Dinar meringis sambil duduk bersandar di tiang, Dirham dengan panik langsung mengangkatnya horizontal. Air mata Dinar tidak henti-hentinya mengalir, dia memegang bagian bawah perutnya.
“Bertahan, kita ke rumah sakit sekarang.” ucap Dirham, rasa kesalnya terhadap tindakan Dinar yang nekad pergi tanpa pertimbangan tidak diperhatikan.“Terima kasih sudah menolong istri saya.” tas baju Dinar dibawa sekalian, dia berjalan menuju mobilnya.Orang-orang yang berkerumun itu bubar setelah mendengar ucapan Dirham.
Dinar dibaringkan di tempat duduk belakang. Mobil itu meluncur dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat.“Am, sakit!” “Sebentar lagi sampai, tahan dikit lagi.” Dirham menambah kecepatan mobilnya.15 menit berlalu, akhirnya mobil Dirham sampai di depan rumah sakit, dan berhenti tepat di depan pintu IGD, Dirham kembali menggendong istrinya, dia semakin khawatir karena bagian bawah Dinar basah, dia melihat darah. Apa ini?
“Sust“Azankan dulu dia, kalau tidak bisa azan, biar suster tadi memanggil perawat lelaki.” suara ketus itu membuat Dirham terkesiap. Ia segera menoleh pada Dinar yang tidak melihatnya sama sekali. Sepertinya mood Dinar sedang tidak baik. “Aku bisa, Di. Aku sendiri yang akan melakukannya.” Dengan tangan gemetar Dirham mengangkat bayi mungil itu, seumur hidup inilah kali pertama dia memegang bayi yang baru lahir, matanya berkaca-kaca. Senyumnya mekar melihat wajah mungil itu, Bayi itu begitu cantik persis seperti wajah Dinar, tapi hidung dan bibirnya ikut dia. Ini sangat luar biasa. Dirham mulai melafalkan azan di telinga kanan putrinya. Bayi itu begitu nyaman tidur dalam dekapan hangat papanya, melihat itu Dinar berlinang air mata, apa benar dia tidak ada hak lagi atas putrinya seperti yang tertera pada surat perjanjian bodoh yang pernah disetujuinya dulu. Bayi mungil itu menangis kencang ketika Dirham mele
“Del, aku mau minta tolong, kita bisa bertemu sekarang?”(Di, ada apa? Bisa kok. Mau ketemu di mana?)“Jangan ajak Mas Zaky, ini penting Del, kumohon.” Dinar sudah nekad.(Mas Zaky keluar kok, ketemu sama klien dia.)“Bisa ambil aku di Rumah Sakit Bunda Sehat?”(Kamu sakit?)“Nanti aku cerita, aku tunggu di luar gerbang, cepat Del.. tolong jangan sampai lama.”(Iya, aku tahu Rumah sakit itu, dekat kok dari sini.)Dinar menutup panggilan. Dia tidak tahu lagi harus meminta tolong siapa. Yang terlintas di benaknya hanya nama Delia sekarang.‘Ruby, baru berapa menit Bunda sudah kangen kamu, nak.’ air mata kembali mengalir, diseka, mengalir lagi, begitu terus. Hingga hidungnya merah.Di kamar rawatan, Santi melangkah masuk sambil membawa segelas air teh untuk Dinar.“Maaf Non, antri banget tadi di kantin jad
“Katakan pada Am kalau ini tidak benar, Ma. Tolong katakan kalau ini hanya mimpi.” Dirham menangis dalam pelukan sang bunda.“Sabar Am, dengarkan Mama. Mama yakin ini akan terjadi karena Mama tahu, di lubuk hati Am yang paling dalam, Am mencintai Dinar. Am sudah lama jatuh cinta dengan istri Am, tapi Am tak menyadarinya. kenapa? Karena Am ego. Am tidak mau mengakui itu semua.”Nora yang sudah mendengar cerita dari Santi secara garis besarnya tadi merasa iba melihat keadaan putranya. Tangannya mengusap rambut anaknya, menepuk-nepuk punggung Dirham dan memberi semangat untuknya.“Am menyesal Ma, ternyata setelah dia pergi baru Am sadar, kalau dia bagian dari diri Am, dia pemilik hati Am.”Baru tiga hari ditinggal oleh Dinar tapi sudah berantakan seperti kematian istri 7 harinya. Dia yakin Dirham akan menyesal karena telah melukai perasaan istrinya, dulu sudah diperingatkan, tapi bandel. Nora ti
20 bulan berlalu. Dengan cekatan tangan gadis itu mencuci piring-piring yang menumpuk di sampingnya, tangan yang sudah pegal dan kesemutan tidak dihiraukan, dia ingin tetap bekerja untuk mengumpulkan uang yang banyak. Dia perlu bekerja keras sekarang ini. Jilbab instan yang dipakainya sekali-kali jatuh dan kembali disampirkan di atas pundaknya, masker yang selalu menjadi pakaian wajibnya terus dipakai. Memang wajahnya bisa ditutup tapi tidak matanya yang sudah membentuk lingkaran hitam, mata panda karena kurang istirahat. “Lea, kenapa kerjamu makin lambat sekarang? Lihatlah tumpukan piring kotor makin banyak, kenapa tidak selesai-selesai dari tadi.” Omelan dari Titin, kepala staff di restoran terus saja terdengar tidak puas dengan kerjaan gadis yang dipanggil Lea itu. “Ini sudah cepat Mbak, nanti saya percepat lagi.” “Kenapa sih tiap hari kamu pakai masker? nggak kepanasan apa?” “Saya la
“Kalian ini keterlaluan, lamban! Saya bayar kalian itu mahal, untuk cari satu orang saja tidak becus!” Dirham mengamuk di depan anak buahnya. Waktu setahun lebih adalah waktu yang terlalu bertele-tele, terlalu lama. Bahkan kabar saja mereka tidak bisa dapatkan, apalagi orangnya. “Begini Boss, kami sebelum ini kan melakukan pencarian di tempat-tempat yang mungkin istri boss pergi, tapi di luar kota. Kami akan mulai fokus di area Jabodetabek saja boss.” “Jadi maksud kalian, saya harus beri waktu lagi? Mau berapa lama, huh?” “Maaf Boss, dalam seminggu lagi saja kami butuh waktu, sepertinya ada yang tidak beres dengan kehilangan istri Boss.” “Maksudnya, istri saya sudah meninggal, gitu?” Dirham semakin berang. “Bukan, Boss!” “Lalu? Apa maksud ngomong gitu tadi?” “Mungkin saja istri anda mengubah identitas, nama atau penampilan. Itu dugaan sementara kami, karena tanpa lakukan itu kita past
Dinar berdiri kaku tanpa menoleh ke belakang, suara yang selalu menggetarkan hatinya itu begitu dekat. Dia ingin berbalik dan memeluk tubuh pria yang selalu muncul di kotak ingatannya.“Bentar Sayang, kita bantu tante itu ya..”“Oteh papa... ” Air mata Dinar kembali jatuh, degup jantungnya berdetak laju. Itu suara putrinya. Suara yang baru pertama kali didengarnya itu akan dia simpan dalam memorynya. Air matanya tidak mampu untuk di bendung lagi.‘Bunda sayang kamu, Nak.’“Ini mbak, tadi terjatuh.” tanpa menoleh Dinar menerima barang dari tangan Dirham yang ada di sebelah kanannya. Dia lalu mengangguk beberapa kali, berharap dimengerti kalau dia sedang mengucapkan terima kasih.“Kita makan yuk Sayang, tadi Uby lapar, kan?”Suara itu masih terdengar jelas di telinganya, meskipun pria yang sedang menggendong anak kecil itu sudah melangkah pergi meninggalkan
Dirham seperti memenangkan tender proyek besar seumur hidupnya. Dia langsung bangkit dan berdiri ke arah jendela, tidak mau mengganggu tidur pulas putrinya.“Kirim foto atau videonya Jim, kalau memang kau mau aku percaya.”(Sudah saya kirim bos.)“Ok, aku lihat dulu.” dengan tidak sabar Dirham matikan panggilan, ia langsung membuka pesan dari Jimmy, 3 foto. Seorang gadis berjilbab, dengan pakaian berbeda. Dirham meneliti lagi foto pertama, gadis bertubuh kurus, memakai jilbab, dan masker kain. Sedang berdiri di depan mall.Dirham melihat tanggal pengambilan foto yang tertera di bawah foto. Kemarin dan mall yang sama dia pergi.Tunggu!Dirham seperti mengenali baju dan jilbab yang dipakai gadis itu. Tepatnya pernah melihat. Tapi di mana?Dirham mengetuk-ngetuk pelipisnya, memaksa otaknya untuk memutar lagi kejadian kemarin, tepatnya di mall.‘Masya Allah, jadi itu kamu, Sayang.&r
Dirham keluar dari mobil, malam sudah hampir pagi, suasana yang sepi membuatnya merasa tenang seketika. Pria itu melihat kiri-kanan sebelum membuka pintu kayu berwarna cokelat tua itu, ia sangat berhati-hati dan melakukannya tanpa mengeluarkan bunyi sama sekali, ini adalah perkara gila yang pertama dilakukan oleh seorang Dirham Assegaff, membuka pintu rumah orang dengan kunci cadangan. Tidak ubahnya seperti pencuri.Setelah ia selesai meeting jam tiga sore tadi, Diki membawanya bertemu dengan Bu Tika, pemilik kost yang disewa oleh istrinya. Dengan harapan Bu Tika akan percaya dan mengijinkan ia untuk masuk dalam rumah sewa Dinar tanpa diketahui oleh gadis itu. Dengan bukti buku nikah, dan foto pernikahannya dengan Dinar serta menceritakan sedikit masalah antara ia dan Dinar sehingga istrinya itu kabur dari rumah, berusaha membuat Bu Tika percaya padanya, dan akhirnya wanita setengah baya itu memberikan kunci cadangan pada Dirham dengan syarat, jangan ada keributan