20 bulan berlalu.
Dengan cekatan tangan gadis itu mencuci piring-piring yang menumpuk di sampingnya, tangan yang sudah pegal dan kesemutan tidak dihiraukan, dia ingin tetap bekerja untuk mengumpulkan uang yang banyak. Dia perlu bekerja keras sekarang ini. Jilbab instan yang dipakainya sekali-kali jatuh dan kembali disampirkan di atas pundaknya, masker yang selalu menjadi pakaian wajibnya terus dipakai. Memang wajahnya bisa ditutup tapi tidak matanya yang sudah membentuk lingkaran hitam, mata panda karena kurang istirahat.
“Lea, kenapa kerjamu makin lambat sekarang? Lihatlah tumpukan piring kotor makin banyak, kenapa tidak selesai-selesai dari tadi.” Omelan dari Titin, kepala staff di restoran terus saja terdengar tidak puas dengan kerjaan gadis yang dipanggil Lea itu.
“Ini sudah cepat Mbak, nanti saya percepat lagi.”
“Kenapa sih tiap hari kamu pakai masker? nggak kepanasan apa?”
“Saya la
“Kalian ini keterlaluan, lamban! Saya bayar kalian itu mahal, untuk cari satu orang saja tidak becus!” Dirham mengamuk di depan anak buahnya. Waktu setahun lebih adalah waktu yang terlalu bertele-tele, terlalu lama. Bahkan kabar saja mereka tidak bisa dapatkan, apalagi orangnya. “Begini Boss, kami sebelum ini kan melakukan pencarian di tempat-tempat yang mungkin istri boss pergi, tapi di luar kota. Kami akan mulai fokus di area Jabodetabek saja boss.” “Jadi maksud kalian, saya harus beri waktu lagi? Mau berapa lama, huh?” “Maaf Boss, dalam seminggu lagi saja kami butuh waktu, sepertinya ada yang tidak beres dengan kehilangan istri Boss.” “Maksudnya, istri saya sudah meninggal, gitu?” Dirham semakin berang. “Bukan, Boss!” “Lalu? Apa maksud ngomong gitu tadi?” “Mungkin saja istri anda mengubah identitas, nama atau penampilan. Itu dugaan sementara kami, karena tanpa lakukan itu kita past
Dinar berdiri kaku tanpa menoleh ke belakang, suara yang selalu menggetarkan hatinya itu begitu dekat. Dia ingin berbalik dan memeluk tubuh pria yang selalu muncul di kotak ingatannya.“Bentar Sayang, kita bantu tante itu ya..”“Oteh papa... ” Air mata Dinar kembali jatuh, degup jantungnya berdetak laju. Itu suara putrinya. Suara yang baru pertama kali didengarnya itu akan dia simpan dalam memorynya. Air matanya tidak mampu untuk di bendung lagi.‘Bunda sayang kamu, Nak.’“Ini mbak, tadi terjatuh.” tanpa menoleh Dinar menerima barang dari tangan Dirham yang ada di sebelah kanannya. Dia lalu mengangguk beberapa kali, berharap dimengerti kalau dia sedang mengucapkan terima kasih.“Kita makan yuk Sayang, tadi Uby lapar, kan?”Suara itu masih terdengar jelas di telinganya, meskipun pria yang sedang menggendong anak kecil itu sudah melangkah pergi meninggalkan
Dirham seperti memenangkan tender proyek besar seumur hidupnya. Dia langsung bangkit dan berdiri ke arah jendela, tidak mau mengganggu tidur pulas putrinya.“Kirim foto atau videonya Jim, kalau memang kau mau aku percaya.”(Sudah saya kirim bos.)“Ok, aku lihat dulu.” dengan tidak sabar Dirham matikan panggilan, ia langsung membuka pesan dari Jimmy, 3 foto. Seorang gadis berjilbab, dengan pakaian berbeda. Dirham meneliti lagi foto pertama, gadis bertubuh kurus, memakai jilbab, dan masker kain. Sedang berdiri di depan mall.Dirham melihat tanggal pengambilan foto yang tertera di bawah foto. Kemarin dan mall yang sama dia pergi.Tunggu!Dirham seperti mengenali baju dan jilbab yang dipakai gadis itu. Tepatnya pernah melihat. Tapi di mana?Dirham mengetuk-ngetuk pelipisnya, memaksa otaknya untuk memutar lagi kejadian kemarin, tepatnya di mall.‘Masya Allah, jadi itu kamu, Sayang.&r
Dirham keluar dari mobil, malam sudah hampir pagi, suasana yang sepi membuatnya merasa tenang seketika. Pria itu melihat kiri-kanan sebelum membuka pintu kayu berwarna cokelat tua itu, ia sangat berhati-hati dan melakukannya tanpa mengeluarkan bunyi sama sekali, ini adalah perkara gila yang pertama dilakukan oleh seorang Dirham Assegaff, membuka pintu rumah orang dengan kunci cadangan. Tidak ubahnya seperti pencuri.Setelah ia selesai meeting jam tiga sore tadi, Diki membawanya bertemu dengan Bu Tika, pemilik kost yang disewa oleh istrinya. Dengan harapan Bu Tika akan percaya dan mengijinkan ia untuk masuk dalam rumah sewa Dinar tanpa diketahui oleh gadis itu. Dengan bukti buku nikah, dan foto pernikahannya dengan Dinar serta menceritakan sedikit masalah antara ia dan Dinar sehingga istrinya itu kabur dari rumah, berusaha membuat Bu Tika percaya padanya, dan akhirnya wanita setengah baya itu memberikan kunci cadangan pada Dirham dengan syarat, jangan ada keributan
