Dinar menatap wajah suaminya yang terluka, temaramnya kamar tidak mampu menyembunyikan luka yang ditanggung oleh pria tampan itu.
Dinar tidak mau menyela sama sekali, dia akan menjadi pendengar yang baik saat ini. Karena itu yang dibutuhkan Dirham saat ini.
“Kami dulu kuliah di universitas yang sama, di luar negeri. Aku mengambil S2 dia masih S1 bersama saudara kembarnya, Julia. Kami bertiga memang dekat, tapi Julia tidak tahu kalau yang aku cintai bukan dia, melainkan Juliana, saudaranya. Aku sangat mencintainya, memujanya dan menuruti segala kemauan dia. Hanya saja aku belum kerja waktu itu.
Hingga suatu hari, aku dibantu Aldiano akan memberi dia kejutan di hari anniversary kami yang ke 4 bertepatan dengan hari ulang tahunku, aku berniat memberi dia kejutan dan datang ke apartemennya, tapi ternyata aku yang diberi kejutan. Dia sedang tidur dengan seorang pria di kamarnya, aku tidak mampu menahan amarahku, hampir saj
Setelah melaksanakan kewajiban, Dinar mengeringkan rambutnya, tirai jendela kaca ditarik ke samping, dia ingin melihat laut dan ombaknya pagi ini, jam sudah menunjukkan angka 5.30 Dinar yang jalan masih agak pincang, segera mengikat rambutnya dan keluar kamar. Dirham masih duduk di sofa dan fokus pada ponsel di tangannya. Setelah mendapat pertanyaan dari istrinya tadi pagi, dia lebih banyak diam, bukan marah tapi dia banyak berfikir. Terakhir dia menjalankan kewajiban pada Tuhannya adalah setahun lalu, ketika dia kehilangan adiknya, dia merasa Tuhannya telah meninggalkannya, dia merasa Tuhan tidak adil padanya. Itu alasannya. Tapi setelah mendengar pertanyaan istrinya dia berpikir lagi, meskipun dia sudah meninggalkan Tuhannya tapi dia masih disayangi, lihatlah sekarang dia akan menjadi seorang ayah, dia akan memiliki anak yang akan lahir dari seorang gadis yang sekarang menjadi istrinya. Bukankah itu luar biasa. Di d
Dinar melotot ketika bibir merah Dirham sudah mendarat di bibirnya. Lumatan panjang tersebut membuat keduanya seperti kehabisan oksigen untuk bernapas. Dinar melepaskan bibirnya ketika dia merasa butuh udara. Dirham menahan tubuh Dinar dan mengunci di atas tubuhnya, menikmati manisnya bibir sang istri yang seperti morfin buatnya. “Am, nanti ada yang datang.” “Papa ada meeting dengan Mr. Ken, paling tidak dalam dua jam lagi mereka pulang.” “Tadi katanya sakit.” “Tadi cuma bohongan, habis kamu sibuk banget nyusun bajunya. Kan aku kesel jadinya.” “Ish, Aku belum selesaikan yang itu.” “Itu bisa menunggu, kalau yang ini tidak bisa menunggu, aku ingin selesaikan yang ini dulu.” Dirham berbisik pelan suaranya berat, tangan Dinar dituntun di bonjolan bawah tubuhnya yang sudah berdiri tegak. Dinar meremang. “Nggak kasihan ma dia?” Dinar menggelengkan kepala. Dirham
“Wah, sudah seperti pengantin baru saja papa lihat kalian.” Dirham berdeham, Dinar diam tidak berani bersuara, dia tahu ibu mertuanya tidak menyukainya. “Om, tante. Maaf, saya minta tolong Am biar cepat selesainya, soalnya sudah masuk waktu makan siang.” Dinar mengambil sayur yang sudah selesai dipotong oleh suaminya. Dia mau membuat bakwan goreng. Sayur dan ikan semua sudah dimasak, nunggu nasi masak saja. “Sejak kapan mau masak di dapur ini? Kalau mama minta tolong aja repotnya minta ampun.” “Nggak lah, biasa aja Ma, Am bantu Dinar di dapur biar cepetan dikit, takut nggak keburu.” “Alasan saja kamu.” Nora masuk kedalam kamarnya, Adam keluar dari dapur dan duduk di sofa ruang keluarga. Dinar yang menyadari kedua mertuanya sudah tidak berada di dapur segera mulai menggoreng bakwan dengan api sedang, sambil itu dia menata lauk dan sayur untuk di hidang kan di meja makan. Dirham mengambil piring dan gelas bersi
Nora meninggalkan dapur dengan banyak tanda tanya di kepalanya, macam-macam prasangka di hatinya mulai menguasai pikiran. Ingin rasanya dia bertanya langsung kepada putranya, tapi Dirham pasti akan mengelak. Bagaimanapun ia tetap harus bertanya dan mencari tahu kebenaran. Rasa penasaran di hatinya semakin menjadi-jadi. “Masih di sini Pa, Am mana?” Matanya meliar mencari keberadaan Dirham. “Am di kamarnya, mau istirahat katanya. Ada apa Mama cari Am?” Nora duduk di samping suaminya. Wajahnya serius. “Mama makin yakin kalau gadis itu hamil, Pa, tapi tadi kutanya waktu di dapur, ada kekasih tidak? dia jawab tidak Ada. Pa, kalau gadis itu adik Al, nggak mungkin dia ragu-ragu saat menjawab asalnya dari mana, adik kandung apa tiri, terus perutnya itu seperti hamil dalam 4 atau 5 bulan gitu, kalau dia adik Aldiano, berarti mungkin itu anaknya Am, mereka tinggal bareng di sini, Pa. Kumpul kebo.” “Ma, jangan menudu
Dirham melepas pelukan dan melihat ponselnya, jam 4 pagi. Dinar terlihat masih tidur pulas meringkuk dalam dekapannya seperti bayi, diciumnya pipi halus itu lama. Tidurnya tadi malam sangat nyenyak dengan memeluk istrinya, membelai anaknya. Sekarang badannya terasa lebih segar karena cukup tidur. Kening istrinya dikecup, dia harus kembali ke kamarnya sebelum hari makin terang. “Aku kembali ke kamarku dulu.” Tanpa menunggu jawaban dari istrinya Dirham mengayun langkah dan keluar dari kamar itu dalam diam, pintu ditutup sangat hati-hati, kuatir ada yang memergokinya. Dia bak pencuri di rumahnya sendiri. Dirham menggaruk kepala yang tidak gatal, lucu dengan hidupnya. Dinar sedang membuat air kopi dan teh, sandwich yang baru selesai dibuat dan sesisir buah pisang juga dihidangkan untuk sarapan. Kemarin dia meminta Sada untuk membelikannya barang-barang dapur yang sudah habis. Sebentar lagi Mak Marni akan datang untuk mem
Adam terduduk di lantai, matanya berkaca-kaca, setelah menghajar putranya habis-habisan ada rasa sesal dalam hatinya, Nora mendekati Dirham yang lemah dalam dekapan Dinar. “Ampuni Am, Pa.” lirih tangisan Dirham di telinga semua orang. Adam tidak menyahut sama sekali, dia menunduk menatap lantai. “Bawa dia masuk ke dalam kamar dan obati lukanya.” Nora menyuruh Dinar, dia perlu menenangkan suaminya. Dinar menarik tubuh suaminya untuk berdiri dan memapahnya masuk ke dalam kamarnya. Sepeninggal Dirham dan Dinar, Nora mendekati suaminya. “Ayo duduk di atas, Pa.” Adam tidak mengangkat wajahnya sama sekali. “Papa merasa gagal sebagai orang tua Ma, Papa gagal.” tubuh Adam bergetar menahan tangis, hati tuanya terluka karena perbuatan putra sulungnya. Nora merangkum dan mengangkat wajah Adam dengan dua tangannya. Ditatap dengan sayang wajah tampan meskipun sudah berumur itu, dicium keningnya lama.
Ketukan pintu terdengar dari luar, Dinar keluar dari pelukan suaminya dan bergegas membuka pintu, Nora berdiri di sana. “Anak saya bagaimana?” “Di-dia baik Tante, lukanya sudah saya obati dan tempel pakai plester.” “Oke, thank you.” Nora masuk ke dalam kamar dengan langkah elegannya, menghampiri putranya yang masih tiduran di atas tempat tidur. Sementara Dinar mengikuti dari belakang dan berhenti agak jauh dari tempat tidur suaminya. “Am baik-baik saja, Ma.” Dirham memandang mamanya. “Baguslah, Papa sangat marah sama kamu, jangan bicara dulu sama Papa. Tunggu sampai emosinya reda.” “Iya, Am tidak menyangka ternyata akan terbongkar secepat ini.” “Mama mau bicara empat mata sama kamu.” “Di, istirahat saja di kamarmu.” Dirham berkata pada istrinya. “Aku mau masak buat makan siang, kamu mau dimasakin apa?” “Apa saja boleh, asal jangan batu sama kayu, itu memang aku tidak akan mak
Mengandung konten 21+, yang di bawah umur mundur teratur ya, happy reading😘😘 Dinar masih berdiri kaku di depan Nora, dia menunduk menyembunyikan butiran bening yang mulai jatuh di kedua pipinya. “Hei, kenapa ini?”Nora mengangkat wajah gadis di depannya, dia tersenyum ramah.“Maaf, bukan maksud Mama membuat kamu sedih. Ayo duduk sebentar.” Nora menarik lengan Dinar untuk duduk bersama di kursi meja makan.“Kamu menantu Mama, mana ada menantu yang memanggil ibu mertuanya dengan panggilan tante.”“Maksudnya?” Dinar masih tidak percaya dengan apa yang didengar.“Panggil Mama, jangan Tante lagi.” Seperti ada batu besar yang diangkat dari dadanya, Dinar lega mendengar perkataan Nora.“Kamu akan menjadi ibu dari cucuku, cucu pertama yang keluarga Assegaff idamkan. Jangan berpikir macam-macam, kami akan berusaha menerimamu sebagai ibu dari cucuku.” Nora tersenyum. ‘Ibu dari cucuku? Kenapa bukan istri
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken