Lelaki itu berjalan melewati Aldo dan langsung memeluk Vanesa dihadapan semua orang. Dia juga menciumnya mesra. "Sayang, aku menunggumu di kantor. Tapi, kenapa kamu nggak datang juga?"Vanesa sedikit canggung, dia melepaskan pelukan itu. "Aku baru saja sadar, efek mabuk semalam. Jadi belum sempat untuk menemuimu," jawab Vanesa, dia melirik ke arah Aldo yang sejak tadi memandanginya."Its oke, ayo kita pergi sekarang. Aku sudah mem-booking mu untuk seharian ini," seru Demian, dia sangatlah bersemangat sekali."Ke- kemana?" Vanesa bertanya-tanya sendiri.Mami Ayu langsung menjawab pertanyaan Vanesa, "Pergilah, Vanesa. Tuan Demian sudah mem-booking mu untuk hari ini. Jadi, bersenang-senanglah."Vanesa tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut, karena itu sudah menjadi pekerjaannya. "Oke, ayo kita pergi sekarang!"Demian tersenyum senang. Dia berbisik pelan pada Vanesa. "Seharusnya kamu jangan menutupi lehermu, karena terlihat sangat seksi sekali."Pipi Vanesa langsung memerah, dia sangat
Vanesa terus menangis dalam pelukan Demian. Lalu, lelaki itu mencoba untuk menghiburnya. "Sudah, jangan menangis lagi. Sekarang kamu harus membuktikan kalau dirimu lebih kuat dari siapapun. Buktikan pada mereka suatu hari nanti, bahwa kamu nggak gampang untuk ditindas," ucap Demian."Tentu saja aku harus kuat. Aku ingin mencari banyak uang untuk membalas orang yang telah menghancurkan hidupku. Ya, meski harus bekerja secara kotor seperti ini," balas Vanesa.Demian menarik dagu Vanesa, lalu dia berbicara dengan lembut, "Kotor? Bagian mana yang kotor? Biar aku membersihkannya."Vanesa mendorong pelan tubuh Demian yang berusaha untuk mencumbunya. "Sudah cukup hari ini, Tuan. Aku nggak ingin memancing hasratmu lagi," ucap Vanesa, dia menolak hasrat Demian yang mulai bergejolak.Demian mengejar Vanesa yang mencoba untuk kabur. "Sayang, sekali lagi oke! Besok aku akan terbang ke luar negeri. Jadi kita nggak akan bertemu dalam waktu yang lama. Please, sekali lagi!""Nggak, Demian. Aku nggak
Tanpa sadar Aldo menindih Vanesa. Dia sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi. Vanesa pun memberontak untuk menghindari cumbuan Aldo."Aldo, please sadarlah! Kamu nggak seharusnya melakukan ini. Aldo, sadarlah! Aku mohon sadarlah!" Vanesa terus berteriak untuk menyadarkan Aldo.Vanesa terus menghindar hingga tangannya tak sengaja memukul wajah Aldo. Pukulan itu sedikit menyadarkannya. Dia membuka mata dan melihat wajah panik Vanesa."Vanesa ... kamu sudah pulang. Maaf aku hampir saja melakukan hal buruk," seru Aldo, dia segera bangkit dan menyingkir dari tubuh Vanesa.Aldo kembali berbaring di atas ranjang. Kepalanya sangat pusing sekali. "Aku benar-benar tidak sadar, Nes. Maafkan aku ya," ucapnya lagi.Vanesa duduk di samping Aldo yang terus memegangi kepalanya. "Aku nggak apa-apa, hanya saja aku khawatir kalau kamu hilang kendali dan tak mengenaliku," jawabnya.Aldo mendesah pelan, dia terus kepikiran dengan apa yang dilakukannya tadi. Sedankan, Vanesa masih menatap bingung lelaki
Waktu demi waktu berlalu sejak saat itu. Hubungan tanpa status terus dijalani oleh Vanesa dan juga Aldo. Mereka saling mengagumi dan membutuhkan tanpa berharap ke status yang jelas.Dua tahun berlalu, Vanesa menjadi primadona di lokalisasi milik mami Ayu. Dia semakin banyak langganan karena keahlian memijatnya yang populer di kalangan orang kaya.Vanesa menghasilkan uang tanpa harus bersetubuh seperti yang lainnya. Setiap ada yang mem-booking dirinya harus melalui seleksi khusus dari Aldo. Dia harus memastikan kalau lelaki yang memesan Vanesa adalah orang yang baik.Aldo tidak akan membiarkan orang yang berniat buruk untuk menjadi pelanggan Vanesa. Dia akan siap menghajar orang itu jika hal yang yang tak diinginkan terjadi.Tok!Tok!Tok!Vanesa beranjak dari meja riasnya untuk membuka pintu kamar. Pintu terbuka dan dia melihat Aldo sedang berdiri di depannya. "Iya, ada apa Aldo?""Mami Ayu ingin bertemu denganmu di bawah. Aku tunggu ya, nanti kita berangkat bareng. Katanya ada seseor
