“A-aku.. ” Dinar tidak mampu meneruskan ucapannya, hatinya sakit seolah ditusuk dengan pisau tajam. Air matanya sudah bergenang.
“Aku hanya memintamu untuk memindahkan barang-barang itu, bukan membukanya. Barang-barang berharga ini bahkan nilainya lebih tinggi dari apapun termasuk kamu!” napas Dirham turun naik menahan amarah. Berani sekali Dinar menyentuh barang-barang pribadinya. Kenangan yang terus disimpannya. Menjadi pengusir kerinduannya pada sosok gadis yang sangat dicintai.
Aaaargh.
Air mata Dinar jatuh tanpa bisa ditahan lagi, hardikan keras dari suaminya sangat menakutkan, kalimatnya teramat menyakitkan, bahkan suaminya tidak menyadari kalau ucapannya telah melukai hati rawan seorang istri, ternyata penilaian Dirham begitu rendah terhadapnya. Kenangan pahit beberapa bulan lalu mulai berputar di ingatan, dia menunduk menyembunyikan tangis. Dinar terisak pelan. Tangannya memegang erat ujung bajunya. Airmatanya menga
Demi melihat mertuanya sedang berdiri memandang kearahnya, Dinar serta merta berdiri dari pangkuan Dirham. Sementara suaminya ikut berdiri, dasi yang sudah dilonggarkan tadi ditarik lalu dilepaskan dan ditinggalkan begitu saja di sofa. Nora melangkah menuju meja makan diiringi anak dan menantunya. Mata Dirham berbinar senang melihat hidangan di atas meja. Semua adalah pesanannya. Ludah ditelan, terasa kering tenggorokan. Dirham duduk dan menggosok kedua tangannya membayangkan enaknya makanan di depannya, terasa tidak sabar ingin menjamah dan segera menyantap dengan penuh selera. Tangannya dicuci dan mengambil tempe mendoan yang digoreng garing. Sekali gigit, dia langsung tersenyum puas. “Mama masak? enak banget ini, Mam.” “Istri kamulah yang masak, Mama tadi mau bantu masak tapi baru teringat ada beberapa pesanan pelanggan Mama yang belum selesai design-nya, mama pergi melukis dan menantu kesayangan Ma
Mengandung konten 21+ Dirham membawa satu gelas besar coklat panas beserta satu kotak biskuit. Dia duduk di sebelah istrinya.“Jangan pikirkan omongan Julia. Aku tidak mau sampai ada apa-apa, karena kamu banyak pikiran.”“Tapi semua omongannya benar, Am.”“Tidak semua benar. Sudah! sampai di sini saja bahas Julia. Bagus ngomong lainnya. Mmmm, tentang besok.”“Kenapa dengan besok?”“Kita keluar jam 10, ternyata acara esok itu pernikahan temanmu. Tadi ku lihat lagi undangannya.” Dirham mengambil sepotong biskuit dan dimakan. “Aku sudah tau, kemarin Delia menghubungi aku. Dia banyak bercerita.” Dinar mengubah duduknya yang tadi menggantung kaki. Sekarang dia menyandarkan badannya pada dinding gazebo. Dirham melakukan hal yang sama di sebelahnya. “Kamu cerita juga tentang kita?” tanya Dirham sambil matanya terus menatap wajah istrinya. Cantik. “Belum, biar besok dia lihat sendiri.”“Nah makan, aaaa... ” Dinar membuka mulut saat t
Muncul Edo dan Tasya serta staf lain yang bekerja di restoran Azhar. Mereka semua menatap Dinar dan Dirham silih berganti dengan berbagai ekspresi. Yang jelas banyak pandangan tidak suka. Edo melihat Dinar dengan seribu kekecewaan. Dia memang ada rasa spesial untuk Dinar, tapi dia terlambat sekarang, Dinar sudah dimiliki pria lain. Ada rasa perih menggores hati Edo. Tapi apa daya Dinar bukan jodohnya. Dan dia harus akur terima ketentuan takdir dalam hidupnya. “Aku suami dia. Jawaban itu sudah cukup jelas,¹ kan? Tidak perlu tanya yang lain.” Dingin dan angkuh! itu kesan yang ditangkap oleh teman-teman Dinar yang ada di tempat itu. Delia memegang tangan Dinar. Edo memejamkan mata, kenyataan yang tidak ingin dia dengar saat ini. Sementara Zaky berbisik pada istrinya, dan pergi menuju ke belakang. “Jangan pulang dulu, duduklah sebentar. Aku yakin banyak cerita y
Dirham membalikkan badan serta merta, inilah saatnya dia tahu kebenaran dari mulut lelaki yang dicurigai selama ini. Dinar takut akan ada salah paham diantara Zaky dan Dirham hingga terjadi perkelahian.“Maaf, aku akan pulang ya, Del. Suamiku sudah mengajakku pulang.” Dinar berdiri dari duduknya. “Tidak! Kita pulang nanti, Fathia adalah adik kandungku, kau mengenal adikku, Zaky Azhar?”Pria bernetra coklat cair itu menarik kursi di sebelah Dinar dan duduk dengan sorot mata tajam menatap wajah Zaky penuh selidik. Dinar juga kembali duduk di kursinya, wajahnya tampak gelisah.Dia tegang. “Oo, aku baru ingat. Mas Dirham ini pernah datang ke kampus untuk menjemput Fathia dulu, kan? Dia apa kabar sekarang, Mas? Masih kuliah di luar negeri kan, ya?” Dirham terkesiap mendengar pertanyaan dari Zaky, pengantin baru yang berumur lebih muda 7 tahun darinya itu seolah tidak tahu tentang kematian Fathia. Apa benar Zaky memang tidak tahu sama sekali tentang Fa
Pak Doni Azhar dan Bu Ambar berdiri tepat di belakang Dinar dan Dirham. Mereka sempat mendengar obrolan antara Dinar dan suaminya meskipun kurang jelas. Dinar berdiri dan melangkah menghampiri pria seumuran almarhum ayahnya itu lalu mencium tangannya dengan hormat. Doni Azhar adalah bosnya, ayah dari Zaky itu kenalan ayah dan ibunya. Mereka pernah bertemu ketika sama-sama menghadiri acara pernikahan saudaranya di kota Solo. Mereka menginap di hotel yang sama dan akhirnya berkenalan. Itu terjadi sudah beberapa tahun lalu waktu mendiang ayah Dinar masih ada. “Bapak, gimana kabarnya?” “Dinar. Ini suami kamu? Tadi ngomong apa yang tidak perlu diketahui orang lain?” Dinar tersenyum kikuk. Pasti Pak Doni sempat mendengar obrolannya bersama Dirham tadi. “Oh itu tentang rencana kejutan ulang tahun saya.” Dinar berbohong demi menutupi tragedi di masa lalunya dengan Dirham. “Begitu, tidak mau kenalin s
“Turunkan Mama Am, ada apa sih?” Nora menjerit dan menepuk lengan putranya. Dirham masih mengangkatnya dan membawanya berputar-putar, Dinar sekarang mengambil alih memegang selang air. Dia memberi waktu pada Dirham dan ibunya untuk menikmati kebahagiaan mereka.Tadi jam 3 sore Dirham pulang dari kantor untuk membawanya melakukan USG, dan setelah melihat hasil USG betapa dia juga bahagia, perutnya diusap penuh rasa sayang.‘Love you princess’ bisiknya pelan. Selang air yang belum ditutup diraih.“Mama pasti ikut seneng dengar kabar ini.”“Ada apa sih? jangan bikin Mama penasaran dong.”“Cucu mama perempuan, anak Am perempuan.”“Really? Selamat sayang, selamat.” Nora memeluk putranya erat, air matanya tidak bisa dibendung lagi, dia bahagia sekarang, terlalu bahagia. Akan ada putri yang lahir dalam keluarga Assegaff, seorang putri yang sudah diambil dulu kini akan
Setelah Nora menyimpan lembaran koran itu Nora meninggalkan dapur untuk membersihkan diri. Dinar masih berdiri di dekat meja dapur dengan perasaan tidak enak, apa yang di sembunyikan oleh ibu mertuanya tadi. Karena penasaran akhirnya Dinar mengambil selembar koran yang sudah dilipat kecil dan diselipkan diantara toples gula dan kopi oleh ibu mertuanya.Matanya melirik sana sini penuh waspada. Dia ingin tahu isinya, tapi suara langkah kaki terdengar jelas semakin mendekat.“Makan malam sudah siapkah Di?” Suara Dirham dari tingkat atas membuat Dinar gelagapan dan buru-buru menyimpan potongan kertas itu di tempat asalnya. Belum sempat membaca apapun, bahkan judulnya juga belum tahu tentang apa.Dirham berpakaian santai dan sudah selesai mandi. Haruman aroma sabun menguar memenuhi dapur, sejenak membuai Dinar.“Iya sudah, tunggu sebentar ya, Mama sama Papa masih belum keluar, aku juga mau mandi sebentar.&rdq
Mengandung konten 21+Desahan Dinar memenuhi kamar luas bercahaya temaram itu, sentuhan lembut dan hangat dari Dirham membuat Dinar merasa kehausan. Dirham terlalu pintar menggugah gairahnya. Kehamilan yang sudah masuk 7 bulan itu tidak mengurangi olahraga malam mereka, bahkan Dirham seolah ketagihan, kalau di turuti tiap malam mereka dia akan mengajak istrinya untuk bersama, tapi pesan mamanya yang selalu mengingatkan agar jangan membuat Dinar kelelahan jadi dia bisa menahan diri.Sudah hampir 30 menit mereka berpacu, menyatu dengan penuh gairah, Dirham yang banyak bergerak karena dia menyadari kondisi Dinar. Sentuhan-sentuhan lembut terus di berikan membuat istrinya tetap menikmati meski dalam keadaan perut yang besar.Napas keduanya turun naik menikmati pelepasan yang luar biasa hebatnya, Dirham selalu berhasil membuat Dinar terbang beberapa kali dalam satu kali permainan, sedangkan Dirham selalu menjadi pria terbahagia sedunia setelah hasratnya tercapa
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken