Share

Part 5

Author: Aufa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ara berapa hari di Jakarta, Ma?" Dedy menginterupsi. 

"Sudah mau balik ke Jogja, Pah. Tadi Ara bilang sudah di bandara mau berangkat." 

Dan perkataan Wanda itu pun sontak membuat Rain tersedak makanannya. 

Ingin rasanya Rain mengumpat. Ia kalah start lagi sekarang. Seharusnya tadi malam ia tak membiarkan Ara lolos begitu saja. 

"Lho, katanya Ara baru ke Jakarta kemarin kan? Kenapa sekarang sudah mau kembali ke Jogja lagi?" Dedy mengernyitkan dahi. Tidak biasanya sang anak tiri kesayangannya hanya sebentar di Jakarta. Ia bahkan semalam belum puas mengobrol dengan Ara. 

"Katanya ada urusan penting di Jogja, Pah, makanya harus berangkat ke sana hari ini juga," kata Wanda. 

Rain berdeham, kemudian menatap sang ibu tiri. "Apa Ara sekarang sedang menyusun skripsi, Ma?" 

Wanda tersenyum. "Sudah selesai skripsinya Ara, Rain. Sudah sidang juga. Tinggal nunggu wisuda saja." 

Informasi baru lagi bagi Rain. 

"Oh ya? Kapan wisudanya, Ma?" 

"Ara belum memberitahu mama, Rain. Tapi sepertinya sebentar lagi." 

Baiklah, mulai sekarang ia harus lebih giat lagi mencari informasi tentang Ara, begitu pikir Rain. Termasuk mencari tahu kapan Ara akan wisuda. Dengan begitu, ia akan memberikan kejutan untuk adik tirinya. Sebuah kejutan yang mungkin saja membuat Ara tidak akan pernah bisa melupakannya seumur hidup. 

Ah, memikirkan rencananya tersebut membuat Rain senang, dan tidak sabar menunggu hari itu tiba. 

=====

Araya Kalista, atau biasa dipanggil Ara, tadinya hanya hidup bersama sang ibu setelah ayahnya meninggal sejak ia masih kecil. Kehidupan Ara, dan ibunya pun sangat sederhana. Sang ibu hanya bekerja sebagai karyawan di salon kecantikan. 

Ketika Ara berumur 15 tahun, Wanda--ibunya Ara-- menikah lagi dengan seorang duda bernama Dedy. Dedy mempunyai seorang anak laki-laki bernama Rain. Kala itu Rain berusia 20 tahun saat mereka pertama kali bertemu. 

Sebagai ayah tiri Ara, Dedy begitu menyayangi Ara, dan selalu memperlakukan Ara dengan baik, layaknya anak kandung sendiri, sama seperti Rain. Semua kebutuhan Ara dipenuhi oleh Dedy tanpa kurang suatu apapun. Dedy pun tidak pernah membeda-bedakan antara Rain, dan Ara. Keduanya sama-sama anaknya, meskipun di diri Ara tidak mengalir darah yang sama dengannya. 

Perlakuan baik Dedy kepada istri, dan anak tirinya menimbulkan kecemburuan di hati para adik-adik perempuannya, serta para keponakannya. Mereka selalu memandang rendah Ara, dan menilai bahwa Ara memanfaatkan kebaikan hati Dedy. Namun pada Wanda, meskipun mereka tidak suka juga, tapi mereka tidak berani terang-terangan menindas Wanda. 

Seperti saat dulu Dedy memasukkan Ara ke sekolah SMA bergengsi, beberapa keponakan Dedy semakin benci saja pada Ara, apalagi mereka tidak bisa masuk di sekolah yang sama bergengsinya karena tidak lolos seleksi masuk, sebab nilai mereka tidak mencukupi. Mereka tidak sepintar Ara. 

"Lo kalau nggak dipungut sama om Dedy, nggak bakalan bisa lo sekolah di sana," kata Tika, salah satu keponakan Dedy. "Secara, biaya sekolah di sana mahal, sampai ratusan juta. Nyokap lo mana mampu nyekolahin lo di sana." 

"Gembel seperti lo tuh seharusnya sekolah di sekolah biasa, tempat orang-orang miskin kayak lo," tambah Tiwi, saudara Tika. 

Ara diam sembari matanya berkaca-kaca. Ia ingin pergi dari hadapan kedua anak tante tirinya ini, tapi Ara tidak bisa. Tugasnya mengelap sepatu dua gadis bersaudara ini belum selesai. Jika Ara kabur, maka Ara akan mendapatkan masalah nantinya. 

Ketika Ara mendongak, Tika berdecak seraya berkacak pinggang. "Apa lo?! Mau nangis? Cengeng banget sih!" 

"Gitu aja mau nangis, padahal yang kita bilang tadi itu fakta," sahut Tiwi. 

Saudara yang kompak, tentunya kompak dalam membully Ara. 

Saat ini Ara tengah berada di rumah orang tua Dedy untuk acara kumpul keluarga besar yang rutin dilakukan setiap bulan. Dan saat-saat inilah yang Ara tidak suka, karena ia selalu mendapat hinaan dari para sepupu tirinya, alias para keponakan Dedy. 

Baik Dedy maupun Wanda sama-sama tidak tahu bahwa selama ini keluarga besar Dedy selalu membuat Ara merasa tidak nyaman jika mereka tengah berkumpul. Mereka selalu bersikap pura-pura baik kepada Ara, jika di depan Dedy, dan Wanda. Pun mereka kerapkali mengancam Ara jika Ara berani mengadukan perbuatan mereka pada Dedy. 

Di antara seluruh keluarga besarnya, Dedy lah yang paling sukses, dan kaya raya. Ia juga sering membantu saudara-saudaranya, oleh karena itu, Dedy sangat disegani oleh keluarga besarnya. Maka mereka pun pandai mencari muka di depan Dedy, dan berusaha agar Dedy jangan sampai tahu bahwa selama ini mereka menindas Ara. Bisa-bisa Dedy nanti tidak akan lagi mau membantu mereka. 

"Ara, ikut aku sekarang!" Suara Rain yang tiba-tiba datang membuat Ara kembali mendongak. "Taruh sepatu mereka! Dan untuk kalian berdua." Rain menatap tajam pada Tika, dan Tiwi. "Jangan lagi menyuruh-nyuruh Ara!" 

Apa Rain membantu Ara dari tindasan Tika, dan Tiwi? Tentu saja tidak. Rain hanya tidak suka ada orang lain yang menyakiti Ara. Hanya dirinya saja yang boleh. 

Dan setelah ini, entah derita apa yang akan Rain berikan pada Ara. 

Ara menghela napas, lalu mengikuti langkah kaki Rain. 

Related chapters

  • Demi Harga Diri   Part 6

    "Cepat! Lelet sekali," gerutu Rain sembari berbalik badan, menatap kesal ke arah Ara yang berjalan di belakangnya. "Iya, Kak." Rain kembali melangkah berniat menuju ke taman di halaman rumah kakek, dan neneknya ini. Ara tentu masih berjalan di belakang Rain. Sebenarnya Ara ingin sesekali jalan di samping Rain, layaknya saudara pada umumnya. Tidak seperti sekarang, jalan depan belakang yang justru lebih terlihat seperti majikan, dan pembantu. Namun, Ara tidak mau membuat kakak tirinya itu kesal, karena dulu Ara pernah sengaja berjalan di samping Rain, dan berakhir dimarahi Rain. Satu tahun sudah menjadi saudara tiri, nyatanya Rain tidak bisa menerima kehadirannya dengan baik. Padahal pada Wanda saja Rain mau menerima, dan mau menganggapnya sebagai ibu. Itulah yang kadang membuat Ara sedih. Meski begitu, Ara tidak menyerah, karena ia akan terus berusaha mendekatkan diri kepada Rain. Rain tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan Ara yang sedang tidak fokus pun tidak sengaja menabrak pu

  • Demi Harga Diri   Part 7

    Saat ini Ara merasa seperti tengah berada di antara hidup, dan mati, karena ia tak bisa berenang. Sementara pelaku yang membuat Ara tercebur hanya menyeringai. Mungkin ingin menyaksikan Ara meregang nyawa. "Astaga, Ara!" teriak Wanda yang tidak sengaja lewat, lalu melihat anak gadisnya yang seperti akan tenggelam.Wanda pun cepat berlari mendekati kolam, dan berdiri di samping Rain. Dengan mata berkaca-kaca , Wanda meminta tolong pada sang anak tiri. "Rain, tolong Ara, dia tidak bisa berenang. Mama takut Ara tenggelam." Rain menoleh sebentar, dan tidak menyangka bahwa sang ibu tiri sudah berdiri di sampingnya dengan raut wajah penuh kecemasan memandang ke arah Ara yang kini berada di kolam. Sangking fokusnya melihat Ara, sampai Rain tidak mendengar teriakan Wanda tadi. Tanpa berkata apa-apa, Rain kemudian menceburkan diri ke kolam, lalu berenang menghampiri Ara. Memeluk tubuh Ara, lalu membawanya ke tepian kolam. Begitu sampai di tepi kolam, Rain mengangkat tubuh Ara keluar dari ko

  • Demi Harga Diri   Part 8

    Setelah kejadian di kolam itu, Ara jadi tidak lagi berusaha mengakrabkan diri pada Rain. Tapi Ara juga tidak berani jika membantah perintah Rain yang kadang tidak masuk di akalnya. Hari demi hari Ara lewati. Dari segi ekonomi, tentunya Ara tidak kekurangan lagi. Semua kebutuhannya, dan sang ibu dipenuhi oleh Dedy. Ayah tirinya benar-benar memperlakukan Ara dengan baik. Sebenarnya Dedy sering berkata pada Ara agar Ara bilang apa yang ia inginkan, karena nanti Dedy pasti akan membelikannya. Tapi, Ara tidak bilang, karena Ara merasa semua sudah cukup, dan ia tidak perlu apa-apa lagi. Mengenai sikap Rain padanya pun masih belum berubah, meski kini terhitung sudah tiga tahun Ara menjadi adik tiri laki-laki itu. Rain masih suka menindas, dan menyuruh Ara ini itu, tidak lupa juga sering melontarkan kata-kata tajam nan menyakitkan. "Cuci baju ini!" Rain melemparkan sebuah kemeja warna hitam, tepat ke wajah Ara. "Apa sih, Kak? Aku baru aja istirahat setelah Kakak suruh aku bersihin kamar m

  • Demi Harga Diri   Part 9

    Malam itu Ara sendirian di rumah, karena Wanda, dan Dedy sedang menghadiri acara pesta pernikahan salah satu anak dari rekan bisnis Dedy. Asisten rumah tangga juga sedang cuti sejak seminggu terakhir, dan belum juga kembali. Sedangkan Rain, Ara tidak tahu kakak tirinya itu ada di mana, sebab dari kemarin tidak ada di rumah. Berada di rumah besar seorang diri tak membuat Ara takut, makanya pas sore harinya sewaktu Dedy mengajaknya untuk ikut, Ara menolak. Lagi pula sedang tidak ada Rain di rumah, lain lagi jika sebaliknya. Saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Wanda memberi kabar bahwa ia, dan Dedy akan menginap di hotel. Ara tidak masalah dengan itu, karena ia cukup pemberani.Ara tertidur setelah mendapat kabar dari ibunya, lalu pukul satu dini hari ia terbangun karena merasa haus, dan lapar. Menuju ke dapur, Ara membuat mie instan untuk mengganjal perutnya. Saking fokusnya Ara memasak mie, sampai tak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan Ara di dekat pintu dapur. Sosok

  • Demi Harga Diri   Part 11

    Flashback Saat itu Rain berumur dua puluh tahun ketika Dedy--sang ayah mengatakan akan menikah lagi setelah sekian tahun ibunya Rain meninggal. Rain setuju saja, karena menurutnya sang ayah juga butuh seorang pendamping hidup. Lalu, pada malam hari berikutnya, Rain diajak sang ayah ke sebuah rumah kontrakan sederhana yang ada di pinggiran kota. Tempat di mana calon istri sang ayah tinggal. "Selamat malam. Apakah Om tamu yang ditunggu mama?" Seorang gadis remaja menyapa setelah membuka pintu Cantik. Begitulah kesan pertama Rain saat pertama kali melihat gadis itu. "Iya. Kamu pasti Araya ya?" ucap Dedy. Gadis itu mengangguk. "Panggil aja Ara, Om. Mari silakan masuk." Senyuman Ara menghiasi wajahnya yang kini dipoles make up tipis. Ia sudah diberitahu oleh sang ibu bahwa akan datang tamu yang akan menjadi calon ayah tirinya. Makanya Ara tadi sempat dirias oleh ibunya. "Terima kasih, Ara. Kamu ternyata lebih cantik daripada yang pernah om lihat di foto," kata Dedy. Ara tersipu, ya

  • Demi Harga Diri   Part 10

    Dedy tak menyuruh Rain untuk memanggil Wanda, dan Ara sarapan, karena Rain sedari tadi belum sampai ke ruang makan. Begitu melihat sang ibu tiri memasuki kamar Ara, Rain pun melangkahkan kakinya mendekati kamar gadis yang ia renggut kehormatannya semalam. Berdiri di sana, dan menguping pembicaraan Ara, dan sang ibu. "Ah iya, Rain, nanti mama sama Ara nyusul sarapan. Kamu sarapan saja dulu bersama papa," kata Wanda. Rain hanya mengangguk, lantas membalikkan tubuhnya, kemudian pergi menjauhi kamar Ara. "Ayo sarapan dulu, Ra, habis itu minum paracetamol. Kamu kayaknya demam," ujar Wanda. "Nanti siang kalau belum sembuh juga, mama akan panggil dokter."Ara menggeleng. Ia terlalu takut jika harus satu meja makan dengan Rain, orang yang sudah menghancurkan hidupnya. "Aku nggak nafsu makan, Ma." Wanda menghela napas. "Ya sudah, kamu istirahat dulu aja, nanti mama buatkan bubur." Seperginya sang ibu dari kamarnya, Ara langsung menutup pintu, dan menguncinya. Ara menyandarkan diri pada pi

  • Demi Harga Diri   Part 1

    Dengan anggun dan penuh percaya diri, Ara keluar dari mobil mewah yang berhenti di depan gedung megah tempat diadakannya pesta malam ini. Pesta tersebut adalah pesta anniversary pernikahan sang ibu dan ayah tirinya yang ke tujuh tahun. Gaun hitam yang dikenakan Ara tampak anggun dan glamor. Rambut hitam panjang ia gelung hingga menampilkan leher jenjangnya. Ara memadukan penampilannya dengan anting berwarna silver, yang menambah pesona wajahnya yang cantik.Langkah kakinya bergema pelan di karpet merah yang terhampar di lantai, menambah sentuhan elegan. Cahaya dari blitz kamera para wartawan yang memotret, mengiringi Ara yang memasuki gedung. Gedung tempat diadakannya pesta ini memiliki suasana istimewa dengan pintu masuk yang elegan dan dekorasi kaca berkilau menyambut kedatangan para tamu.Saat memasuki gedung, hampir semua orang memusatkan perhatian padanya, dan Ara sadar akan itu. Banyak kaum adam yang memuji kecantikannya, dan tak sedikit pula kaum hawa yang merasa iri denganny

  • Demi Harga Diri   Part 2

    "Apakah pesta ini jauh lebih menyenangkan jika tidak ada aku?" ucap laki-laki itu yang seketika membuat tubuh Ara menegang ketakutan.Dia? Laki-laki itu kenapa ada di sini? Ara kira ia tak akan bertemu dengan laki-laki itu. "Oh, kamu juga pulang, Rain? Kenapa tidak memberi kabar?" tanya Dedy. "Sengaja. Aku ingin kalian terkejut dengan kedatanganku," jawab laki-laki bernama Rain. Rain adalah anak laki-laki Dedy dari istri pertamanya. Ibu kandung Rain sudah tiada semenjak Rain masih kecil. Selama beberapa tahun ini Rain banyak menghabiskan waktu di luar negeri untuk mengurus usahanya di sana. "Mama senang kamu juga pulang, Rain," ucap Wanda seraya tersenyum pada anak tirinya itu. "Aku juga senang bisa pulang, dan bertemu bidadari cantik seperti Mama," kata Rain. Meski Wanda bukan ibu kandungnya, tetapi Rain sangat menghormati Wanda, dan hubungan mereka sebagai ibu, dan anak cukup baik. "Ah, kamu bisa saja." Wanda tersipu dengan pujian yang diberikan Rain. Ia kemudian menoleh pada

Latest chapter

  • Demi Harga Diri   Part 10

    Dedy tak menyuruh Rain untuk memanggil Wanda, dan Ara sarapan, karena Rain sedari tadi belum sampai ke ruang makan. Begitu melihat sang ibu tiri memasuki kamar Ara, Rain pun melangkahkan kakinya mendekati kamar gadis yang ia renggut kehormatannya semalam. Berdiri di sana, dan menguping pembicaraan Ara, dan sang ibu. "Ah iya, Rain, nanti mama sama Ara nyusul sarapan. Kamu sarapan saja dulu bersama papa," kata Wanda. Rain hanya mengangguk, lantas membalikkan tubuhnya, kemudian pergi menjauhi kamar Ara. "Ayo sarapan dulu, Ra, habis itu minum paracetamol. Kamu kayaknya demam," ujar Wanda. "Nanti siang kalau belum sembuh juga, mama akan panggil dokter."Ara menggeleng. Ia terlalu takut jika harus satu meja makan dengan Rain, orang yang sudah menghancurkan hidupnya. "Aku nggak nafsu makan, Ma." Wanda menghela napas. "Ya sudah, kamu istirahat dulu aja, nanti mama buatkan bubur." Seperginya sang ibu dari kamarnya, Ara langsung menutup pintu, dan menguncinya. Ara menyandarkan diri pada pi

  • Demi Harga Diri   Part 11

    Flashback Saat itu Rain berumur dua puluh tahun ketika Dedy--sang ayah mengatakan akan menikah lagi setelah sekian tahun ibunya Rain meninggal. Rain setuju saja, karena menurutnya sang ayah juga butuh seorang pendamping hidup. Lalu, pada malam hari berikutnya, Rain diajak sang ayah ke sebuah rumah kontrakan sederhana yang ada di pinggiran kota. Tempat di mana calon istri sang ayah tinggal. "Selamat malam. Apakah Om tamu yang ditunggu mama?" Seorang gadis remaja menyapa setelah membuka pintu Cantik. Begitulah kesan pertama Rain saat pertama kali melihat gadis itu. "Iya. Kamu pasti Araya ya?" ucap Dedy. Gadis itu mengangguk. "Panggil aja Ara, Om. Mari silakan masuk." Senyuman Ara menghiasi wajahnya yang kini dipoles make up tipis. Ia sudah diberitahu oleh sang ibu bahwa akan datang tamu yang akan menjadi calon ayah tirinya. Makanya Ara tadi sempat dirias oleh ibunya. "Terima kasih, Ara. Kamu ternyata lebih cantik daripada yang pernah om lihat di foto," kata Dedy. Ara tersipu, ya

  • Demi Harga Diri   Part 9

    Malam itu Ara sendirian di rumah, karena Wanda, dan Dedy sedang menghadiri acara pesta pernikahan salah satu anak dari rekan bisnis Dedy. Asisten rumah tangga juga sedang cuti sejak seminggu terakhir, dan belum juga kembali. Sedangkan Rain, Ara tidak tahu kakak tirinya itu ada di mana, sebab dari kemarin tidak ada di rumah. Berada di rumah besar seorang diri tak membuat Ara takut, makanya pas sore harinya sewaktu Dedy mengajaknya untuk ikut, Ara menolak. Lagi pula sedang tidak ada Rain di rumah, lain lagi jika sebaliknya. Saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Wanda memberi kabar bahwa ia, dan Dedy akan menginap di hotel. Ara tidak masalah dengan itu, karena ia cukup pemberani.Ara tertidur setelah mendapat kabar dari ibunya, lalu pukul satu dini hari ia terbangun karena merasa haus, dan lapar. Menuju ke dapur, Ara membuat mie instan untuk mengganjal perutnya. Saking fokusnya Ara memasak mie, sampai tak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan Ara di dekat pintu dapur. Sosok

  • Demi Harga Diri   Part 8

    Setelah kejadian di kolam itu, Ara jadi tidak lagi berusaha mengakrabkan diri pada Rain. Tapi Ara juga tidak berani jika membantah perintah Rain yang kadang tidak masuk di akalnya. Hari demi hari Ara lewati. Dari segi ekonomi, tentunya Ara tidak kekurangan lagi. Semua kebutuhannya, dan sang ibu dipenuhi oleh Dedy. Ayah tirinya benar-benar memperlakukan Ara dengan baik. Sebenarnya Dedy sering berkata pada Ara agar Ara bilang apa yang ia inginkan, karena nanti Dedy pasti akan membelikannya. Tapi, Ara tidak bilang, karena Ara merasa semua sudah cukup, dan ia tidak perlu apa-apa lagi. Mengenai sikap Rain padanya pun masih belum berubah, meski kini terhitung sudah tiga tahun Ara menjadi adik tiri laki-laki itu. Rain masih suka menindas, dan menyuruh Ara ini itu, tidak lupa juga sering melontarkan kata-kata tajam nan menyakitkan. "Cuci baju ini!" Rain melemparkan sebuah kemeja warna hitam, tepat ke wajah Ara. "Apa sih, Kak? Aku baru aja istirahat setelah Kakak suruh aku bersihin kamar m

  • Demi Harga Diri   Part 7

    Saat ini Ara merasa seperti tengah berada di antara hidup, dan mati, karena ia tak bisa berenang. Sementara pelaku yang membuat Ara tercebur hanya menyeringai. Mungkin ingin menyaksikan Ara meregang nyawa. "Astaga, Ara!" teriak Wanda yang tidak sengaja lewat, lalu melihat anak gadisnya yang seperti akan tenggelam.Wanda pun cepat berlari mendekati kolam, dan berdiri di samping Rain. Dengan mata berkaca-kaca , Wanda meminta tolong pada sang anak tiri. "Rain, tolong Ara, dia tidak bisa berenang. Mama takut Ara tenggelam." Rain menoleh sebentar, dan tidak menyangka bahwa sang ibu tiri sudah berdiri di sampingnya dengan raut wajah penuh kecemasan memandang ke arah Ara yang kini berada di kolam. Sangking fokusnya melihat Ara, sampai Rain tidak mendengar teriakan Wanda tadi. Tanpa berkata apa-apa, Rain kemudian menceburkan diri ke kolam, lalu berenang menghampiri Ara. Memeluk tubuh Ara, lalu membawanya ke tepian kolam. Begitu sampai di tepi kolam, Rain mengangkat tubuh Ara keluar dari ko

  • Demi Harga Diri   Part 6

    "Cepat! Lelet sekali," gerutu Rain sembari berbalik badan, menatap kesal ke arah Ara yang berjalan di belakangnya. "Iya, Kak." Rain kembali melangkah berniat menuju ke taman di halaman rumah kakek, dan neneknya ini. Ara tentu masih berjalan di belakang Rain. Sebenarnya Ara ingin sesekali jalan di samping Rain, layaknya saudara pada umumnya. Tidak seperti sekarang, jalan depan belakang yang justru lebih terlihat seperti majikan, dan pembantu. Namun, Ara tidak mau membuat kakak tirinya itu kesal, karena dulu Ara pernah sengaja berjalan di samping Rain, dan berakhir dimarahi Rain. Satu tahun sudah menjadi saudara tiri, nyatanya Rain tidak bisa menerima kehadirannya dengan baik. Padahal pada Wanda saja Rain mau menerima, dan mau menganggapnya sebagai ibu. Itulah yang kadang membuat Ara sedih. Meski begitu, Ara tidak menyerah, karena ia akan terus berusaha mendekatkan diri kepada Rain. Rain tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan Ara yang sedang tidak fokus pun tidak sengaja menabrak pu

  • Demi Harga Diri   Part 5

    "Ara berapa hari di Jakarta, Ma?" Dedy menginterupsi. "Sudah mau balik ke Jogja, Pah. Tadi Ara bilang sudah di bandara mau berangkat." Dan perkataan Wanda itu pun sontak membuat Rain tersedak makanannya. Ingin rasanya Rain mengumpat. Ia kalah start lagi sekarang. Seharusnya tadi malam ia tak membiarkan Ara lolos begitu saja. "Lho, katanya Ara baru ke Jakarta kemarin kan? Kenapa sekarang sudah mau kembali ke Jogja lagi?" Dedy mengernyitkan dahi. Tidak biasanya sang anak tiri kesayangannya hanya sebentar di Jakarta. Ia bahkan semalam belum puas mengobrol dengan Ara. "Katanya ada urusan penting di Jogja, Pah, makanya harus berangkat ke sana hari ini juga," kata Wanda. Rain berdeham, kemudian menatap sang ibu tiri. "Apa Ara sekarang sedang menyusun skripsi, Ma?" Wanda tersenyum. "Sudah selesai skripsinya Ara, Rain. Sudah sidang juga. Tinggal nunggu wisuda saja." Informasi baru lagi bagi Rain. "Oh ya? Kapan wisudanya, Ma?" "Ara belum memberitahu mama, Rain. Tapi sepertinya sebenta

  • Demi Harga Diri   Part 4

    Rumah mewah milik Meta yang jadi tempat Ara menginap selama di Jakarta, sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta, kota di mana Ara melanjutkan pendidikan perguruan tingginya. Bukan rumah orang tuanya atau lebih tepatnya rumah milik Dedy--sang ayah tiri tidak nyaman, justru sangat nyaman, dan tak kalah besar serta mewah seperti rumah Meta--sahabatnya. Hanya saja, yang menjadikan Ara malas pulang ke rumah adalah karena takut bertemu dengan Rain, sang kakak tiri yang selama ini membuat hidupnya terasa menyedihkan. Terhitung sudah empat tahun Ara berkuliah di Yogyakarta, dan ia pun sudah menyelesaikan sidang skripsinya, tinggal menunggu wisuda saja. Selama empat tahun itu pun, Ara tidak pernah pulang ke rumah Dedy. Jika liburan ataupun hari raya, Ara lebih memilih pulang ke rumah Meta. Baik Dedy maupun Wanda--ibu kandung Ara-- selalu meminta Ara untuk pulang ke rumah, tapi Ara selalu menolak, dengan alasan bahwa Meta butuh ditemani di rumah besarnya, karena selama ini ora

  • Demi Harga Diri   part 3

    Ara bernapas lega. Setidaknya dengan kehadiran sang ayah tirinya, membuat Rain melepaskannya. Namun, tatapan tajam Rain yang mengarah kepadanya, seolah-olah memerintah agar Ara tak memberitahu yang sebenarnya terjadi di antara mereka tadi. "Ah, tidak ada apa-apa, Pah. Aku hanya ingin mengobrol dengan adikku. Sudah lama kami tidak bertemu kan?" Rain menjawab pertanyaan Dedy. Dedy mengernyitkan dahi, seolah tak paham dengan perkataan sang putra. "Kalau mau mengobrol, kenapa harus di tempat sepi seperti ini? Masih kurang luas kah, gedung yang papa sewa untuk malam ini?" "Tentu saja sangat luas, Pah, hanya saja, aku, dan Ara butuh tempat yang lebih privat untuk mengobrol. Bukan begitu, Adik manis?" Rain menyeringai, sembari menatap Ara. Mau tidak mau, Ara pun mengangguk. Sungguh ia tidak mau terjebak lebih lama lagi dengan Rain. "Ada ruangan khusus untuk keluarga, Rain. Kalian bisa mengobrol di sana," kata Dedy. "Iya, aku tau, Pah. Tapi, kebetulan Ara tadi ingin ke toilet, jadi aku m

DMCA.com Protection Status