"Nesa, kamu kenapa bengong?" seru Demian membuyarkan lamunan Vanesa.Vanesa langsung memalingkan wajahnya. "Aku, aku tidak apa-apa!" jawabnya gugup.Demian pun memanggil temannya agar mendekat. "Keynan, kemarilah! Aku perkenalkan padamu dengan gadis yang sering aku ceritakan!" seru Demian dengan polosnya.Vanesa sedikit gemetar ketika melihat Keynan berjalan mendekat padanya. Demian juga merasa aneh dengan sikap gugup Vanesa."Sayang, apa kamu sedang tidak enak badan?" tanya Demian.Vanesa hanya menggeleng saja, dia tidak berani menatap mata Keynan yang terus memandanginya. "Keynan, duduklah! Aku akan memesan minuman malam ini. Aku jamin kesedihanmu akan hilang jika mengobrol dengan Vanesa," ujar Demian.Keynan tersenyum menyeringai."Kamu benar, malam ini aku pasti akan terhibur sekali. Bisakah, kamu meninggalkan aku berdua dengannya. Aku hanya ingin memastikan bahwa omonganmu itu benar," balas Keynan dengan pandangan lurus ke arah Vanesa."Ck, apa kamu tidak ingin memberikanku kesem
"Percayalah Key, aku nggak pernah melakukannya dengan siapa pun. Aku mohon hentikan!" Vanesa terus berteriak pada Keynan yang hampir memaksanya.Keynan berhenti, dia memandang wajah Vanesa lebih dekat. "Apa benar yang kamu ucapkan? Aku nggak bisa terima jika kamu menjual diri pada orang lain, Nesa.""Aku nggak bohong, sejak kejadian itu aku nggak pernah lagi berhubungan dengan orang lain," jawab Vanesa.Keynan mulai melepaskan kedua tangan Vanesa. Setelah itu dia menegakkan sandaran kursinya. "Apa kamu bisa jelaskan video yang aku lihat dulu, Nes? Aku masih meragukan cerita dari video tersebut," tanya Keynan penasaran.Vanesa kembali duduk dan merapikan lagi dress-nya yang terkoyak. "Percuma saja kamu mencari tahu kebenarannya, Key. Kalau aku ceritakan sekalipun, kamu nggak akan memercayainya," ucap Vanesa."Aku hanya ingin tahu kebenarannya, Nes. Apa pun penjelasanmu akan aku dengarkan," seru Keynan.Vanesa tersenyum sinis, dia tak habis pikir karena Keynan lah yang meminta penjelasa
Nama Keynan membuat Aldo sangat penasaran bahkan sampai tidak bisa tidur semalaman. Dia terus duduk dan bermain ponsel sampai pagi tiba. Terasa pegal, Aldo berdiri dari tempatnya kemudian menuju ke toilet untuk mencuci muka.Lima menit kemudian, Vanesa bangun dari tidurnya. Pelan-pelan dia mengerjapkan matanya melihat sekeliling ruangan. Lalu, muncullah Aldo dari toilet dengan menyapanya."Kamu sudah sadar, aku sangat khawatir sekali,"ucap Aldo, dia berjalan menghampiri Vanesa.Vanesa memalingkan wajahnya yang terlihat cemberut. Aldo tersenyum gemas. Dia mendekat dan mencium dahi Vanesa. "Beginikah caramu berterima kasih padaku? Hem?""Nggak ada cium-ciuman! Kamu sangat menyebalkan!" seru Vanesa dengan mendorong pelan wajah Aldo.Sikap itu membuat Aldo semakin gemas."Maaf, handphoneku mati karena kehabisan baterai. Kamu ada masalah apa, tumben banget minum alkohol? Nggak ingat dengan asam lambung," ucapnya penuh perhatian."Biarin, aku hanya sedang suntuk dan bosan saja kok!""Bosan?
Aldo jatuh tersungkur, hal itu membuat Vanesa panik. Dia reflek turun dari ranjang tanpa memperhatikan infus yang tertanam di tangan. "Keynan, stop hentikan! Jangan kamu pukul, Aldo," teriaknya keras. Darah segar mengalir dari pergelangan tangannya.Vanesa panik dengan mendorong mundur Keynan. "Apa kamu sudah gila sehingga membuat keributan di sini?""Jadi kamu lebih membelanya daripada aku?" sahut Keynan keras.Vanesa membantu Aldo berdiri. "Bukankah sudah terlihat sangat jelas. Kalau aku nggak membelanya, maka harus membela siapa lagi? Apakah aku harus membelamu? Setelah hal buruk yang kamu lakukan padaku. Kamu harus ingat kesalahanmu, Keynan. Karena, sampai kapanpun aku nggak akan pernah lupa.""Tapi aku masih sayang padamu, Vanesa. Aku ingin kita kembali, aku ingin minta maaf dan menebus semua kesalahanku. Aku mohon, Nes. Maafkan aku!" ucap Keynan terus memohon.Aldo merasa muak dengan semua ucapan Keynan. Emosinya semakin terpancing."Apakah telingamu tuli sehingga nggak mendengar
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,