“Mom, sudah cukup kau menyelamatkanku saat kebakaran saat itu dan sekarang. Jangan lagi. Aku tidak akan sanggup melihatmu seperti ini karena memaksa teleportasi,” ucapku. Hanya ini yang bisa kukatakan padanya. Setidaknya, di dalam ucapan itu aku berusaha, agar ketika nanti Mom tidak melakukan hal itu lagi.
“Mom kuat, Dav. Teleportasi bukanlah hal yang berat untuk Mom. Hanya saja, Mom memang masih belum mengisi energi dengan berburu. Jadi, Mom tidak sekuat biasanya. Apalagi ditambah Mom tidak mendapat asupan dari ayahmu, jadilah keadaan Mom seperti ini. Maafkan Mom, ya. Mom sudah membuatmu khawatir.”Aku menggeleng dan berkata,”Jangan meminta maaf, Mom. Seharusnya aku yang meminta maaf karena terlalu lemah. Aku tidak bisa melindungi Mom dan Daphne. Seharusnya sebagai seorang putra, aku menggantikan ayah melindungi kalian saat beliau tidak ada. Maafkan aku yang terlalu lemah ini, Mom.”Aku menunduk, merasa tidak berg“Dav, bangunlah!” Mataku terbuka, dan mendapati wajah ibuku yang terlihat lebih segar. Apa ada hal yang terlewat olehku? Atau ... benar jika beliau bisa menyembuhkan diri sendiri seperti ucapannya? “Kau terlihat pulas, jadi aku tidak tega membangunkanmu. Untuk saat ini, kau harus bangun karena kita sudah hampir sampai,” ucap Mom. Beliau tersenyum kecil, dan melihatnya seperti itu membuatku tenang. Astaga! Paman Isa mengatakan jika kereta akan sampai setelah matahari terbenam. Sepertinya aku tertidur terlalu lama. “Mom sudah tidak apa-apa? Maafkan aku yang belum bisa menjagamu seperti pinta Paman Isa, ya.”Aku menunduk. Untuk sekali lagi aku merutuki kelemahanku. Kalau saja tidak lemah, tentu bisa menjaga Mom. Yah ... mau bagaimana lagi. Aku benar-benar lelah dan tubuhku juga merasa kesakitan. “Tak apa. Mom paham dengan keadaanmu, Dav. Kau pasti lelah karena tidak bisa beristirahat dengan baik. Tak hanya itu, Mom juga melihatmu jatuh dengan buruk.” Setelah itu Mom menutup mulutny
“Begitukah?” ucapnya solah mengejek. Kau tak ingin terlibat apa pun dalam pertengkaran mereka. Jadi, kau lebih memilih diam dan mendengarkan. Kalaupun aku tahu, tentu bukan ranaku untuk ikut campur. “Pikirmu kami tidak punya hati? Lalu, bagaimana dengan Cedrick yang sudah mengabdikan dirinya untukmu? Bagaimana pengorbanannya selama ini untukmu? Jangan lupa, Lun, kau sudah memiliki dua anak darinya.” “Itu kecelakaan!” Untuk sekali lagi, Paman Isa tertawa. Kecelakaan katanya? Apa itu berarti aku adalah sebuah kecelakaan yang tidak diharap? Cukup emiris, sebenarnya. Mengingat kehadiran di dunia ini bukan murni karena diinginkan, melainkan terpaksa menerima. Kalau aku tahu sejak awal, tentu tidak akan menerima begitu saja pelukan dari Mom. Aku tak akan mau untuk menerimanya sekalipun beliau memaksa. Tidak akan! Dan tentu aku lebih memilih untuk hidup sendiri saja aklau tahu begini. “Lihat wajah hasil kecelakaanmu!” Sperti yang diperintahkan pada ibu, beliau menoleh ke arahku. Jadi,
Aku masih setia melihat mereka dari dalam. Tak ada niat sedikit pun untuk memisahkan mereka. Namun, tak kupungkiri juga jika mereka mengkhawatirkan. Mom mulai terlihat menahan amarah yang tertahan. Entah karena disudutkan, atau apa pun. Dari pembicaraan mereka, aku menyimpulkan jika Paman Isa tak terlalu menyukai Mom.Jika tak menyukai, kenapa reaksi Paman sangat tidak sinkron begini? Tadi pagi aku masih mendapatinya memperlakukan Mom dengan baik. Tak hanya itu, tak ada sedikit pun tanda bahwa beliau membenci Mom. Seharusnya jika sejak awal beliau tak suka, menunjukkannya sejak tadi tak akan terlihat ganjil.“Kau! Menyesal aku mengubah sikapku selama ini padamu, Lun! Harusnya kau tetap membencimu sejak dulu.” Paman Isa berkata lagi, dan isinya tetap menyudutkan ibuku.Sebenarnya, apa yang telah terjadi di antara mereka semua? Aku tahu Mom memiliki pasangan yang terpaksa untuk menerima, tetapi bukan seperti in
Tubuh kecil ibuku digendong ala pengantin olehnya. Setelah itu, ia berbalik dan berjalan ke arahku. Akhirnya, aku bisa melihat bagaimana rupanya itu. Rupa yang selama ini belum pernah kulihat secara langsung.Rupa yang tegas, dengan tatapan teduh dan mata merah menatapku. Wajahnya rupawan, dengan kulit putih pucat khas vampire. Serta, badan tinggi tegap dan membuatku ingin sepertinya. Dari semua hal itu, aku membenarkan perkataan mereka. Melihatnya membuatku seperti berkata dan mendapati wajahku dalam versi dewasa.Ah, aku terlalu memuji.“Senang bertemu denganmu, Dav. Tak kusangka kau sudah sebesar ini.”Astaga! Beliau tersenyum dan menghampiriku. Aku yang masih lemas tentu tak bisa berbuat apa pun untuk membalasnya. Jangankan untuk berdiri menyambut kedatangannya, menjawab ucpannya saja aku merasa tak mampu.“Dia tumbuh dengan hebat!” ucap Mom. Ayahku me
“Paman Sean sudah bertemu pasangannya, Dad,” jawabku.Mom dan Dad terdiam. Mereka sama sekali tidak membuka suara setelahnya, dan aku pun begitu. Kebiasaan untuk tidak banyak bersuara sepert sudah mendarah daging di hidupku. Dulu, aku enggan bicara karena setiap kali melakukan hal itu, ejekan akan kuterima. Bahkan lebih buruknya pukulan demi pukulan kurasakan. Namun, kini aku suah normal, dan kebiasaan itu terbawa hingga sekarang.Kalau saja Mom dan Dad tahu, apa yang akan mereka lakukan? Sedangkan Mom saja selalu mengucap maaf.Aku menyadari, semua hal ini bukan keinginannya. Kami dipaksa oleh keadaan dan tak bisa mengelak. Oh, haruskah aku bersyukur karena hal itu?“Mom, Dad, kalian tak kaget mendengarnya?” tanyaku.Nyatanya, aku tak betah akan situasinya dan memilih untuk membuka mulut. Aneh juga. Setahuku, mereka cukup ekat. Bahkan menurut cerita, Pama
“Mom, siapa yang memberiku nama ini?” tanyaku. Entah apa yang kupikirkan saat menanyakan hal itu, pertanyaan yang terlintas begitu saja di benakku.Seama ini, aku hanya bias berasumsi dengan pemikiran yang tak jelas. Davian adalah nama mantan pasangan Mom, yang akhirnya meninggal di tangan ayahku. Kemungkinan terbesar adalah karena itu Mom menjadi pasangan Dad, dan menghasilkan aku serta Daphne.Untuk pertanyaan kenapa Paman Davian masih berkeliaran sampai sekarang, aku akan mencari orang yang tepat untuk kumintai jawaban. Tak mungkin aku menanyakannya pada Mom, karena pasti beliau amat terpukul. Mom adalah orang yang tersakiti di sini, jadi aku tak mau menambah beban hatinya.“Aku yang menamaimu,” jawab Dad.Aku mengangguk.Ah, tunggu! Kenapa aku baru menyadari jika Dad yang berbicara? Dengan cepat, aku menatap Dad seolah meminta jawaban lain. Tak peduli
Ada banyak hal yang kupikirkan saat perjalanan menuju kastil. Semua hal tentang keluargaku, Paman Isa yang membenci ibuku, juga kenapa ayah yang menjemput kami. Selama ini kupikir ayah ke mana, tetapi melihat beliau ada, semua pemikiran itu lenyap.Setelah pembicaraan Panjang itu, kami hanya diam. Apalagi Mom. Beliau sama sekali tak mengeluarkan suara, pun dengan Tindakan. Kalua saja aku tidak ingat beliau Sudha menjadi vampire, pasti aku mengira beliau adalah mayat yang diawetkan.Vampire tidak berkedip jika ingin. Mata mereka tidak memerlukan air mata yang dihasilkan setiap kali berkedip, untuk melembapkan bola mata mereka. Mereka juga tidak butuh gerakan paru mengambil udara—atau manusia biasa menyebutnya sebagai bernapas. Dari semua hal itu, tidak adanya tanda kehidupan membuat keberarasaannya terlihat mati. Apalagi dengan warna kullit yang pucat.Jalanan sunyi membuatku ingin berpikir lebih banyak lagi. Sampai
“Jujur saja, Dad, aku tidak ingin membayangkan sesuatu yang berlebihan. Bisa tinggal dengan keluarga tanpa masalah saja sudah mampu membuatku puas. Untuk Dad, hidup di wilayah netral mungkin sebuah pilihan yang bagus. Tapi untukku yang belum mengetahui apa pun tentang banyak tempat, menetap di wilayah netral adalah sebuah hal yang harus dipertimbangkan.” Tidak salah dengan ucapanku, kan? Bagiku, hidup di wilayah netral berarti aku harus menyesuaikan diri dengan banyak hal yang baru. Terutama tentang teknologi yang manusia ciptakan. Melihat Daphne dan Mom yang begitu mahir menggunakan benda kotak itu, membuatku berpikir banyak. Hal itu mungkin hanya sedikit saja dari yang mereka miliki. Aku sudah melihat begtiu banyak, tetapi di dalam hati justru berkebalikan. Rasa-rasanya semua itu tidak ada apa-apanya sama sekali. Para manusia dan barang ciptaannya masih membuatku penasaran dengan sebanyak apa benda yang sudah mereka ciptakan. Kalau boleh jujur, aku ingin sekali melihat lebih banyak
“Kalau kau memilih, kau tidak bisa menarik kembali apa yang telah disepakati. Pertukaran yang telah terjadi, akan mengambil yang diserahkan. Kau tidak akan bisa mundur, Dav. Jadi pikirkan baik-baik apa yang akan kau korbankan,” ucapnya lagi. Paman Davian terdengar seperti menekankan dengan jelas apa yang harus kupilih.Aku memang belum lama menikmati hidup, tetapi kurasa semua itu sudah cukup. “Aku benar-benar akan menyerahkan nyawaku jika bisa memastikan Arthur menghilang selamanya. Kalau perlu, dia tak perlu reingkarnasi kembali,” putusku. Setidaknya itu setimpal.Orang tuaku sudah pernah berusaha untuk menyingkirkannya, tetapi tidak disangka dia seolah bangkit dari kematian dan menghancurkan semuanya. Jika dia benar-benar dimusnahkan, aku serius untuk memberikan nyawaku untuk itu. Bagaimanapun juga, aku sudah tidak memiliki siapa pun.“Pikirkan lagi, Dav. Kau tidak bisa memutuskannya dengan cepat. Ingat, kau hidup masih hanya belasan tahun. Kau bisa hidup lebih lama lagi. Kau bisa
“Aku harusnya berterima kasih kepada kalian sebelum mencabut nyawa kalian, kan?”Aku mendengar suara Arthur yang berat. Terdengar menyeramkan dan ….“Aku meminta maaf atas kesalahanku, Dav. Tidak seharusnya aku menyelamatkannya, dan membuat keadaan seperti ini,” ujar Aline dengan lirih. Dia terbaring di sampingku, dengan keadaan telentang dan tangan kaki yanga terikat. Sedangkan aku, langsung dengan posisi menyamping menghadapnya. Mungkin Arthur kesulitan membuat posisiku telentang dengan tubuh serigalaku.Suasana yang gelas, membuatku sedikit takut. Ada beberapa titik obor yang tidak berpindah. Mungkin tidak dipegang oleh makhluk, tetapi ditancapkan di tanah. Arthur yang masih bertubuh setengah serigalanya berdiri menantang seperti tidak mengalami perang sebelumnya. Berbeda dengan aku dan Aline yang sudah terlihat mengenaskan. Bulu serigala Devan sudah memiliki banyak bercak darah, dan luk
“Kau hanya tikus kecil yang tidak tahu apa-apa, Bocah!” ucap Arthur. Dia menangkap pergerakan Aline dan mencekik lehernya. Setelah itu, pergerakan Aline benar-benar dilumpuhkan. Aku terkejut, tak menyangka jika Aline bisa dikalahkan semudah itu.Aku tidak bisa tinggal diam. Tangan kecil Aline berusaha untuk melepaskan cekikan Arthur padanya. Namun, pergerakan itu sama sekali tidak membuahkan apa pun. Aline justru terdengar merintih kecil. Mungkin, dia merasa sangat kepayahan akibat cekalan Arthur yang begitu kuat.Aku tahu, Aline telah melakukan hal yang tidak kusukai, atau malah lebih ke menghancurkan hidupku. Akan tetapi, jika kupikir lagi itu bukan muri kesalahannya. Dia tidak tahu siapa yang ditolong, dan apa yang telah diperbuat oleh orang yang terlihat menyedihkan. Aline, dia hanya memiliki sifat empati lebih banyak dari sebangsanya.Hanya saja aku tidak tahu, kenapa aku harus disandingkan dengn vampire sepertinya, dan bukan dengan sesame werewolf seperti yang lain.“Kau ingin m
Ada sebuah hal yang membuatku ingin menerkam tubuh wanita itu. Selain menerkamnya, mencabik tentu adalah hal terbaik begitu hal itu dilakukan. Dorongan itu begitu kuat, seiring perubahan yang lebih banyak lagi di tubuhku. Aline, wanita yang baru kutemui tidak sampai sehari, begitu membuat hidupku jungkir balik dalam sekejap.Akan tetapi, andai semua dorongan itu kulaksanakan, bagaimana rasanya, ya?Aku berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Aline bukan seseorang yang pantas untuk diperlakukan seperti itu. Singkatnya hubungan kami bukan sesuatu hal yang patut dijadikan alasan. Dia adalah pasanganku, dan tentu tidak akan mudah untuk mengabaikan hal besar seperti itu.“Percayalah, aku tidak melakukannya secara sengaja, Dav. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia adalah semua akar permasalahan yang besar. Aku pun tidak menyangka jika dia akan memperburuk suasana hingga sampai sejauh ini.” Aline berucap lirih. Sia
Untuk sesaat, aku tertegun. Fakta yang terdengar sepele—mungkin untuk sebagian orang tentunya, tetapi tidak denganku. Arthur adalah sumber dari segala hal yang menyiksaku. Dia membuatku terpisah dengan ibu sejak keil, membuat ayah dibenci ibu, dan membuat keluargaku meregang nyawa. Kalau saja dia tidak ada, tentu aku tidak akan mengalami itu semua. Ah, aku lupa. Paman Davian juga tidak ada karena dia, kan? Kalau memang begitu kenyataannya, kenapa harus aku yang menjadi pasangan dari Aline? Bukankah secara tidak langsung dia yang menyebabkan aku berpisah dengan keluargaku? “Al ...,” ucapku lirih. Tubuhku terasa lemas, seolah semua tulang penyangganya kehilangan kekuatan. Tak hanya itu, napas juga semakin memburu dengan jantung berdebar kencang. “Dav ... maksudku bukan begitu. Aku ... aku hanya ... tidak tahu dia siapa ....” Aline membalasnya. Jika dia menjawab seperti itu, bukankah itu
Arthur tertawa sambil menghindari serangan-serangan yang Aline berikan padanya.“Aku tak akan membiarkanmu hidup dengan tenang, Art! Kau bedebah busuk yang hidup tidka lama lagi, sama sekali tidak berhak untuk mengatakan hal itu padanya!” maki Aline. Ada yang janggal dari setiap serangannya. Dia terlihat kacau dengan sekejap hanya dari beberapa kata yang diucapkan Arthur. Bukankah sebelumnya Aline masih baik-baik saja, tidak mengalami lonjakan emosi seperti itu?Untuk sekilas, mungkin tidak akan ada yang memahami pola serangan Aline. Terlihat biasa, dan sama sekali tidak akan kentara jika dia menyembunyikan banyak hal. Namun, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Tidak seharusnya Aline bertempur dengan cara seperti itu. Tidak! Aku harus menghentikannya sebelum terlambat.“Al, mundurlah untuk sejenak! Control dulu emosimu, lalu kita kembali menyerangnya seperti tadi,” ucapku. Ah, sebenarnya a
Sayangnya, semua tidak seperti yang kubayangkan. Aline memang hebat, tetapi bukan berarti dia sanggup mengalahkan Arthur dengan begitu mudahnya. Kami yang bertarung mati-matian berdua arus berusaha lebih keras. Mungkin karena keterikatan kami pulalah, sebuah Kerjasama yang mendadak bisa tercipta. Kami tidak pernah berlatih bersama. Akan tetapi, serangan yang dilakukan benar-benar bisa membentuk harmoni. Tubuh ini juga seperti sudah terlatih untuk bertarung bersama belahan jiwanya.Ah, hubungan dan ikatan yang rumit.Aku pun sampai saat ini tidak mengerti tentang hubungan seperti itu. Dalam hal itu juga, hubungan antara kedua orang tuaku. Di antara mereka yang terikat, ada hubungan masa lalu dengan Paman Davian dan tidak bisa kufahami. Mau bagaimana agi, dari keduanya juga tidak ada yang mau menjelaskan secar ajelas padaku.“Dav, harus kukatakan padamu kalau sampai Arthur tidak bisa dikalahkan, maka aku akan hidup d
Aku takt ahu kenapa Arthur begitu amat terobsesi pada Delta. Tidak ada sesuatu yang membuatku meragukan itu. Justru ,aku sangat yakin jika dia memang menargetkan Delta yang ada di muka bumi ini.“Waw! Dia kuat juga, ya? Padahal tadi aku sangat yakin kalau dia sudah kupukul dengan sekuat tenaga,” ujar Aline. Dia mengatakannya dengan santai, seolah lawan yang kami hadapi bukan siapa-siapa.Aku merasa yakin jika bisa mengalahkan Arthur. Hanya saja, tidak se-optimis Aline. Dia seperti memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Baiklah! Dia mungkin sudah menumbangkan Arthur. Namun, bukan berarti dia adalah seseorang kemarin sore yang baru muncul dan bisa diseret sewaktu-waktu untuk dihabisi.Dari semua hal, berpikir bahwa wanita vampire itu—yang mengaku sebagai pasanganku, adalah orang yang lebih tua dariku adalah sesuatu yang mengerikan. Vampire bisa memiliki umur panjang tanpa menua sekalipun. Dan aku, entah kenapa merasa jika pemikiran itu sedikit … menyesakkan.Sebagai pria, harusnya aku y
“Kau pikir aku akan mati semudah itu!?” Aku terjungkal karena tidak terbiasa mendengar suara lantang yang seperti itu. Setelah kabut debu mereda, mereka mulai terlihat sedikit demi sedikit. Dan, hal yang membuatku terkejut untuk setelahnya adalah wanita itu—yang mengaku sebagai pasanganku, berdiri dengan tegak dan jubah yang sudah tidak lagi dipakai. Sedangkan Arthur, werewolf tua itu sudah terjungkang di tanah. Sungguh di luar dugaan! Aku yang sudah melawannya hingga sampai lelah, tidak bisa membuatnya terjungkang seperti itu. Aku ingin tahu seberapa kuat wanita itu, dan bagaimana cara dia melawan Arthur. Ah ... andai aku memiliki penglihatan yang tajam dan bisa menembus pekatnya kabut debu itu, pasti pertandingan yang seru tak akan terlewatkan. “Jujur saja, Mate, aku tadi sempat berpikir untuk menghabisi diriku sendiri saat berpikir kau tiada,” ujarku mengatakan apa yang telah kupikirkan tentangnya.