, itulah yang dilakukan Rajendra sebelum akhirnya buka suara lagi. "Enggak, Ma, cuman mau nanyain Rainer. Dia kok belum pulang ya? Perasaan ini udah jam lima kurang.""Dia pulang telat hari ini, Jen. Jam tujuhan katanya baru pulang," ucap Aleora."Lembur?" tanya Rajendra."Enggak, ketemu Kala," ucap Aleora. "Tadi Rainer
***Menghela napas kemudian mengubah posisi menjadi miring, Rajendra kini memandang rak berisi album di kamarnya hingga tak berselang lama dia beringsut secara spontan setelah sebuah ide muncul di otak.Tak banyak menunda, setelahnya yang dilakukan Rajendra adalah; mengambil ponsel dan mencari kontak Rainer untuk kemudian dihubungi. Menunggu selama beberapa detik, senyuman terukir di bibir setelah panggilannya dijawab oleh sang kakak."Halo," sapa Rainer singkat seperti biasa."Lo di mana? Kok belum balik?" tanya Rajendra—pura-pura tak tahu."Basement apartemen," kata Rainer. "Kenapa?""Apartemen siapa?" tanya Rajendra yang cukup terkejut, karena dia pikir Rainer akan bertemu dengan Kalania di luar."Kala, gue mau ketemu sama dia sore ini karena ada sesuatu," ucap Rainer. "Kenapa?""Lo ketemuan sama Kala di apartemen dia?" tanya Rajendra kepo. "Kenapa enggak di luar, njir? Bahaya lho.""Bahaya apa?
***"Gila, kan?" tanya Rainer tanpa ragu. "Saya takut kamu mendadak gila kalau enggak dikasih es krim.""Ish."Tak menimpali, Kalania hanya bisa mendengkus sebelum akhirnya berpamitan untuk menyimpan es krim sekaligus membawakan minum. Tanpa membutuhkan waktu lama, Kalania kembali dengan minuman kaleng juga beberapa camilan di toples kecil yang dia bawa secara bersamaan."Minum," ucap Kalania sambil menyodorkan minuman kaleng yang dia bawa. "Di apartemen enggak ada yang spesial, jadi aku cuman bisa suguhin kamu itu.""Kamu minum minuman kaleng?" tanya Rainer dengan raut wajah yang terlihat penasaran."Iya, kenapa?" Kalania balik bertanya. "Air putih juga minum kok, cuman sering aja minum minuman itu. Segar.""Enggak sehat," kata Rainer. "Kurangin minum minuman kaleng karena kadar gulanya tinggi. Diabetes nanti.""Udah," ucap Kalania yang justru membuat Rainer tak mengerti."Maksud kamu?"
***"Ya ketika para mantan lo menghilang setelah lo putusin secara mendadak, Kala malah jadian sama Rainer dan itu tuh kaya revenge, Njir!" ujar Keano. "Mana sifat dan sikapnya berubah jadi lebih baik setelah sama Rainer. Manusiawi sih kalau lo gagal move on karena pasti enggak gampang juga buat nahan rasa setiap ketemu sama dia.""Dan masih sangat bisa kalau lo mau ambil lagi Kala dari Rainer mumpung hubungan mereka belum terlalu jauh," ucap Rega yang tentu saja mendapat teguran dari Zion."Ngajarin yang sesat lo," celetuk Zion. "Terjadi perang saudara di keluarga Om Raiden, lo mau tanggung jawab emangnya? Kena lo nanti sama pisau bedah Omnya Rainer sama Rajendra. Siapa sih namanya? Dokter Regal ya?""Regan, bego," kata Keano—mengoreksi. "Kue mari kali ah, Regal.""Ya mangap, salah sehuruf doang," kata Rega dengan segera."Mangap-mangap pala lo mangap."Terkekeh, itulah respon Rajendra untuk ucapan yang dilontarkan Keano hingga setelahnya keempat orang pria tersebut mengalihkan atens
***"Tadi lo lihatin apa? Kok kaya diem sebentar terus lihatin sesuatu di kerumunan penonton?"Tengah duduk sambil menyedot air putih dari botol, Rajendra seketika menoleh setelah pertanyaan tersebut dilontarkan Rega—sang gitaris band tempatnya bernaung, yang kini duduk tak jauh darinya.Barusaja menyelesaikan dua lagu sebagai pembuka acara, Rajendra dan teman-temannya memang turun sementara dari panggung dan tak berkeliaran ke mana saja, mereka tentunya pergi ke backstage untuk beristirahat karena nanti masih ada tiga lagu yang harus Rajendra bawakan di acara universitas tempat dia berkuliah.Ditonton Rainer, Rajendra awalnya cukup bersemangat menampilkan penampilan terbaik seperti biasa, hingga pemandangan di tengah kerumunan penonton cukup menarik perhatiannya—membuat rasa panas di dalam hati entah kenapa mendadak datang.Kalania dan Rainer.Itulah yang menarik atensi Rajendra di tengah aksi panggungnya beberapa waktu lalu. Membawakan lagu yang bisa dibilang asik untuk dipakai berj
***Tak macam-macam apalagi membahayakan, ide yang didapatkan Kalania adalah; sesuatu hal yang aman dan bukan mengempesi ban mobil atau yang lainmya, Kalania kini justru berjalan ke depan mobil untuk kemudian naik ke atas kap dam duduk di sana.Rainer? Pria itu kini nampak fokus dengan ponselnya hingga ketika mengangkat pandangan, dia hampir saja terperanjat."Astaga!" seru Rainer spontan, sementara Kalania sendiri kini tersenyum sambil memandangnya dengan raut wajah tanpa dosa—membuat dia tentu saja lekas menyembulkan kepala dari kaca yang masih terbuka lebar. "Kamu ngapain duduk di kap mobil saya, Kalania? Turun!""Lah katanya tadi kamu bilang bebas," ucap Kalania—berpura-pura polos untuk menutupi rasa bahagiamya setelah berhasil membuat seorang Rainer jantungan. "Kamu ngomong ke aku katanya mau di kap mobil juga silakan kalau berani dan aku berani, jadi aku duduk di sini. Apanya yang salah?""Ya Tuhan, salah apa saya sampai harus bertemu spesies perempuan macam Kalania?" tanya Rain
***"Duh udah cantik belum sih gue? Mendadak gugup nih mau malam mingguan sama Rainer."Berdiri sambil mengamati penampilannya dari atas kepala hingga ujung kaki, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Kalania pada dirinya sendiri yang kini dilanda rasa bingung.Bukan tanpa alasan, bingungnya Kalania datang setelah perasaan tak cocok terhadap outfit yang dia kenakan tiba-tiba saja menghampiri. Padahal, bukan acara ecek-ecek, yang akan Kalania hadiri malam minggu ini adalah acara yang bisa dibilang penting.Konser Rajendra bersama anggota bandnya.Bukan acara makan malam bersama Lukman juga Sellina, yang akan Kalania datangi malam ini justru konser sang mantan karena meskipun sempat mendapat ajakan untuk makan malam bersama kedua orang tuanya, pilihan Kalania tetap jatuh pada konser Rajendra sehingga selain menerima, Sellina juga Lukman tentunya tak bisa melakukan apa-apa lagi.Namun, karena malam minggu ini Kalania tak bisa, hari minggu besok dia harus mau datang ke rumah sang papa un
***Sementara Rajendra sibuk mengomel, maka jauh di apartemen sana Kalania justru puas tertawa setelah berhasil menggoda mantan kekasihnya tersebut, dan yaps! Dia pikir rencananya untuk berpura-pura berpacaran dengan Rainer bukan suatu hal yang buruk, karena meskipun sedikit, Kalania perlahan bisa membalaskan dendamnya pada sang mantan."Kena lo, panas kan?" tanya Kalania. "Meskipun selalu bilang enggak, sedikit besarnya gue yakin lo panas lihat gue sama Rainer, Rajendra dan itu bikin gue makin semangat buat manasin lo biar lo sadar kalau gue enggak kaya mantan lo sebelumnya yang lemah tak berdaya."Memudarkan senyuman, perlahan Kalania melakukan hal tersebut hingga ketika ucapan Rajendra tadi melintas di benak, dia kembali buka suara."Sellina istri Papa bukan mantannya Rainer, gue lega," kata Kalania. "Enggak lucu juga kalau gue dekat sama mantan mama tiri gue."Lega, itulah yang dirasakan Kalania hingga selang sepuluh menit pasca memutuskan sambungan telepon dengan Rajendra, sebuah
***[Jangan telepon gue, Rajendra! Gue enggak mau ngomong sama lo. Gue cuman mau tanya sesuatu.]Duduk di sofa kamar, Rajendra tersenyum tipis setelah membaca pesan yang dikirim Kalania beberapa detik lalu. Sampai hampir lima belas menit ke belakang, Rajendra memang tiba-tiba saja mendapat pesan dari sang mantan persis ketika dirinya masuk ke kamar.Tak diam, tapi tak membalas pula pesan dari Kalania, yang dilakukan Rajendra selanjutnya adalah; menghubungi langsung nomor sang mantan. Namun, alih-alih dijawab, panggilannya justru ditolak lalu setelahnya, Rajendra mendapat pesan dari Kalania yang berisi sebuah ungkapan kesal.Rajendra kesal? Sialnya tidak, karena mendapat omelan dari Kalania, yang muncul di benaknya justru rasa gemas. Bukan tanpa alasan, perasaan tersebut muncul setelah dia cukup menyadari perubahan pada diri sang mantan yang terlihat lebih berani dibanding ketika berpacaran dengannya, karena alih-alih sewot seperti sekarang, Kalania selalu bersikap manis ketika berkomu
***"Kal, gue bukan tukang halu kaya lo yang pinter ngarang," kata Tami. "Lagian pas gue tanya serius apa enggak ke tuh staff yang tadi cerita, dia jawab serius kok bahkan dia minta gue tanyain langsung ke pacarnya yang juga wisuda sama Rainer. Jadi ya gue pikir tuh cerita valid. Saking sakit hatinya sama tuh mantan, Rainer nutup hati rapat-rapat buat cewek jadi sikapnya dingin apalagi sama cewek.""Apa karena itu juga ya Rainer enggak ngaku pernah pacaran ke gue?""Maksudnya?""Ya tadi pas ngobrol, gue bahas hubungan gitu terus gue juga tanya Rainer pernah pacaran apa enggak dan dia jawabnya enggak," kata Kalania. "Apa itu karena sakit hatinya dia sama mantan yang lo ceritain ya?""Bisa jadi sih soalnya enggak lama juga, kan, mereka pacaran dan yang paling perih, Rainer diputusin secara mendadak cuy," kata Tami. "Siapa yang enggak sakit hati coba? Lagian heran banget gue sama tuh cewek, apa sih yang bikin dia mutusin Rainer yang seganteng itu.""Mungkin karena enggak cocok?""Enggak
***"Makasih ya untuk hari ini. Kamu udah bantuin aku cari penerbitan dan kamu juga mau aku ajak makan sama-sama. Aku senang karena meskipun cuman pura-pura, kita serasa pacaran beneran."Sampai di dekat mobil Rainer yang terparkir di depan gedung, ucapan tersebut lantas dilontarkan Kalania pada sang kekasih palsu yang malam ini sengaja dia antar.Makan malam selesai, sekitar pukul setengah delapan, Rainer memang berpamitan untuk pulang tanpa mau dicegah lagi dan sebagai kekasih palsu yang baik, Kalania menawarkan diri untuk mengantar putra sulung Aleora tersebut sampai ke lobi.Rainer menerima? Tentu saja tidak.Menolak tawaran diantar, Rainer berdalih tentang dirinya yang sudah sangat cukup dewasa untuk turun sendiri ke lobi. Namun, alih-alih menerima keputusannya, Kalania justru memaksakan diri untuk mengantar sehingga selain pasrah, Rainer tak melakukan hal lain lagi karena untuk berdebat dengan gadis tersebut, dia malas.Menguras emosi bahkan energi, hal tersebut akan Rainer rasa
***Tak langsung memberikan jawaban, yang dilakukan Sellina setelahnya adalah; memandang Rajendra selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata,"Aku akan jawab pertanyaan kamu, tapi kamu juga harus jawab pertanyaan aku.""Tentang apa? Hubungan gue sama Kala atau alasan gue ada di apartemen Kala?""Dua-duanya bisa?" tanya Sellina."Of course," kata Rajendra. "Kalau pengen tahu hubungan gue sama Kala apa, dia mantan pacar gue dan alasan gue ada di apartemen Kala tadi tuh buat awasin dia pacaran sama cowok yang sangat penting di hidup gue.""Siapa?""Rainer," kata Rajendra. "Asal lo tahu, alasan gue bawa lo pergi dari apartemen tadi tuh supaya Rainer enggak tahu ada lo karena kalau tahu, dia pasti sedih. Makanya gue langsung ajak lo pergi sejauh mungkin dari apartemen Kala.""Rainer pacarnya Kala?""Iya," kata Rajendra. "Setelah bertahun-tahun gagal move on dari lo, Rainer akhirnya buka hati juga dan yang dia pacarin tuh mantan gue. Jadi gue awasin mereka karena bisa aja mereka macam-ma