Share

Demi Harga Diri
Demi Harga Diri
Penulis: Aufa

Part 1

Penulis: Aufa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-14 20:36:58

Dengan anggun dan penuh percaya diri, Ara keluar dari mobil mewah yang berhenti di depan gedung megah tempat diadakannya pesta malam ini. Pesta tersebut adalah pesta anniversary pernikahan sang ibu dan ayah tirinya yang ke tujuh tahun.

 Gaun hitam yang dikenakan Ara tampak anggun dan glamor. Rambut hitam panjang ia gelung hingga menampilkan leher jenjangnya. Ara memadukan penampilannya dengan anting berwarna silver, yang menambah pesona wajahnya yang cantik.

Langkah kakinya bergema pelan di karpet merah yang terhampar di lantai, menambah sentuhan elegan. 

Cahaya dari blitz kamera para wartawan yang memotret, mengiringi Ara yang memasuki gedung. 

Gedung tempat diadakannya pesta ini memiliki suasana istimewa dengan pintu masuk yang elegan dan dekorasi kaca berkilau menyambut kedatangan para tamu.

Saat memasuki gedung, hampir semua orang memusatkan perhatian padanya, dan Ara sadar akan itu. Banyak kaum adam yang memuji kecantikannya, dan tak sedikit pula kaum hawa yang merasa iri dengannya. 

"Oh, tuan putri sudah datang rupanya," celetuk seorang wanita paruh baya, yang kini sudah berdiri di depan Ara. Mau, tidak mau, Ara pun menghentikan langkahnya, demi meladeni wanita dengan penampilan yang serba mewah di hadapannya kini.

Tak lama setelahnya, dua gadis yang seumuran dengan Ara menyusul wanita tadi, dan masing-masing berdiri di samping kanan, dan kirinya. Tatapan remeh dilayangkan oleh dua gadis tersebut pada Ara. 

Ara tersenyum manis pada wanita paruh baya itu. "Selamat malam, Tante Renita. Sepertinya kita sudah lama tidak bertemu." 

Wanita yang dipanggil Renita itu mencebikkan bibirnya. "Tidak penting juga bertemu denganmu. Waktu saya terlalu berharga jika harus dibuang untuk bertemu gembel sepertimu." 

Meski kata-kata yang didengarnya itu cukup menyakitkan, tapi Ara berusaha tetap tersenyum seolah-olah tidak terpengaruh. Lagi pula, kata-kata sejenis seperti itu sering ia dengar dari mereka. 

"Lihatlah, Ma, itik buruk rupa itu sekarang sudah berubah jadi angsa," cibir seorang gadis di sebelah kanan Renita. Gadis itu bernama Tika, anak kedua Renita. 

"Ya iyalah, kalau bukan karena kebaikan om Dedy, dia nggak akan mungkin bisa seperti sekarang. Tampil cantik dengan gaun mahal, dan jadi sorotan semua orang," sahut seorang gadis yang berdiri di sebelah kiri Renita. Ia adalah Tiwi, anak sulung Renita. 

"Terima kasih sudah memujiku cantik," balas Ara, masih dengan senyumannya. "Ah, pasti kalian merasa iri ya, karena semua orang justru terpesona denganku daripada dengan kalian? Kalau begitu, maafkan aku." Sedikit bermain-main dengan tiga orang ini sepertinya cukup menarik bagi Ara. 

"Nggak usah kepedean lo! Emangnya lo itu siapa hah? Kalau nyokap lo nggak nikah sama om gue, yang ada sekarang lo masih jadi gembel!" hardik Tika yang merasa terprovokasi dengan ucapan Ara tadi. 

Ara memutar bola matanya. Sejak tujuh tahun yang lalu, kata-kata merendahkan seperti itu selalu saja ia dapatkan dari mereka. Ara sampai hafal, dan muak. 

"Lo harusnya sadar diri!" Tiwi ikut menyahuti perkataan Tika. 

"Baiklah, kalau begitu aku minta maaf," balas Ara dengan santai. Tak ada lagi rasa sakit hati ketika mendengar cacian dari mereka, karena sudah terbiasa. "Aku pergi dulu ya. Selamat bersenang-senang, bye ...." Ara melewati tiga wanita yang kini menatap sengit padanya, lalu melambaikan tangan. Senang sekali rasanya membuat mereka kesal, begitu pikir Ara. 

"Anak itu! Berani-beraninya melawan kita!" geram Renita. Ia sebenarnya heran, kenapa Ara yang biasanya ketakutan saat dicaci olehnya, dan kedua anak perempuannya, kini justru berani membalas perkataan mereka. 

Tak berbeda dengan sang ibu, Tiwi, dan Tika pun berpikir hal yang sama. Mereka merasa dendam kepada Ara. 

*

Terlihat sepasang laki-laki, dan perempuan paruh baya yang kini tengah berdiri di depan dekorasi, dengan senyum yang selalu menghiasi keduanya, terlebih saat menyapa para tamu. 

Pasangan paruh baya itu adalah Dedy Wijaya, dan Wanda Wijaya, ibu kandung Ara, dan ayah tirinya. Ara turut bahagia ketika melihat orang tuanya itu tampak bahagia di hari peringatan pernikahan mereka. 

Melangkahkan kaki, Ara mendekat ke arah kedua orang tuanya. Senyum manis ia kembangkan pada dua orang yang sangat ia rindukan itu. 

"Happy anniversary, Mama, Papa. Aku berharap kalian selalu bahagia, dan selalu saling mencintai," ucap Ara di depan kedua orang tuanya. 

"Moza? Kapan kamu pulang, Nak?" Sang ibu yang cukup terkejut dengan kehadiran Ara yang tiba-tiba, sontak berkaca-kaca. Ia kemudian memeluk sang anak yang beberapa bulan ini tak bertemu. 

"Aku pulang tadi pagi, Ma," jawab Ara seraya mengurai pelukan. 

"Kenapa tidak bilang-bilang? Harusnya kamu bilang, biar papa siapkan tiket pesawat untuk kamu," sahut Dedy. 

Ara mengurai pelukan sang ibu, lalu beralih menatap sang ayah tiri seraya tersenyum. "Aku cuma nggak mau merepotkan Papa aja." 

"Tidak ada orang tua yang merasa direpotkan oleh anaknya, Ara," balas Dedy. 

"Thanks, Pa. You are the best father," ucap Ara. 

"And you are my the best daughter," puji Dedy seraya mengusap puncak kepala Ara penuh sayang. 

Kedua orang tua, dan anak perempuannya itu pun tertawa bahagia bersama. 

"Kemarin katanya nggak mau pulang karena lagi sibuk di kampus," ujar Wanda. 

"Itu cuma alibi, Ma. Sebenarnya aku mau kasih surprise dengan kepulanganku ini," kata Ara. 

"Terus kamu pulang ke mana, Ara? Kenapa tidak ke rumah?" Dedy bertanya. 

"Di rumah Meta, Pa, temanku." 

Dedy mengangguk. "Lain kali jangan begitu, Ara. Kalau kamu ada di kota ini, segera hubungi Papa sama Mama. Setidaknya biar kami bisa menyuruh orang untuk memantau, dan melindungi kamu." 

"Aku sudah dewasa, Pa, bisa jaga diri. Nih, buktinya aku baik-baik saja kan, kuliah di luar kota?"

"Ya, ya, ya, dasar anak nakal!" Dedy kembali mengusap puncak kepala Ara, gemas. Anak gadis yang pertama kali ia temui saat berusia lima belas tahun ini sekarang sudah tumbuh dewasa. 

Mereka kembali tertawa bersama. Momen ini sudah lama tidak Ara rasakan semenjak ia memutuskan untuk kuliah di kota Yogyakarta. Jauh dari orang tuanya yang tinggal di Jakarta. 

Meski hanya ayah tiri, Dedy memperlakukan Ara dengan sangat baik, layaknya anak kandung. Dedy memenuhi segala kebutuhan Ara, membelikan ini, dan itu, walaupun Ara tidak pernah meminta. Fasilitas yang diberikan pada Ara pun tak main-main. Ini murni keinginan Dedy yang memang mau memanjakan Ara, bukan karena permintaan Wanda, ibunya Ara. 

Kebaikan, dan kasih sayang yang diberikan Dedy pada Ara itu membuat iri Renita, dan kedua anak perempuannya. Renita adalah adik Dedy yang berstatus janda. Renita, dan kedua anaknya tidak suka melihat Wanda, dan Ara hidupnya begitu dimanjakan oleh Dedy, padahal dulunya Wanda, dan Ara hanya orang miskin. 

"Kamu makanlah dulu, Ara," ujar Dedy. 

"Nanti saja, Pa. Aku belum lapar." 

Ara tetap berada di dekat orang tuanya yang kini tengah berbincang dengan tamu. Karena ia tidak tahu harus membaur dengan siapa lagi di pesta itu, Ara hanya diam sambil memandangi suasana pesta tersebut. Ia menyesal, kenapa tadi tak memaksa Meta--temannya untuk turut hadir di pesta ini. 

Renita, dan kedua anak perempuannya kini melihat ke arah Ara dari jauh. Mereka masih menampilkan sorot kebencian yang begitu mendalam pada Ara. 

Sementara itu, seorang laki-laki muda yang mengenakan blazer hitam tampak tersenyum smirk ke arah Ara. Laki-laki itu pun melangkah menghampiri Ara, dan orang tuanya. 

"Apakah pesta ini jauh lebih menyenangkan jika tidak ada aku?" ucap laki-laki itu yang seketika membuat tubuh Ara menegang ketakutan. 

Bab terkait

  • Demi Harga Diri   Part 2

    "Apakah pesta ini jauh lebih menyenangkan jika tidak ada aku?" ucap laki-laki itu yang seketika membuat tubuh Ara menegang ketakutan.Dia? Laki-laki itu kenapa ada di sini? Ara kira ia tak akan bertemu dengan laki-laki itu. "Oh, kamu juga pulang, Rain? Kenapa tidak memberi kabar?" tanya Dedy. "Sengaja. Aku ingin kalian terkejut dengan kedatanganku," jawab laki-laki bernama Rain. Rain adalah anak laki-laki Dedy dari istri pertamanya. Ibu kandung Rain sudah tiada semenjak Rain masih kecil. Selama beberapa tahun ini Rain banyak menghabiskan waktu di luar negeri untuk mengurus usahanya di sana. "Mama senang kamu juga pulang, Rain," ucap Wanda seraya tersenyum pada anak tirinya itu. "Aku juga senang bisa pulang, dan bertemu bidadari cantik seperti Mama," kata Rain. Meski Wanda bukan ibu kandungnya, tetapi Rain sangat menghormati Wanda, dan hubungan mereka sebagai ibu, dan anak cukup baik. "Ah, kamu bisa saja." Wanda tersipu dengan pujian yang diberikan Rain. Ia kemudian menoleh pada

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-15
  • Demi Harga Diri   part 3

    Ara bernapas lega. Setidaknya dengan kehadiran sang ayah tirinya, membuat Rain melepaskannya. Namun, tatapan tajam Rain yang mengarah kepadanya, seolah-olah memerintah agar Ara tak memberitahu yang sebenarnya terjadi di antara mereka tadi. "Ah, tidak ada apa-apa, Pah. Aku hanya ingin mengobrol dengan adikku. Sudah lama kami tidak bertemu kan?" Rain menjawab pertanyaan Dedy. Dedy mengernyitkan dahi, seolah tak paham dengan perkataan sang putra. "Kalau mau mengobrol, kenapa harus di tempat sepi seperti ini? Masih kurang luas kah, gedung yang papa sewa untuk malam ini?" "Tentu saja sangat luas, Pah, hanya saja, aku, dan Ara butuh tempat yang lebih privat untuk mengobrol. Bukan begitu, Adik manis?" Rain menyeringai, sembari menatap Ara. Mau tidak mau, Ara pun mengangguk. Sungguh ia tidak mau terjebak lebih lama lagi dengan Rain. "Ada ruangan khusus untuk keluarga, Rain. Kalian bisa mengobrol di sana," kata Dedy. "Iya, aku tau, Pah. Tapi, kebetulan Ara tadi ingin ke toilet, jadi aku m

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-19
  • Demi Harga Diri   Part 4

    Rumah mewah milik Meta yang jadi tempat Ara menginap selama di Jakarta, sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta, kota di mana Ara melanjutkan pendidikan perguruan tingginya. Bukan rumah orang tuanya atau lebih tepatnya rumah milik Dedy--sang ayah tiri tidak nyaman, justru sangat nyaman, dan tak kalah besar serta mewah seperti rumah Meta--sahabatnya. Hanya saja, yang menjadikan Ara malas pulang ke rumah adalah karena takut bertemu dengan Rain, sang kakak tiri yang selama ini membuat hidupnya terasa menyedihkan. Terhitung sudah empat tahun Ara berkuliah di Yogyakarta, dan ia pun sudah menyelesaikan sidang skripsinya, tinggal menunggu wisuda saja. Selama empat tahun itu pun, Ara tidak pernah pulang ke rumah Dedy. Jika liburan ataupun hari raya, Ara lebih memilih pulang ke rumah Meta. Baik Dedy maupun Wanda--ibu kandung Ara-- selalu meminta Ara untuk pulang ke rumah, tapi Ara selalu menolak, dengan alasan bahwa Meta butuh ditemani di rumah besarnya, karena selama ini ora

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-31
  • Demi Harga Diri   Part 5

    "Ara berapa hari di Jakarta, Ma?" Dedy menginterupsi. "Sudah mau balik ke Jogja, Pah. Tadi Ara bilang sudah di bandara mau berangkat." Dan perkataan Wanda itu pun sontak membuat Rain tersedak makanannya. Ingin rasanya Rain mengumpat. Ia kalah start lagi sekarang. Seharusnya tadi malam ia tak membiarkan Ara lolos begitu saja. "Lho, katanya Ara baru ke Jakarta kemarin kan? Kenapa sekarang sudah mau kembali ke Jogja lagi?" Dedy mengernyitkan dahi. Tidak biasanya sang anak tiri kesayangannya hanya sebentar di Jakarta. Ia bahkan semalam belum puas mengobrol dengan Ara. "Katanya ada urusan penting di Jogja, Pah, makanya harus berangkat ke sana hari ini juga," kata Wanda. Rain berdeham, kemudian menatap sang ibu tiri. "Apa Ara sekarang sedang menyusun skripsi, Ma?" Wanda tersenyum. "Sudah selesai skripsinya Ara, Rain. Sudah sidang juga. Tinggal nunggu wisuda saja." Informasi baru lagi bagi Rain. "Oh ya? Kapan wisudanya, Ma?" "Ara belum memberitahu mama, Rain. Tapi sepertinya sebenta

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-01
  • Demi Harga Diri   Part 6

    "Cepat! Lelet sekali," gerutu Rain sembari berbalik badan, menatap kesal ke arah Ara yang berjalan di belakangnya. "Iya, Kak." Rain kembali melangkah berniat menuju ke taman di halaman rumah kakek, dan neneknya ini. Ara tentu masih berjalan di belakang Rain. Sebenarnya Ara ingin sesekali jalan di samping Rain, layaknya saudara pada umumnya. Tidak seperti sekarang, jalan depan belakang yang justru lebih terlihat seperti majikan, dan pembantu. Namun, Ara tidak mau membuat kakak tirinya itu kesal, karena dulu Ara pernah sengaja berjalan di samping Rain, dan berakhir dimarahi Rain. Satu tahun sudah menjadi saudara tiri, nyatanya Rain tidak bisa menerima kehadirannya dengan baik. Padahal pada Wanda saja Rain mau menerima, dan mau menganggapnya sebagai ibu. Itulah yang kadang membuat Ara sedih. Meski begitu, Ara tidak menyerah, karena ia akan terus berusaha mendekatkan diri kepada Rain. Rain tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan Ara yang sedang tidak fokus pun tidak sengaja menabrak pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Demi Harga Diri   Part 7

    Saat ini Ara merasa seperti tengah berada di antara hidup, dan mati, karena ia tak bisa berenang. Sementara pelaku yang membuat Ara tercebur hanya menyeringai. Mungkin ingin menyaksikan Ara meregang nyawa. "Astaga, Ara!" teriak Wanda yang tidak sengaja lewat, lalu melihat anak gadisnya yang seperti akan tenggelam.Wanda pun cepat berlari mendekati kolam, dan berdiri di samping Rain. Dengan mata berkaca-kaca , Wanda meminta tolong pada sang anak tiri. "Rain, tolong Ara, dia tidak bisa berenang. Mama takut Ara tenggelam." Rain menoleh sebentar, dan tidak menyangka bahwa sang ibu tiri sudah berdiri di sampingnya dengan raut wajah penuh kecemasan memandang ke arah Ara yang kini berada di kolam. Sangking fokusnya melihat Ara, sampai Rain tidak mendengar teriakan Wanda tadi. Tanpa berkata apa-apa, Rain kemudian menceburkan diri ke kolam, lalu berenang menghampiri Ara. Memeluk tubuh Ara, lalu membawanya ke tepian kolam. Begitu sampai di tepi kolam, Rain mengangkat tubuh Ara keluar dari ko

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • Demi Harga Diri   Part 8

    Setelah kejadian di kolam itu, Ara jadi tidak lagi berusaha mengakrabkan diri pada Rain. Tapi Ara juga tidak berani jika membantah perintah Rain yang kadang tidak masuk di akalnya. Hari demi hari Ara lewati. Dari segi ekonomi, tentunya Ara tidak kekurangan lagi. Semua kebutuhannya, dan sang ibu dipenuhi oleh Dedy. Ayah tirinya benar-benar memperlakukan Ara dengan baik. Sebenarnya Dedy sering berkata pada Ara agar Ara bilang apa yang ia inginkan, karena nanti Dedy pasti akan membelikannya. Tapi, Ara tidak bilang, karena Ara merasa semua sudah cukup, dan ia tidak perlu apa-apa lagi. Mengenai sikap Rain padanya pun masih belum berubah, meski kini terhitung sudah tiga tahun Ara menjadi adik tiri laki-laki itu. Rain masih suka menindas, dan menyuruh Ara ini itu, tidak lupa juga sering melontarkan kata-kata tajam nan menyakitkan. "Cuci baju ini!" Rain melemparkan sebuah kemeja warna hitam, tepat ke wajah Ara. "Apa sih, Kak? Aku baru aja istirahat setelah Kakak suruh aku bersihin kamar m

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Demi Harga Diri   Part 9

    Malam itu Ara sendirian di rumah, karena Wanda, dan Dedy sedang menghadiri acara pesta pernikahan salah satu anak dari rekan bisnis Dedy. Asisten rumah tangga juga sedang cuti sejak seminggu terakhir, dan belum juga kembali. Sedangkan Rain, Ara tidak tahu kakak tirinya itu ada di mana, sebab dari kemarin tidak ada di rumah. Berada di rumah besar seorang diri tak membuat Ara takut, makanya pas sore harinya sewaktu Dedy mengajaknya untuk ikut, Ara menolak. Lagi pula sedang tidak ada Rain di rumah, lain lagi jika sebaliknya. Saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Wanda memberi kabar bahwa ia, dan Dedy akan menginap di hotel. Ara tidak masalah dengan itu, karena ia cukup pemberani.Ara tertidur setelah mendapat kabar dari ibunya, lalu pukul satu dini hari ia terbangun karena merasa haus, dan lapar. Menuju ke dapur, Ara membuat mie instan untuk mengganjal perutnya. Saking fokusnya Ara memasak mie, sampai tak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan Ara di dekat pintu dapur. Sosok

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-15

Bab terbaru

  • Demi Harga Diri   Part 10

    Dedy tak menyuruh Rain untuk memanggil Wanda, dan Ara sarapan, karena Rain sedari tadi belum sampai ke ruang makan. Begitu melihat sang ibu tiri memasuki kamar Ara, Rain pun melangkahkan kakinya mendekati kamar gadis yang ia renggut kehormatannya semalam. Berdiri di sana, dan menguping pembicaraan Ara, dan sang ibu. "Ah iya, Rain, nanti mama sama Ara nyusul sarapan. Kamu sarapan saja dulu bersama papa," kata Wanda. Rain hanya mengangguk, lantas membalikkan tubuhnya, kemudian pergi menjauhi kamar Ara. "Ayo sarapan dulu, Ra, habis itu minum paracetamol. Kamu kayaknya demam," ujar Wanda. "Nanti siang kalau belum sembuh juga, mama akan panggil dokter."Ara menggeleng. Ia terlalu takut jika harus satu meja makan dengan Rain, orang yang sudah menghancurkan hidupnya. "Aku nggak nafsu makan, Ma." Wanda menghela napas. "Ya sudah, kamu istirahat dulu aja, nanti mama buatkan bubur." Seperginya sang ibu dari kamarnya, Ara langsung menutup pintu, dan menguncinya. Ara menyandarkan diri pada pi

  • Demi Harga Diri   Part 11

    Flashback Saat itu Rain berumur dua puluh tahun ketika Dedy--sang ayah mengatakan akan menikah lagi setelah sekian tahun ibunya Rain meninggal. Rain setuju saja, karena menurutnya sang ayah juga butuh seorang pendamping hidup. Lalu, pada malam hari berikutnya, Rain diajak sang ayah ke sebuah rumah kontrakan sederhana yang ada di pinggiran kota. Tempat di mana calon istri sang ayah tinggal. "Selamat malam. Apakah Om tamu yang ditunggu mama?" Seorang gadis remaja menyapa setelah membuka pintu Cantik. Begitulah kesan pertama Rain saat pertama kali melihat gadis itu. "Iya. Kamu pasti Araya ya?" ucap Dedy. Gadis itu mengangguk. "Panggil aja Ara, Om. Mari silakan masuk." Senyuman Ara menghiasi wajahnya yang kini dipoles make up tipis. Ia sudah diberitahu oleh sang ibu bahwa akan datang tamu yang akan menjadi calon ayah tirinya. Makanya Ara tadi sempat dirias oleh ibunya. "Terima kasih, Ara. Kamu ternyata lebih cantik daripada yang pernah om lihat di foto," kata Dedy. Ara tersipu, ya

  • Demi Harga Diri   Part 9

    Malam itu Ara sendirian di rumah, karena Wanda, dan Dedy sedang menghadiri acara pesta pernikahan salah satu anak dari rekan bisnis Dedy. Asisten rumah tangga juga sedang cuti sejak seminggu terakhir, dan belum juga kembali. Sedangkan Rain, Ara tidak tahu kakak tirinya itu ada di mana, sebab dari kemarin tidak ada di rumah. Berada di rumah besar seorang diri tak membuat Ara takut, makanya pas sore harinya sewaktu Dedy mengajaknya untuk ikut, Ara menolak. Lagi pula sedang tidak ada Rain di rumah, lain lagi jika sebaliknya. Saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Wanda memberi kabar bahwa ia, dan Dedy akan menginap di hotel. Ara tidak masalah dengan itu, karena ia cukup pemberani.Ara tertidur setelah mendapat kabar dari ibunya, lalu pukul satu dini hari ia terbangun karena merasa haus, dan lapar. Menuju ke dapur, Ara membuat mie instan untuk mengganjal perutnya. Saking fokusnya Ara memasak mie, sampai tak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan Ara di dekat pintu dapur. Sosok

  • Demi Harga Diri   Part 8

    Setelah kejadian di kolam itu, Ara jadi tidak lagi berusaha mengakrabkan diri pada Rain. Tapi Ara juga tidak berani jika membantah perintah Rain yang kadang tidak masuk di akalnya. Hari demi hari Ara lewati. Dari segi ekonomi, tentunya Ara tidak kekurangan lagi. Semua kebutuhannya, dan sang ibu dipenuhi oleh Dedy. Ayah tirinya benar-benar memperlakukan Ara dengan baik. Sebenarnya Dedy sering berkata pada Ara agar Ara bilang apa yang ia inginkan, karena nanti Dedy pasti akan membelikannya. Tapi, Ara tidak bilang, karena Ara merasa semua sudah cukup, dan ia tidak perlu apa-apa lagi. Mengenai sikap Rain padanya pun masih belum berubah, meski kini terhitung sudah tiga tahun Ara menjadi adik tiri laki-laki itu. Rain masih suka menindas, dan menyuruh Ara ini itu, tidak lupa juga sering melontarkan kata-kata tajam nan menyakitkan. "Cuci baju ini!" Rain melemparkan sebuah kemeja warna hitam, tepat ke wajah Ara. "Apa sih, Kak? Aku baru aja istirahat setelah Kakak suruh aku bersihin kamar m

  • Demi Harga Diri   Part 7

    Saat ini Ara merasa seperti tengah berada di antara hidup, dan mati, karena ia tak bisa berenang. Sementara pelaku yang membuat Ara tercebur hanya menyeringai. Mungkin ingin menyaksikan Ara meregang nyawa. "Astaga, Ara!" teriak Wanda yang tidak sengaja lewat, lalu melihat anak gadisnya yang seperti akan tenggelam.Wanda pun cepat berlari mendekati kolam, dan berdiri di samping Rain. Dengan mata berkaca-kaca , Wanda meminta tolong pada sang anak tiri. "Rain, tolong Ara, dia tidak bisa berenang. Mama takut Ara tenggelam." Rain menoleh sebentar, dan tidak menyangka bahwa sang ibu tiri sudah berdiri di sampingnya dengan raut wajah penuh kecemasan memandang ke arah Ara yang kini berada di kolam. Sangking fokusnya melihat Ara, sampai Rain tidak mendengar teriakan Wanda tadi. Tanpa berkata apa-apa, Rain kemudian menceburkan diri ke kolam, lalu berenang menghampiri Ara. Memeluk tubuh Ara, lalu membawanya ke tepian kolam. Begitu sampai di tepi kolam, Rain mengangkat tubuh Ara keluar dari ko

  • Demi Harga Diri   Part 6

    "Cepat! Lelet sekali," gerutu Rain sembari berbalik badan, menatap kesal ke arah Ara yang berjalan di belakangnya. "Iya, Kak." Rain kembali melangkah berniat menuju ke taman di halaman rumah kakek, dan neneknya ini. Ara tentu masih berjalan di belakang Rain. Sebenarnya Ara ingin sesekali jalan di samping Rain, layaknya saudara pada umumnya. Tidak seperti sekarang, jalan depan belakang yang justru lebih terlihat seperti majikan, dan pembantu. Namun, Ara tidak mau membuat kakak tirinya itu kesal, karena dulu Ara pernah sengaja berjalan di samping Rain, dan berakhir dimarahi Rain. Satu tahun sudah menjadi saudara tiri, nyatanya Rain tidak bisa menerima kehadirannya dengan baik. Padahal pada Wanda saja Rain mau menerima, dan mau menganggapnya sebagai ibu. Itulah yang kadang membuat Ara sedih. Meski begitu, Ara tidak menyerah, karena ia akan terus berusaha mendekatkan diri kepada Rain. Rain tiba-tiba menghentikan langkahnya, dan Ara yang sedang tidak fokus pun tidak sengaja menabrak pu

  • Demi Harga Diri   Part 5

    "Ara berapa hari di Jakarta, Ma?" Dedy menginterupsi. "Sudah mau balik ke Jogja, Pah. Tadi Ara bilang sudah di bandara mau berangkat." Dan perkataan Wanda itu pun sontak membuat Rain tersedak makanannya. Ingin rasanya Rain mengumpat. Ia kalah start lagi sekarang. Seharusnya tadi malam ia tak membiarkan Ara lolos begitu saja. "Lho, katanya Ara baru ke Jakarta kemarin kan? Kenapa sekarang sudah mau kembali ke Jogja lagi?" Dedy mengernyitkan dahi. Tidak biasanya sang anak tiri kesayangannya hanya sebentar di Jakarta. Ia bahkan semalam belum puas mengobrol dengan Ara. "Katanya ada urusan penting di Jogja, Pah, makanya harus berangkat ke sana hari ini juga," kata Wanda. Rain berdeham, kemudian menatap sang ibu tiri. "Apa Ara sekarang sedang menyusun skripsi, Ma?" Wanda tersenyum. "Sudah selesai skripsinya Ara, Rain. Sudah sidang juga. Tinggal nunggu wisuda saja." Informasi baru lagi bagi Rain. "Oh ya? Kapan wisudanya, Ma?" "Ara belum memberitahu mama, Rain. Tapi sepertinya sebenta

  • Demi Harga Diri   Part 4

    Rumah mewah milik Meta yang jadi tempat Ara menginap selama di Jakarta, sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta, kota di mana Ara melanjutkan pendidikan perguruan tingginya. Bukan rumah orang tuanya atau lebih tepatnya rumah milik Dedy--sang ayah tiri tidak nyaman, justru sangat nyaman, dan tak kalah besar serta mewah seperti rumah Meta--sahabatnya. Hanya saja, yang menjadikan Ara malas pulang ke rumah adalah karena takut bertemu dengan Rain, sang kakak tiri yang selama ini membuat hidupnya terasa menyedihkan. Terhitung sudah empat tahun Ara berkuliah di Yogyakarta, dan ia pun sudah menyelesaikan sidang skripsinya, tinggal menunggu wisuda saja. Selama empat tahun itu pun, Ara tidak pernah pulang ke rumah Dedy. Jika liburan ataupun hari raya, Ara lebih memilih pulang ke rumah Meta. Baik Dedy maupun Wanda--ibu kandung Ara-- selalu meminta Ara untuk pulang ke rumah, tapi Ara selalu menolak, dengan alasan bahwa Meta butuh ditemani di rumah besarnya, karena selama ini ora

  • Demi Harga Diri   part 3

    Ara bernapas lega. Setidaknya dengan kehadiran sang ayah tirinya, membuat Rain melepaskannya. Namun, tatapan tajam Rain yang mengarah kepadanya, seolah-olah memerintah agar Ara tak memberitahu yang sebenarnya terjadi di antara mereka tadi. "Ah, tidak ada apa-apa, Pah. Aku hanya ingin mengobrol dengan adikku. Sudah lama kami tidak bertemu kan?" Rain menjawab pertanyaan Dedy. Dedy mengernyitkan dahi, seolah tak paham dengan perkataan sang putra. "Kalau mau mengobrol, kenapa harus di tempat sepi seperti ini? Masih kurang luas kah, gedung yang papa sewa untuk malam ini?" "Tentu saja sangat luas, Pah, hanya saja, aku, dan Ara butuh tempat yang lebih privat untuk mengobrol. Bukan begitu, Adik manis?" Rain menyeringai, sembari menatap Ara. Mau tidak mau, Ara pun mengangguk. Sungguh ia tidak mau terjebak lebih lama lagi dengan Rain. "Ada ruangan khusus untuk keluarga, Rain. Kalian bisa mengobrol di sana," kata Dedy. "Iya, aku tau, Pah. Tapi, kebetulan Ara tadi ingin ke toilet, jadi aku m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status