Dinar seperti mendengar putusan hakim mahkamah. Lagi, sudah 3 kali dia dipecat dari pekerjaan. Ia menelan saliva dengan susah payah. Pahit.“Saya bisa perbaiki kinerja saya, Pak. Tolong beri saya satu kesempatan lagi.” Dinar memohon pada manager yang bernama Wisnu itu. “Maaf, aduan sudah terlalu banyak, saya tidak ingin mengambil resiko ke depannya.”Keputusan pria di depannya seolah sudah tidak dapat diganggu gugat. Gadis itu akur terima nasib.Dinar mengambil amplop yang diletakkan oleh Wisnu tepat di hadapannya.“Terima kasih pak.”Wisnu mengangguk dan mengantar Dinar keluar ruangannya dengan tatapan mata heran, entah kenapa atasannya meminta dia memecat gadis itu.Sampai di rumah kostnya, Dinar segera menghubungi Delia. Bercerita tentang masalahnya. Delia mencoba menenangkan sahabatnya dengan sebuah janji, akan segera mencari info loker untuk Dinar.“Nasib aku sepertinya harus be
Sejak ia menginjakkan kaki di Hotel Pasifik dadanya sudah berombak kencang, Hotel yang baru diresmikan 7 bulan lalu, kerja sama antara dia, Adam sang ayah dan Alex Rayyan, dokter muda keluarga Assegaff yang ternyata adalah seorang pengusaha sukses sebuah cafe dan restoran di daerah Semarang. Tapi karena Alex Rayyan lebih minat dalam bidang kedokteran jadi dia memilih ada di balik layar saja. Sementara Adam kembali memegang AAD Group di bantu oleh Romi dan Aldiano.Sekarang Dirham memegang tampuk kepemimpinan di Hotel Pacifik. Menjalankan amanah dari papa serta sahabat dekatnya. Hotel itu adalah bukti kerja keras dan kegigihannya. Ketekunan dan kesungguhannya selama ini membuahkan hasil yang sangat membanggakan.Dirham tersenyum di depan laptopnya. Ya, dia sekarang tengah memperhatikan seorang staf bagian housekeeping yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, gerak gerik staf itu sangat menarik perhatian dan menyenangkan hatinya, mem
Suara Dewi mengagetkan gadis itu, buru-buru dia mengusap air mata dengan belakang tangan.“Itu Bos besar hotel ini, bersama putri dan calon istrinya.” ucapan Dewi seolah mengaduk perasaan Dinar. Calon istri?‘Tadi begitu manis dan membuat aku percaya, tapi lihatlah sekarang, entah aku harus percaya siapa.’“Malah melamun, ayo naik ke tingkat 3.…”“Kamu nyari aku?” Dinar tidak mau terlalu memikirkan ucapan Dewi tadi, bisa saja itu hanya gosip.“Iya, aku butuh partner lagi untuk membersihkan ruang serbaguna, ada orang penting yang mau membuat acara besar, ayo.” Dewi selaku supervisor di bagian housekeeping mengajak Dinar untuk bergabung dengan staf lainnya.Dinar terus mengikuti langkah Dewi, kesibukan yang dilakukan membuatnya sedikit melupakan kegelisahan hatinya. Tapi telinganya menangkap anak kecil sedang tertawa riang seperti
“Untuk apa aku cemburu?” Dinar menepuk-nepuk punggung Ruby, saat putrinya itu bergerak-gerak dan sedikit merengek.“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Nana, itu yang perlu kamu tahu.” Dinar tidak menyahut. Tidak mudah untuk dia percaya begitu saja.‘Tidak ada hubungan? Mustahil bisa lupa begitu saja. Dulu, waktu aku sentuh dikit soal Nana langsung marah, dan untuk percaya langsung dengan ucapan Dirham, tidak akan aku lakukan, aku belum siap sakit hati.’Mobil meluncur dengan kecepatan sedang membelah jalanan senja yang makin memerah, kebisuan kembali menyelimuti mereka. Meskipun awalnya menolak untuk membantu Dirham membawa Ruby pulang, tapi tetap saja dia akur dengan kemauan sang pria itu. Entah apa yang akan ia jawab nanti saat ketemu mertuanya.Halaman luas itu terlihat sepi, Dirham keluar dari mobilnya, Ruby yang masih tertidur pulas sudah diambil alih dan diangkat secara horisontal.Mata Dinar berkaca-kaca me
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken