Setelah Nora menyimpan lembaran koran itu Nora meninggalkan dapur untuk membersihkan diri. Dinar masih berdiri di dekat meja dapur dengan perasaan tidak enak, apa yang di sembunyikan oleh ibu mertuanya tadi. Karena penasaran akhirnya Dinar mengambil selembar koran yang sudah dilipat kecil dan diselipkan diantara toples gula dan kopi oleh ibu mertuanya.
Matanya melirik sana sini penuh waspada. Dia ingin tahu isinya, tapi suara langkah kaki terdengar jelas semakin mendekat.
“Makan malam sudah siapkah Di?” Suara Dirham dari tingkat atas membuat Dinar gelagapan dan buru-buru menyimpan potongan kertas itu di tempat asalnya. Belum sempat membaca apapun, bahkan judulnya juga belum tahu tentang apa.
Dirham berpakaian santai dan sudah selesai mandi. Haruman aroma sabun menguar memenuhi dapur, sejenak membuai Dinar.
“Iya sudah, tunggu sebentar ya, Mama sama Papa masih belum keluar, aku juga mau mandi sebentar.&rdq
Mengandung konten 21+Desahan Dinar memenuhi kamar luas bercahaya temaram itu, sentuhan lembut dan hangat dari Dirham membuat Dinar merasa kehausan. Dirham terlalu pintar menggugah gairahnya. Kehamilan yang sudah masuk 7 bulan itu tidak mengurangi olahraga malam mereka, bahkan Dirham seolah ketagihan, kalau di turuti tiap malam mereka dia akan mengajak istrinya untuk bersama, tapi pesan mamanya yang selalu mengingatkan agar jangan membuat Dinar kelelahan jadi dia bisa menahan diri.Sudah hampir 30 menit mereka berpacu, menyatu dengan penuh gairah, Dirham yang banyak bergerak karena dia menyadari kondisi Dinar. Sentuhan-sentuhan lembut terus di berikan membuat istrinya tetap menikmati meski dalam keadaan perut yang besar.Napas keduanya turun naik menikmati pelepasan yang luar biasa hebatnya, Dirham selalu berhasil membuat Dinar terbang beberapa kali dalam satu kali permainan, sedangkan Dirham selalu menjadi pria terbahagia sedunia setelah hasratnya tercapa
Mengandung konten 21+, sudah ada warning ya.. jangan nakal-nakal. Sarapan pagi Zaky dan Delia bersama Pak Doni dan Bu Ambar hanya menikmati nasi goreng buatan Delia, empat hari usia pernikahan mereka masih menyesuaikan diri dan lebih saling mengenal kesukaan masing-masing. Hanya sebatas itu, karena MP(malam pertama) yang belum terlaksana.“Hari ini Papa sama Mama keluar agak pagi ya Ky. Ada janji ketemu sama pemilik sanggar tari, katanya ada acara dan mereka pesan makanan sama restoran kita. Kalian di rumah sajalah hari ini.” pesan Doni Azhar pada putranya.“Iya, ajak Delia jalan atau nonton kek. Nikmati waktu kalian, nanti kalau sudah mulai kerja kalian akan susah habiskan waktu bersama.” Ambar pula menimpali. Dia tahu kalau putranya itu sudah mulai mengurus restorannya, Zaky akan lebih sering di sana dari pada di rumah. “Iya Pa, Ma. Lagian aku bisa percayakan restoran sama Edo.”Zaky berkata sambil tersenyum usil menatap istrinya, sementara Del
“Diam! Atau mbak Santi yang melakukanya?”“Saya ndak tahu apa-apa Den.”“Lepas Am! sakit!”“Lihat ini, baca! Kamu kan yang menyembunyikan ini semua biar aku tidak membacanya. Biar aku tidak tahu tentang kabar Nana. Agar aku tidak lagi bertemu dengan wanita yang aku cintai!”“Tidak! Aku tidak tahu semua ini, sungguh Am, aku tidak tahu.”Mata Dirham memerah menahan amarah.Dinar melihat potongan koran yang dipegang Dirham dengan tangan kirinya. Itu foto gadis yang sama yang pernah dilihatnya dalam kotak berharga Dirham. Itulah Juliana yang dipanggil Nana, gadis yang dipeluk Dirham dalam foto itu.“Baca ini, ini, ini!” hardikan keras dari Dirham membuat Irfan masuk ke dapur, ingin tahu ada keributan apa sebenarnya, dia bertanya pada Santi, wanita itu hanya menggelengkan kepala dengan wajah sedih.Irfan merasa iba dengan keadaan Dinar sekarang. Entah kena
“Dirham?”Dirham masih kaku melihat wanita berparas cantik dengan baju yang cukup seksi dan elegan berdiri di depannya dengan wajah terkesima. Irfan yang tidak tahu apa-apa hanya bengong melihat ke-dua orang di depannya silih berganti.“Nana? Kamu ada di Jakarta?” mata Dirham berbinar seketika, kebahagiaan di wajahnya tidak bisa disembunyikan dari siapapun. Irfan hanya memperhatikan mereka berdua.“I-iya, sudah seminggu aku di sini.” Juliana yang dipanggil dengan Nana oleh Dirham itu tersenyum manis pada Dirham.“Ada yang luka nggak tadi? Kita ke dokter ya?” setelah mengenali siapa wanita yang hampir saja ketabrak mobilnya, Dirham bertanya penuh khawatir, ingin memastikan keadaan Juliana, apa ada yang cedera.Sekali lagi Juliana tersenyum, Dirham masih belum berubah. Masih perhatian padanya seperti dulu. Ada sedikit harapan menyusup di hati wanita itu.“I am okay Am, tadi
Tamparan keras dari Nora membuat kepala Dirham terteleng kesamping kanan, Dirham mengusap pipinya yang terasa sedikit pijar. Dia mengeraskan rahang, terdiam tanpa kata. “Mama kecewa sama kamu. Jangan sampai penyesalan yang kamu dapatkan nanti Am.” Wajah Nora memerah menahan amarah. Putranya sudah keterlaluan. “Ma, Am tidak bisa memaksa hati, untuk saat ini belum bisa. Sorry.. ” Dirham melangkah laju meninggalkan Nora yang kini terpaku menyadari apa yang baru saja dia lakukan. Ini pertama kali dia menampar putranya, ada sesal di relung hatinya, tapi kekesalan pada kalimat dan pendirian Dirham telah mengaburkan pandangannya. “Kenapa Ma?” Adam baru saja masuk dan melihat istrinya sedang termenung dengan wajah sedih. Matanya berkaca-kaca. “Ada masalah apa? Kok sedih gitu? Bertengkar dengan Am?” Adam menyentuh bahu istrinya. Nora menarik napas dalam. “Mama tidak mengerti dengan Am itu Pa, entah kenapa ber
“Gue juga tidak asing sepertinya.. ” “Hai Am, Jehan.” Dirham menoleh pada suara yang menegur mereka. Julia. Entah kebetulan atau apa sehingga mereka bertemu dengan Julia di tempat seperti ini. “Jue, sendirian?” Jehan bertanya pada Julia. Dirham sama sekali tidak memandang Julia, mungkin masih menyimpan rasa kesalnya karena Julia pernah bicara keterlaluan saat terakhir datang ke rumah keluarganya. “Am, masih marah? Sorry, waktu itu aku emosi. Kita lupain masa lalu ya, masih teman?” Julia mengulurkan tangannya mengajak Dirham untuk salaman. Pria tampan yang menjadi kegilaannya itu mengangkat wajah memandangnya sekilas dan menyambut uluran tangan Julia. “Friend!” “Yeay, thank you.” Julia bersorak gembira dengan sambutan Dirham. Jehan mengangkat keningnya sebelah heran dengan dua orang temannya itu. “Ada sesuatu yang aku lewatkan?” Jehan memi
Satpam membuka pintu pagar setelah mengenali mobil yang berhenti di depan.Jehan masih belum percaya sepenuhnya pada omongan Dirham tadi, bisa saja karena mabuk dia ngomong yang tidak-tidak.“Masnya nanti pulang naik apa kalau mobilnya dimasukkan?” pak Mansur nama satpam itu, baru seminggu ini mulai kerja lagi di rumah besar keluarga Assegaff. Jehan yang ditanya hanya tersenyum dan keluar dari mobil Dirham.“Gampang pak, saya sudah pesan Ojek online. Harus ambil mobil saya di suatu tempat.”Dirham keluar dari mobil dan memuntahkan isi perutnya. Kepalanya sakit. Perutnya mual.“Mau dibantu nggak Mas, tumben Mas Dirham pulang dalam kondisi mabuk gini.” Jehan mengurut belakang tubuh Dirham, dia melihat jam di pergelangan tangannya.23.30“Pak Adam ada nggak pak kalau jam segini?”Jehan kuatir Dirham kena marah dengan papanya.“Biasanya sudah t
“Hai, aku Romi sepupu tercinta suami kamu, jadi kamu juga bisa aku sebut sepupu ipar tercintaku. Duduk aja lagi, jangan tegang kek suami kamu, kaku kaya balok.” senyum Romi semakin lebar melihat Dirham mengeraskan rahangnya. Ternyata Dirham tidak pernah berubah dari dulu.Dinar tersenyum lucu mendengar ucapan Romi dan kembali duduk di samping suaminya. Ia mengambil secawan kopi untuk Dirham.“Sudah Am, lanjut makan! Rom, berangkat bareng Uncle saja ya nanti. Biar Irfan antar kamu sampai sana sekalian.” Adam sudah tahu tempat yang akan Romi tuju.“Baik uncle.” Romi duduk dan memilih sandwich untuk sarapan. Secawan kopi diberi oleh Nora padanya, disesap penuh perasaan. SementaraDirham kembali duduk dan meneruskan makannya.“Kopinya enak banget, sandwich-nya juga, aunty Nora paling top kalau soal masak.”“Ini semua Dinar yang masak, bukan aunty.”“Oh, wah pantesan.. &