Mengandung konten 21+, sudah ada warning ya.. jangan nakal-nakal.
Sarapan pagi Zaky dan Delia bersama Pak Doni dan Bu Ambar hanya menikmati nasi goreng buatan Delia, empat hari usia pernikahan mereka masih menyesuaikan diri dan lebih saling mengenal kesukaan masing-masing. Hanya sebatas itu, karena MP(malam pertama) yang belum terlaksana.
“Hari ini Papa sama Mama keluar agak pagi ya Ky. Ada janji ketemu sama pemilik sanggar tari, katanya ada acara dan mereka pesan makanan sama restoran kita. Kalian di rumah sajalah hari ini.” pesan Doni Azhar pada putranya.“Iya, ajak Delia jalan atau nonton kek. Nikmati waktu kalian, nanti kalau sudah mulai kerja kalian akan susah habiskan waktu bersama.” Ambar pula menimpali. Dia tahu kalau putranya itu sudah mulai mengurus restorannya, Zaky akan lebih sering di sana dari pada di rumah.“Iya Pa, Ma. Lagian aku bisa percayakan restoran sama Edo.”
Zaky berkata sambil tersenyum usil menatap istrinya, sementara Del“Diam! Atau mbak Santi yang melakukanya?”“Saya ndak tahu apa-apa Den.”“Lepas Am! sakit!”“Lihat ini, baca! Kamu kan yang menyembunyikan ini semua biar aku tidak membacanya. Biar aku tidak tahu tentang kabar Nana. Agar aku tidak lagi bertemu dengan wanita yang aku cintai!”“Tidak! Aku tidak tahu semua ini, sungguh Am, aku tidak tahu.”Mata Dirham memerah menahan amarah.Dinar melihat potongan koran yang dipegang Dirham dengan tangan kirinya. Itu foto gadis yang sama yang pernah dilihatnya dalam kotak berharga Dirham. Itulah Juliana yang dipanggil Nana, gadis yang dipeluk Dirham dalam foto itu.“Baca ini, ini, ini!” hardikan keras dari Dirham membuat Irfan masuk ke dapur, ingin tahu ada keributan apa sebenarnya, dia bertanya pada Santi, wanita itu hanya menggelengkan kepala dengan wajah sedih.Irfan merasa iba dengan keadaan Dinar sekarang. Entah kena
“Dirham?”Dirham masih kaku melihat wanita berparas cantik dengan baju yang cukup seksi dan elegan berdiri di depannya dengan wajah terkesima. Irfan yang tidak tahu apa-apa hanya bengong melihat ke-dua orang di depannya silih berganti.“Nana? Kamu ada di Jakarta?” mata Dirham berbinar seketika, kebahagiaan di wajahnya tidak bisa disembunyikan dari siapapun. Irfan hanya memperhatikan mereka berdua.“I-iya, sudah seminggu aku di sini.” Juliana yang dipanggil dengan Nana oleh Dirham itu tersenyum manis pada Dirham.“Ada yang luka nggak tadi? Kita ke dokter ya?” setelah mengenali siapa wanita yang hampir saja ketabrak mobilnya, Dirham bertanya penuh khawatir, ingin memastikan keadaan Juliana, apa ada yang cedera.Sekali lagi Juliana tersenyum, Dirham masih belum berubah. Masih perhatian padanya seperti dulu. Ada sedikit harapan menyusup di hati wanita itu.“I am okay Am, tadi
Tamparan keras dari Nora membuat kepala Dirham terteleng kesamping kanan, Dirham mengusap pipinya yang terasa sedikit pijar. Dia mengeraskan rahang, terdiam tanpa kata. “Mama kecewa sama kamu. Jangan sampai penyesalan yang kamu dapatkan nanti Am.” Wajah Nora memerah menahan amarah. Putranya sudah keterlaluan. “Ma, Am tidak bisa memaksa hati, untuk saat ini belum bisa. Sorry.. ” Dirham melangkah laju meninggalkan Nora yang kini terpaku menyadari apa yang baru saja dia lakukan. Ini pertama kali dia menampar putranya, ada sesal di relung hatinya, tapi kekesalan pada kalimat dan pendirian Dirham telah mengaburkan pandangannya. “Kenapa Ma?” Adam baru saja masuk dan melihat istrinya sedang termenung dengan wajah sedih. Matanya berkaca-kaca. “Ada masalah apa? Kok sedih gitu? Bertengkar dengan Am?” Adam menyentuh bahu istrinya. Nora menarik napas dalam. “Mama tidak mengerti dengan Am itu Pa, entah kenapa ber
“Gue juga tidak asing sepertinya.. ” “Hai Am, Jehan.” Dirham menoleh pada suara yang menegur mereka. Julia. Entah kebetulan atau apa sehingga mereka bertemu dengan Julia di tempat seperti ini. “Jue, sendirian?” Jehan bertanya pada Julia. Dirham sama sekali tidak memandang Julia, mungkin masih menyimpan rasa kesalnya karena Julia pernah bicara keterlaluan saat terakhir datang ke rumah keluarganya. “Am, masih marah? Sorry, waktu itu aku emosi. Kita lupain masa lalu ya, masih teman?” Julia mengulurkan tangannya mengajak Dirham untuk salaman. Pria tampan yang menjadi kegilaannya itu mengangkat wajah memandangnya sekilas dan menyambut uluran tangan Julia. “Friend!” “Yeay, thank you.” Julia bersorak gembira dengan sambutan Dirham. Jehan mengangkat keningnya sebelah heran dengan dua orang temannya itu. “Ada sesuatu yang aku lewatkan?” Jehan memi
Satpam membuka pintu pagar setelah mengenali mobil yang berhenti di depan.Jehan masih belum percaya sepenuhnya pada omongan Dirham tadi, bisa saja karena mabuk dia ngomong yang tidak-tidak.“Masnya nanti pulang naik apa kalau mobilnya dimasukkan?” pak Mansur nama satpam itu, baru seminggu ini mulai kerja lagi di rumah besar keluarga Assegaff. Jehan yang ditanya hanya tersenyum dan keluar dari mobil Dirham.“Gampang pak, saya sudah pesan Ojek online. Harus ambil mobil saya di suatu tempat.”Dirham keluar dari mobil dan memuntahkan isi perutnya. Kepalanya sakit. Perutnya mual.“Mau dibantu nggak Mas, tumben Mas Dirham pulang dalam kondisi mabuk gini.” Jehan mengurut belakang tubuh Dirham, dia melihat jam di pergelangan tangannya.23.30“Pak Adam ada nggak pak kalau jam segini?”Jehan kuatir Dirham kena marah dengan papanya.“Biasanya sudah t
“Hai, aku Romi sepupu tercinta suami kamu, jadi kamu juga bisa aku sebut sepupu ipar tercintaku. Duduk aja lagi, jangan tegang kek suami kamu, kaku kaya balok.” senyum Romi semakin lebar melihat Dirham mengeraskan rahangnya. Ternyata Dirham tidak pernah berubah dari dulu.Dinar tersenyum lucu mendengar ucapan Romi dan kembali duduk di samping suaminya. Ia mengambil secawan kopi untuk Dirham.“Sudah Am, lanjut makan! Rom, berangkat bareng Uncle saja ya nanti. Biar Irfan antar kamu sampai sana sekalian.” Adam sudah tahu tempat yang akan Romi tuju.“Baik uncle.” Romi duduk dan memilih sandwich untuk sarapan. Secawan kopi diberi oleh Nora padanya, disesap penuh perasaan. SementaraDirham kembali duduk dan meneruskan makannya.“Kopinya enak banget, sandwich-nya juga, aunty Nora paling top kalau soal masak.”“Ini semua Dinar yang masak, bukan aunty.”“Oh, wah pantesan.. &
Dinar terkesiap mendengar tuduhan tanpa dasar dari Dirham.“Lepas Am, sakit.” Dinar mencoba terus melepaskan diri dari cengkraman tangan Dirham, perut yang membukit membuatnya kesusahan bergerak.“Bro, jangan kasar dengan wanita bisa nggak?”Romi ingin membantu Dinar yang kini di tarik ke arah ruang tamu utama. Tapi Dirham tidak menghiraukannya.“Jangan pernah ikut campur urusan rumah tangga gue, suka-suka gue mau ngapain aja dengan dia.”“Am, wait!” Romi terus memanggil Dirham yang sekarang sudah menarik Dinar untuk ikut bersamanya menuju kamar atas.Pintu kamar dikunci dari dalam, lengan Dinar dilepaskan dengan kasar. Mereka sekarang berdiri tapi Dirham membelakangi istrinya.“Aku tidak suka anak aku kau ajak keluyuran dengan alasan periksa ke dokter.”Suara Dirham bergetar menahan emosi.“Aku tidak keluyuran, aku
“Kenapa tidak boleh, kamu mengandung anakku, wajar kan jika aku perhatian sama kamu, kalau kamu tidak makan, baby bisa sakit karena kurang asupan nutrisi.” ucapan Dirham sama sekali tidak bisa menghentikan air mata Dinar.“Hei, kenapa malah nangis, ada yang sakit?” Dirham duduk di depan istrinya, Dinar menggeleng dengan cepat. Airmata yang sudah deras mengalir diusap dengan punggung tangan.‘Kenapa kamu tidak bisa mengerti aku Am? Hatiku yang sakit.’Dalam hatinya Dinar berbicara sendiri.“Sekarang makan ya, aku suapin.”“Aku makan sendiri aja.”“Nggak! kamu nggak akan makan kalau dibiarkan.”Selain dia masih sebal dengan Dirham dia juga malu kalau disuapin makan. Dinar tidak mau Dirham melihat luka hatinya lewat tatapan mata mereka“Aku akan makan, nanti ku habiskan. Janji!”“Tidak ada bantahan.”Dirham mengang
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken