Dinar keluar dari mobil Dirham dan memperhatikan reaksi suaminya yang terbelalak kaget, melihat seorang pria dan wanita yang berpenampilan sangat elegan, lelaki setengah baya itu sangat berkarisma, pakaian rapi seperti orang berada, kelihatannya bukan orang sini, masih tampan walaupun sudah berumur, mungkin saat Dirham berusia matang nanti akan sepertinya, aura kepemimpinan yang luar biasa, sementara sang wanita begitu anggun, cantik meski sudah seumuran ibunya dan sangat fashionable, siapa mereka? Kenapa Dirham seperti orang kaget saat mereka berdiri di depannya.
“Waalikumussalam. Mama? Papa? Kenapa nggak ngabari dulu kalau mau datang?”
“Surprise.., mama kangen anak Mama.” Nora memeluk putranya erat. Dirham masih tegang, dia melirik Dinar yang masih kaku berdiri sambil memberi dia kode, apa yang harus dia perbuat sekarang. Dirham memberi arahan pada Dinar untuk masuk dulu ke dalam.
Dinar pun mengikuti arahan Dirham. Biarlah pria itu yang
Teaser dikit yak.. Pukulan bertubi-tubi di terima Dirham dari papanya, wajahnya memar dan biru dia berlutut menundukkan wajah di depan sang ayah, wajah Adam menyinga mendengar pengakuan putranya. Nora menangis, Dinar juga tersedu di sudut ruangan.. Ini nanti di bab ke berapa author belum tahu ya, happy reading semua, keep save and healthy, love you all 😘😘😘
Mengandung konten 21+, yang bawah umur skip ya dear 😘 Dirham berdiri tiba-tiba, ada riak tidak suka dari topik yang dibicarakan di ruang tamu itu. “Santai dong Am, Papa cuma mau membantu. Kenapa marah-marah, magrib-magrib nggak bagus marah. Kamu sudah ada Julia 'kan sebagai calon ya wajar papa bantu staff Papa itu untuk cari jodoh, lagian Dinar 'kan single.” Dinar hanya diam, tanpa mengiyakan atau juga menentang ucapan Adam. Tapi tidak bagi Dirham, kalimat panjang papanya membuat emosi Dirham hampir tidak bisa dikontrol lagi. Aldiano dan Dinar hanya melongo dan saling pandang, melihat reaksi Dirham yang berlebihan. “Am mandi dulu. Dinar Azalea, tolong beritahu Mak Marni soal kamar tamu seperti yang kubilang tadi.” “Hei, Dinar kan tidak sehat, nggak baik main perintah gitu aja. Biar Mama yang ke dapur sendiri.” Nora ingin meredam kemarahan Dirham yang tiba-tiba tan
“Am, Papa pinjam sarungmu, ya.” “Iya, Ma” Dirham menyahut dari dalam kamar dengan kesal. Hatinya dongkol, gairahnya harus ditahan. Dan dipadam begitu saja. Isshh, Mama! Dirham memukul dinding karena kesal, rasa yang sudah dekat dengan pelepasannya terganggu tiba-tiba. Handuk di lantai tadi diambil dan dipakai lagi. Dirham mengatur napasnya. Suara ketukan pintu itu membuat panik keduanya, apalagi suara orang yang bicara itu adalah suara ibunya. Dinar langsung menarik kepalanya dan berdiri. Napasnya ngos-ngosan, liur yang membasahi seputar mulut dan dagunya diusap kasar. Dia membalikkan badan membelakangi Dirham, kancing bra-nya di pakai lagi. Dinar baru menyadari keberaniannya yang memalukan barusan. Wajahnya memerah, dia malu dan gugup sekarang. “Masuk ke kamar mandi dulu, Di.” Dinar mengikuti arahan suaminya. Sementara Dirham mengambil sarung nya yang terl
Mengandung konten 21+, yang belum cukup umur minggir dulu ya. Dirham yang baru saja mengganti pakaian tidur dengan setelan kimono berbahan satin berwarna biru gelap hanya diam dan duduk diatas tempat tidur. Pertanyaan dari istrinya yang sekarang sudah berbalik badan menghadap padanya dibiarkan sepi tanpa jawaban. Matanya redup menatap pada wajah Dinar. “Tidak ada yang perlu kau tahu, Di. Tidurlah, ini sudah malam.” “Kenapa kalau aku tahu?” jawaban dari Dirham tadi melukai hati Dinar tanpa pria itu sadari, dia merasa tidak dianggap sebagai istri. Niatnya bertanya hanya ingin tahu apa yang membuat Dirham membenci tanggal ulang tahunnya. Siapa tahu Dinar bisa mengusir sakit itu. Entah kenapa Dinar merasa dia mulai ingin tahu apapun mengenai Dirham. Apa yang disukai dan dibenci oleh suaminya. “Sudah malam, tidurlah. Tadi aku tidak membuatkan kamu susu, mama bahkan tidak melepaskanku untuk ke dapur,
Dinar menatap wajah suaminya yang terluka, temaramnya kamar tidak mampu menyembunyikan luka yang ditanggung oleh pria tampan itu. Dinar tidak mau menyela sama sekali, dia akan menjadi pendengar yang baik saat ini. Karena itu yang dibutuhkan Dirham saat ini. “Kami dulu kuliah di universitas yang sama, di luar negeri. Aku mengambil S2 dia masih S1 bersama saudara kembarnya, Julia. Kami bertiga memang dekat, tapi Julia tidak tahu kalau yang aku cintai bukan dia, melainkan Juliana, saudaranya. Aku sangat mencintainya, memujanya dan menuruti segala kemauan dia. Hanya saja aku belum kerja waktu itu. Hingga suatu hari, aku dibantu Aldiano akan memberi dia kejutan di hari anniversary kami yang ke 4 bertepatan dengan hari ulang tahunku, aku berniat memberi dia kejutan dan datang ke apartemennya, tapi ternyata aku yang diberi kejutan. Dia sedang tidur dengan seorang pria di kamarnya, aku tidak mampu menahan amarahku, hampir saj
Setelah melaksanakan kewajiban, Dinar mengeringkan rambutnya, tirai jendela kaca ditarik ke samping, dia ingin melihat laut dan ombaknya pagi ini, jam sudah menunjukkan angka 5.30 Dinar yang jalan masih agak pincang, segera mengikat rambutnya dan keluar kamar. Dirham masih duduk di sofa dan fokus pada ponsel di tangannya. Setelah mendapat pertanyaan dari istrinya tadi pagi, dia lebih banyak diam, bukan marah tapi dia banyak berfikir. Terakhir dia menjalankan kewajiban pada Tuhannya adalah setahun lalu, ketika dia kehilangan adiknya, dia merasa Tuhannya telah meninggalkannya, dia merasa Tuhan tidak adil padanya. Itu alasannya. Tapi setelah mendengar pertanyaan istrinya dia berpikir lagi, meskipun dia sudah meninggalkan Tuhannya tapi dia masih disayangi, lihatlah sekarang dia akan menjadi seorang ayah, dia akan memiliki anak yang akan lahir dari seorang gadis yang sekarang menjadi istrinya. Bukankah itu luar biasa. Di d
Dinar melotot ketika bibir merah Dirham sudah mendarat di bibirnya. Lumatan panjang tersebut membuat keduanya seperti kehabisan oksigen untuk bernapas. Dinar melepaskan bibirnya ketika dia merasa butuh udara. Dirham menahan tubuh Dinar dan mengunci di atas tubuhnya, menikmati manisnya bibir sang istri yang seperti morfin buatnya. “Am, nanti ada yang datang.” “Papa ada meeting dengan Mr. Ken, paling tidak dalam dua jam lagi mereka pulang.” “Tadi katanya sakit.” “Tadi cuma bohongan, habis kamu sibuk banget nyusun bajunya. Kan aku kesel jadinya.” “Ish, Aku belum selesaikan yang itu.” “Itu bisa menunggu, kalau yang ini tidak bisa menunggu, aku ingin selesaikan yang ini dulu.” Dirham berbisik pelan suaranya berat, tangan Dinar dituntun di bonjolan bawah tubuhnya yang sudah berdiri tegak. Dinar meremang. “Nggak kasihan ma dia?” Dinar menggelengkan kepala. Dirham
“Wah, sudah seperti pengantin baru saja papa lihat kalian.” Dirham berdeham, Dinar diam tidak berani bersuara, dia tahu ibu mertuanya tidak menyukainya. “Om, tante. Maaf, saya minta tolong Am biar cepat selesainya, soalnya sudah masuk waktu makan siang.” Dinar mengambil sayur yang sudah selesai dipotong oleh suaminya. Dia mau membuat bakwan goreng. Sayur dan ikan semua sudah dimasak, nunggu nasi masak saja. “Sejak kapan mau masak di dapur ini? Kalau mama minta tolong aja repotnya minta ampun.” “Nggak lah, biasa aja Ma, Am bantu Dinar di dapur biar cepetan dikit, takut nggak keburu.” “Alasan saja kamu.” Nora masuk kedalam kamarnya, Adam keluar dari dapur dan duduk di sofa ruang keluarga. Dinar yang menyadari kedua mertuanya sudah tidak berada di dapur segera mulai menggoreng bakwan dengan api sedang, sambil itu dia menata lauk dan sayur untuk di hidang kan di meja makan. Dirham mengambil piring dan gelas bersi
Nora meninggalkan dapur dengan banyak tanda tanya di kepalanya, macam-macam prasangka di hatinya mulai menguasai pikiran. Ingin rasanya dia bertanya langsung kepada putranya, tapi Dirham pasti akan mengelak. Bagaimanapun ia tetap harus bertanya dan mencari tahu kebenaran. Rasa penasaran di hatinya semakin menjadi-jadi. “Masih di sini Pa, Am mana?” Matanya meliar mencari keberadaan Dirham. “Am di kamarnya, mau istirahat katanya. Ada apa Mama cari Am?” Nora duduk di samping suaminya. Wajahnya serius. “Mama makin yakin kalau gadis itu hamil, Pa, tapi tadi kutanya waktu di dapur, ada kekasih tidak? dia jawab tidak Ada. Pa, kalau gadis itu adik Al, nggak mungkin dia ragu-ragu saat menjawab asalnya dari mana, adik kandung apa tiri, terus perutnya itu seperti hamil dalam 4 atau 5 bulan gitu, kalau dia adik Aldiano, berarti mungkin itu anaknya Am, mereka tinggal bareng di sini, Pa. Kumpul kebo.” “Ma, jangan menudu